Warga Malas Antre, Bisnis Jasa Tukar Uang Jalanan Tetap Diminati
Merdeka.com - Mudik sudah menjadi tradisi bagi para perantau yang mengadu nasib di ibu kota. Tradisi 'bagi-bagi THR' juga berlaku di musim lebaran. Jika pemudik dengan penghasilan di atas Rp 6 juta perbulan tak masalah jika bagi-bagi THR dengan pecahan Rp 50 ribu. Namun, hal itu dirasa cukup berat bagi masyarakat rantau dengan penghasilan tak menentu, atau masih sebatas upah minimum regional (UMR).
Agar tradisi bagi-bagi THR tetap berjalan tanpa membebani kantong, para pemudik biasanya menukar uang mereka ke pecahan kecil. Biasanya mereka menukar uang Rp 100 ribu ke pecahan Rp 2 ribu hingga Rp 20 ribu, menyesuaikan penerima THR.
Pihak bank sejatinya telah menyiapkan layanan penukaran uang receh dengan nominal yang dibatasi. Namun antusiasme warga yang menukarkan uang membuat sebagian masyarakat cenderung menukar uang mereka ke jasa penukaran uang jalanan.
-
Apa itu Redenominasi Rupiah? Redenominasi adalah proses penyederhanaan mata uang. Redenominasi menghapuskan angka nol (0) dari nominal mata uang yang ada.
-
Apa Redenominasi Rupiah itu? Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan.
-
Bagaimana Redenominasi Rupiah dilakukan? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Bagaimana mekanisme redenominasi Rupiah? Bank Indonesia sebenarnya sudah pernah memaparkan hal ini kepada DPR beberapa tahun lalu melalui Rancangan Undang-Undang Redenominasi.
-
Uang Lebaran apa yang dijajakan? Uang yang dijual beragam. Mulai dari Rp5.000, Rp10.000, Rp20.000 hingga Rp75.000.
-
Bagaimana uang Rp2.000 diubah menjadi Rp20.000? “Ya Tuhan duit Rp 2.000 dibuat jadi Rp 20.000 ditambahnya nol, Astagfirullah.. Astagfirullah,“ ujar pedagang wanita yang diduga jadi korban penipuan.
Memang, jika menukar uang di jalanan ada biaya lebih yang harus dikeluarkan. Namun tak sedikit juga masyarakat yang memilih menukarkan uangnya di jalanan.
Penyedia jasa penukaran uang di kawasan Terminal Kampung Rambutan, Rohani (64) misalnya, dia memberikan tarif sebesar Rp 10 Ribu untuk satu kali transaksi. Rohani mengatakan, meski ada pro dan kontra terhadap jasa penukaran uang jalanan, hal itu tak mempengaruhi masyarakat yang ingin menukarkan uang di jalanan, sekalipun ada perbedaan mencolok antara menukarkan uang di bank atau tidak.
"Enggak ngaruh lah. Masing-masing sudah punya kebiasaan. Mungkin ada yang biasa nukar di bank tapi kan yang biasa tukar di sini ya enggak masalah," kata Rohani saat berbincang dengan merdeka.com di terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur, Kamis (30/5).
Tambahnya, rata-rata masyarakat atau calon pemudik yang menukarkan uang mereka di jasa penukaran uang jalanan karena malas antri atau tidak punya kesempatan menukarkan uang receh di bank. Sebab, operasional penukaran uang di bank dibatasi waktu.
Meski banyak masyarakat yang memiliki kebiasaan yang usaha menukarkan uang di jalan, Rohani merasa pendapatannya tetap bisa naik dan turun. Terutama pada lebaran 2019 ini.
"Tahun kemarin lumayan, tahun ini kelihatannya sepi. Karena kayaknya banyak uang yang tersedia di luar sana. Bisa juga pada hemat," ujar Rohani.
Pantauan merdeka.com, memang di area lapak Rohani terdapat beberapa penjaja jasa penukaran uang receh, dan terpantau sejak pukul 09.00 hingga 10.30 WIB tidak banyak masyarakat menukar uang mereka.
Sama seperti Rohani, Herlina (68) juga memiliki pandangan yang sama. Ia mengaku musim lebaran tahun ini, dirasa cukup menurun dalam penukaran uang receh.
"Kayaknya sepi nih mba, tapi enggak tahu yah besok kayak gimana," kata Herlina.
Disinggung mengenai keuntungan atas jasa tersebut, baik Rohani atau Herlina enggan menungkapkannya secara gamblang. Mereka hanya menegaskan pendapatan dari jasa penukaran uang ini cukup untuk kebutuhannya.
Herlina juga menampik isu ada kecurangan di jasa penukaran uang receh jalanan. Dia menegaskan tidak ada tipu-tipu dalam usaha tersebut. Hanya saja yang membedakan menukar uang di bank dengan di penukaran uang jalanan adalah adanya uang jasa Rp 10 ribu.
"Itu aja. Kan pembeli bisa hitung sendiri, kita juga kasih lihat ini uang asli," kata dia.
Dari sisi pembeli, Rahma (32) calon pemudik Bandung mengaku percaya atas keaslian uang yang dijajakan para penukar uang receh jalanan. Baginya, ada uang jasa Rp 10 ribu dianggap sebagai uang lelah antri.
"Ketimbang saya antri berjam-jam di bank. Saya enggak sempet, syukur kalau kebagian kalau enggak ya mending di sini aja. Toh kalau ini uang palsu, polisi pasti udah nangkep-nangkepin kan di sini (terminal Kampung Rambutan) banyak polisi," kata Rahma.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Melakukan penukaran di layanan resmi dijamin keaslian uangnya.
Baca SelengkapnyaMelakukan penukaran uang dipinggir jalan berisiko merugikan masyarakat atas potensi peredaran uang palsu.
Baca SelengkapnyaDari penelusuran internal, petugas tersebut justru memberikan arahan terkait tata cara penukaran uang logam.
Baca SelengkapnyaMasyarakat bisa menukar uang baru di pasar tradisional hingga modern.
Baca SelengkapnyaMusim kemarau berkepanjangan membuat penjual air bersih keliling meraup keuntungan lebih.
Baca SelengkapnyaBeroperasinya LRT Jabodebek membuka peluang bagi masyakarat sekitar menyediakan kantong-kantong parkir dengan tarif yang variatif.
Baca SelengkapnyaMasyarakat menilai layanan parkir harus tersedia gratis bagi konsumen.
Baca SelengkapnyaViral parkir liar di sekitar Taman Lapangan Banteng.
Baca SelengkapnyaPengemis tampak menolak uang Rp2 ribu dari pengendara mobil lantaran nominal yang diminta tak sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Baca SelengkapnyaGeri telah berjualan cendol durian di Jl. Blora Sudirman sejak bulan Maret 2023.
Baca Selengkapnya