Wagub Jatim Emil Dardak Tanggapi Polemik Ivermectin sudah Dikirim ke Bangkalan
Merdeka.com - Obat Ivermectin masih menjadi polemik. Obat yang disebut-sebut untuk terapi bagi pasien Covid-19 rupanya terdaftar sebagai obat kecacingan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Di tengah menjadi sorotan, ribuan dosis Ivermectin sudah dikirim ke Kudus dan Bangkalan untuk menekan laju penularan Covid-19 di daerah tersebut.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menanggapi kontroversi yang beredar. Ia menilai dalam situasi darurat kesehatan seperti saat ini, dokter akan memberikan sesuatu yang dirasa ada manfaatnya daripada mudaratnya.
-
Siapa yang direkomendasikan untuk melakukan imunisasi? Selain itu, ibu hamil juga diingatkan untuk menjauh dari pasien cacar, karena infeksi ini dapat membahayakan janin yang ada dalam kandungan jika mereka terjangkit.
-
Siapa yang perlu menjaga kesehatan? Penting disadari bahwa seseorang yang menjaga kesehatannya akan tampak cantik dan menarik di mata orang lain.
-
Apa pesan Ipuk untuk tenaga kesehatan Banyuwangi? Berikan pelayanan yang baik. Jangan sampai muncul keluhan pelayanan buruk karena tidak ramah atau pun pelayanannya lama. Mari sama-sama berbenah, berkomitmen membangun Banyuwangi lebih baik lagi.
-
Apa yang direkomendasikan dokter? Beruntungnya, dokter gigi yang berpengalaman sering memberikan rekomendasi berharga tentang produk-produk pasta gigi yang aman dan efektif.
-
Siapa yang butuh vaksin cacar api? Vaksin ini terbukti mengurangi risiko terkena cacar api dan mengurangi tingkat keparahan gejala jika infeksi tetap terjadi.
-
Mengapa vaksin kanker penting bagi masyarakat? Putin menggambarkan pencapaian ini sebagai langkah penting menuju terobosan medis yang bisa membawa manfaat besar bagi masyarakat.
"Dokter diberi akses dimana di situasi urgent dirasa manfaat lebih banyak daripada mudaratnya, mungkin dokter akan memberikan," kata Emil saat live IG bareng merdeka.com, Kamis (24/6).
Pun ia meminta khalayak mengeneralisir bahwa ada imbauan untuk meminum ivermectin. "Jangan digeneralisir 'ayo semua minum ivermectin'. Karena ini sebuah suplai di garda terdepan kesehatan kita dengan kepakaran mereka, maka mereka akan memanfaatkan obat itu dengan penuh kehati-hatian," paparnya.
Meski demikian, Emil tak menampik jika World Health Organization (WHO) belum merekomendasikan penggunaan ivermectin.
"Tapi dokter punya parameter sendiri dalam menerapkan. Saya menghindari membicarakan masalah medis sebagai non-ahli. Dokter punya SOP, jadi ini bukan seperti obat yang disebar laku dikonsumsi dimakan biasa (seperti obat lainya)," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan PT Indofarma akan memproduksi Ivermectin dengan kapastitas 4 juta per bulannya. Dengan adanya Ivermectin, diharapkan lonjakan kasus Covd-19 bisa ditangani.
Namun, rencana penggunaan Ivermectin untuk terapi Covid-19 mendapat sorotan tenaga kesehatan. Sebab, Ivermectin masih dalam tahap uji klinik di sejumlah rumah sakit.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan Ivermectin masih dalam fase uji klinik. Uji klinik ini di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
"Masih akan uji klinik di Badan Litbang," katanya, Senin (21/6).
Sementara Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto mengatakan organisasi profesi kedokteran di Indonesia belum merekomendasikan penggunaan Ivermectin untuk pasien Covid-19. Sebab, hingga saat ini, belum ada hasil studi yang menunjukkan Ivermectin bisa digunakan untuk terapi Covid-19.
"Sampai hari ini, perhimpunan-perhimpunan profesi belum rekomendasikan," katanya kepada merdeka.com, Senin (21/6).
Menurut Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI RS Persahabatan ini, sejumlah rumah sakit di Indonesia memang tengah melakukan uji klinik Ivermectin untuk Covid-19. Namun, uji kliniknya belum menunjukkan hasil.
"Nanti kita lihat hasilnya bagaimana. Kalau bagus tentu bisa dipakai," ujarnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut penelitian untuk pencegahan maupun pengobatan Covid-19 yang sudah dipublikasikan menyatakan bahwa Ivermectin memiliki potensi antiviral pada uji secara in-vitro di laboratorium. Namun, masih diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat Covid-19 melalui uji klinik lebih lanjut.
Menurut BPOM, Ivermectin kaplet 12 mg yang terdaftar di Indonesia saat ini untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150 hingga 200 mcg/kg, berat badan dengan pemakaian satu tahun sekali.
Ivermectin, kata BPOM, merupakan obat keras sehingga pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter. Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot atau sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Lembaga yang dipimpin Penny Kusumastuti Lukito itu juga meminta masyarakat tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform online.
"Untuk penjualan obat Ivermectin termasuk melalui online tanpa ada resep dokter dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata BPOM melalui siaran persnya pada 10 Juni 2021.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pernyataan Wapres itu menyikapi laporan Kementerian Kesehatan yang menyatakan adanya temuan dua suspek baru kasus antraks di Gunungkidul.
Baca SelengkapnyaPB IDI memberi sejumlah langkah preventif bagi masyarakat untuk menghadapi cacar monyet.
Baca SelengkapnyaIntroduksi vaksin dengue bertujuan mencegah penyebaran demam berdarah.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Budi menyatakan vaksin cacar monyet masih menyasar kelompok tertentu, seperti penderita HIV.
Baca SelengkapnyaUpaya yang dilakukan Kementan dengan mitigasi dan isolasi wilayah, serta menurunkan Tim kesehatan hewan ke lokasi untuk investigasi.
Baca SelengkapnyaPenyakit difteri kembali ditemukan di Garut, Jawa Barat. Seorang warga Kecamatan Samarang dilaporkan meninggal dunia setelah mengalami gejala difteri.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi meminta jajaran anggota kabinet memastikan harga alkes dan obat-obatan.
Baca SelengkapnyaPertolongan pertama orang terjangkit antraks adalah dibawa ke dokter untuk mendapatkan antibiotik.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaDifteri pertama kali terdeteksi di Pamekasan pada tahun 2018 silam.
Baca SelengkapnyaKorban sempat dilarikan ke RSUD Puri Husada Tembilahan namun nyawanya tidak terselamatkan.
Baca SelengkapnyaKeajaiban Ida Dayak Sembuhkan Pasien Hanya Modal Minyak
Baca Selengkapnya