Warga resah ada rencana pembangunan bandara internasional di Temon

Merdeka.com - Sebuah semangka merah mulai dibelah dengan pisau oleh para ibu-ibu sore itu, Jumat, (2/9) di sebuah teras rumah di Dusun Sidorejo, Kulonprogo. Para perempuan yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) itu sedang menikmati hasil panen dari tanah yang terancam digusur karena rencana pembangunan bandara internasional.
"Di sini (area tanah yang akan digusur) tanahnya sangat subur. Akhir Agustus kemarin kita panen semangka. Kalau sekarang mulai kita tanam padi," ujar seorang petani perempuan yang tinggal di Bapangan, Wagirah (49).
Wagirah yang menjadi saksi akan kesuburan tanah di lokasi penggusuran mengaku rajin menanam semangka. Di tanahnya seluas 500 meter persegi ia tanami pohon semangka sebanyak 800 pohon.
800 pohon tersebut akan menghasilkan buah semangka setiap 55 hari. Rata-rata berat tiap semangka dapat mencapai 3-5 kilogram.
"Setiap 55 hari itu panen semangka. 800 pohon semangka menghasilkan 3 Ton. 3 Ton itu rata-rata laku 7 juta," ujarnya.
Wagirah yang kini sedang menam padi menceritakan bahwa di tanahnya tersebut satu kali panen padi bisa digunakan untuk menghidupi keluarganya selama satu tahun penuh.
"Satu kali panen padi itu bisa untuk makan sekeluarga dalam jangka setahun," ujarnya.
Kesuburan tanah di lahan konflik bandara tersebut juga bisa dilihat dari melimpahnya air yang terkandung dalam tanah. Para petani sanggup menanam sepanjang tahun walaupun itu di musim kemarau panjang.
"Di tanah kami air sumurnya melimpah. Di musim kemarau saja petani bisa mengairi tanaman dari air sumur," ujar Wagirah.
Bagi petani macam Wagirah, rencana pembangunan bandara internasional di kecamatan Temon tersebut membuat resah. Hal itu lantaran 2.875 KK yang terdiri 11.501 jiwa akan tercerabut dari kehidupannya sebagai petani.
Pembangunan bandara juga akan mengalih fungsikan lahan pertanian produktif seluas 637 hektar di kecamatan Temon yang terdiri dusun Macanan, Sidorejo, Kepek, Palihan, Bapangan, dan Glagah. Ratusan hektar lahan produktif itu akan beralih menjadi area industri penunjang infrastruktur bandara seperti stasiun.
"Aslinya kita belum dan tidak akan menerima uang ganti rugi lahan untuk bandara. Karena prinsipnya kita tidak jual tanah karena itu buat sumber kehidupan," ujar Wagirah.
Wagirah mengaku, bahwa tanah miliknya bersertifikat hak milik. Ia menyangkal jika area bandara beserta infrastrukturnya dibangun di area PA Ground seluruhnya.
"Kita itu punya sertifikat hak milik. PA ground itu hanya yang mepet laut selatan, " imbuhnya.
Wagirah juga menepis wacana yang mengatakan kalau jika bandara dibangun maka lapangan pekerjaan bagi warga berdampak akan terbuka. Pasalnya, bagi para penduduk seperti Wagirah yang usianya di atas 40 tahun tidak mungkin dipekerjakan sebagai pegawai bandara.
"Statusnya sekarang ini, kita kan bukan pengaruhan. Kita itu petani yang berjasa membantu ketahanan pangan nasional," ujarnya.
Wagirah juga berpesan agar gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X agar memperhatikan jasa petani dalam menunjang produktivitas pangan. Ia berharap sosok Raja Yogyakarta tersebut meneladani ayah handanya yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang berpihak pada rakyat jelata.
"Kalau Jogja itu istimewa, harus memperhatikan rakyat. Tahta itu untuk rakyat, bukan untuk pemodal," imbuh Wagirah. (mdk/eko)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya