Wali Kota Medan Nonaktif Didakwa Terima Suap Rp2,1 Miliar dari Anak Buah
Merdeka.com - Wali Kota Medan nonaktif, T Dzulmi Eldin (59), mulai diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (5/3). Dia didakwa menerima suap dari anak buahnya Rp2,1 miliar.
Dakwaan dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di hadapan majelis hakim yang diketuai Abdul Azis. "Bahwa terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertahap yakni berjumlah Rp2.155.000.000,00 (dua miliar seratus lima puluh lima juta rupiah) atau sekira sejumlah itu dari beberapa Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD)/pejabat Eselon II Pemko Medan," kata JPU Iskandar Marwanto.
Perbuatan Dzulmi Eldin itu diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Siapa saja tersangka dalam kasus suap ini? Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya juga menetapkan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga, serta dua pihak swasta bernama Efendy Sahputra dan Fajar Syahputra sebagai tersangka.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
-
Siapa tersangka kasus korupsi timah? Adapun yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) adalah tersangka Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.
-
Siapa tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
Dalam dakwaannya, JPU menyatakan, Dzulmi Eldin menerima uang antara lain dari Isa Ansyari (Kepala Dinas PU), Benny Iskandar (Kadis Perkim), Suherman (Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah), Iswar S (Kadis Perhubungan), Abdul Johan (Sekretaris Dinas Pendidikan), Edwin Effendi (Kadis Kesehatan), Emilia Lubis (Kadis Ketahanan Pangan), Edliaty (Kadis Koperasi dan UKM), Muhammad Husni (Kadis Kebersihan dan Pertamanan), Agus Suryono (Kadis Pariwisata), Qomarul Fattah (Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu), Usma Polita Nasution (Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga), Damikrot (Kadis Perdagangan), S Armansyah Lubis alias Bob (Kadis Lingkungan Hidup), Sofyan (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), Hanalore Simanjuntak (Kadis Ketenagakerjaan), Renward Parapat (Asisten Administrasi Umum), Khairunnisaa Mozasa (Kadis Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat) Rusdi Sinuraya (Dirut PD Pasar), Suryadi Panjaitan (Direktur RSUD Pirngadi), Zulkarnain (Kadis Kependudukan dan Pencatatan Sipil), Hasan Basri (Kadis Pendidikan), Khairul Syahnan (Asisten Ekbang), dan Ikhsar Risyad Marbun (Kadis Pertanian dan Perikanan). Uang itu diterima melalui Kepala Sub Bagian Protokol Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Medan Samsul Fitri.
Padahal Dzulmi Eldin mengetahui atau patut menduga bahwa uang itu diberikan agar dia tetap mempertahankan jabatan para pemberi.Para kepala OPD yang diangkat terdakwa karena jabatannya memperoleh manfaat dari mengelola anggaran di satuan kerjanya masing-masing.
Perkara ini berawal saat Dzulmi Eldin memberikan kepercayaan pada Samsul Fitri untuk mengelola anggaran kegiatan wali kota baik yang ditampung pada APBD maupun nonbudgeter.
"Untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang tidak ada dalam APBD tersebut, terdakwa memberikan arahan kepada Samsul Fitri untuk meminta uang kepada Kepala OPD di Lingkungan Pemko Medan guna mencukupi kebutuhan tersebut, walaupun sebenarnya Terdakwa mengetahui hal itu bertentangan dengan kewajibannya selaku wali kota," sebut Iskandar.
Samsul Fitri menindaklanjuti arahan itu dengan meminta uang kepada para kepala OPD/pejabat eselon II. Salah satu permintaan itu terkait kebutuhan dana yang untuk menutupi kekurangan anggaran dalam perjalanan Dzulmi Eldin menghadiri undangan perayaan peringatan 30 tahun Program Sister City di Kota Ichikawa, Jepang pada 15-18 Juli 2019. Dalam kunjungan ini, Dzulmi Eldin membawa istri dan dua anaknya. Sejumlah kepala OPD juga ikut serta.
Total dibutuhkan Rp1,5 miliar untuk dana akomodasi kunjungan ke Jepang itu. Sementara APBD Kota Medan hanya mengalokasikan Rp500 juta.
Permintaan dana, termasuk untuk kunjungan ke Jepang itu, dituruti para kepala OPD atau pejabat eselon II Pemkot Medan. "Bahwa perbuatan terdakwa melalui Samsul Fitri yang beberapa kali menerima uang secara bertahap sehingga keseluruhannya berjumlah Rp2.155.000.000 atau sekira sejumlah itu," jelas Iskandar.
Setelah mendengarkan dakwaan jaksa, majelis hakim menunda persidangan. Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada Kamis (12/3) pekan depan dengan agenda eksepsi atau keberatan pada dakwaan.
Perkara ini merupakan buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wali Medan T Dzulmi Eldin dkk, Selasa (15/10/2019) hingga Rabu (16/10/2019) dinihari. Dzulmi Eldin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari, dan Samsul Fitri dijadikan sebagai tersangka. Isa telah diadili dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mantan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil terbukti terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana korupsi. Dia dijatuhi hukuman 9 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaJaksa menilai M Adil bersalah melakukan tiga dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp19 miliar lebih.
Baca SelengkapnyaSelain vonis penjara, Saiful juga dijatuhi denda sebesar Rp500 juta.
Baca Selengkapnya"Untuk tuntutan hari Jumat tanggal 28 (Juni) 2024 jam 13.30 WIB,” ujar hakim ketua Rianto
Baca SelengkapnyaBupati Bangkalan nonaktif Abdul Latif Amin Imron divonis 9 tahun penjara, karena terbukti melakukan jual beli jabatan.
Baca SelengkapnyaIstri Rafael Alun, Ernie Meike Torondek dan anak Rafael Alun, Angelina Embun Prasasya dihadirkan dalam sidang gratifikasi dan TPPU.
Baca SelengkapnyaRafael Alun didakwa menerima gratifikasi senilai Rp16.664.806.137,00 atau sekitar Rp16,66 miliar.
Baca Selengkapnya"Saya berharap baik di persidangan maupun di luar persidangan, bisa berproses secara adil untuk saya," sambung dia.
Baca SelengkapnyaRafael Alun juga didakwa mencuci uang ketika menjabat sebagai PNS pada Ditjen Pajak sejak 2011 hingga 2023..
Baca SelengkapnyaKPK menyebut tanah yang disita itu tersebar di beberapa wilayah dan pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Baca SelengkapnyaPara saksi yang diperiksa adalah Abdul Latief (AL) selaku mantan Hakim Ad Hoc Tipikor pada MA. Dia diperiksa untuk tersangka Zarof Ricar dan Lisa Rahmat.
Baca SelengkapnyaMochamad Ardian Noervianto divonis 4 tahun 6 bulan penjara
Baca Selengkapnya