Warga segel tanah dan bangunan kantor Demokrat di Banda Aceh
Merdeka.com - Warga Desa Lueng Bata, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh protes dan menyegel tanah wakaf yang diduga dijual tanpa kesepakatan perangkat desa tersebut. Tanah wakaf tersebut saat ini sudah dibangun kantor Partai Demokrat (PD) Provinsi Aceh.
Warga memasang spanduk warna putih bertuliskan 'Tanah Ini Adalah Milik Wakaf Gampong Lueng Bata' di depan kantor tersebut, yang sedang proses pembangunan. Selain itu warga juga memasang pagar kawat sebagai bentuk protes atas penjualan tanah wakaf tersebut.
Tuha Peut (Majelis Permusyawaratan Desa) Lueng Bata, Anisrullah mengaku tanah tersebut mulanya memang sudah dibebaskan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh. Pembebasan tanah ini mulanya diperuntukkan untuk kepentingan umum.
-
Apa tujuan warga demo? Dilansir dari akun Instagram @merapi_uncover, mereka mengadakan arak-arakan itu dengan tujuan 'Mberot Jalan Rusak' di sepanjang Jalan Godean.
-
Bagaimana masyarakat sekitar memanfaatkan lahan di Desa Wisata Danau Diateh? Dengan suhu yang relatif dingin, masyarakat sekitar sangat memanfaatkan lahan hijaunya untuk dijadikan pertanian. Hampir 80% dari kawasan ini masih dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dikelola langsung oleh masyarakat sekitar.
-
Siapa yang meminta partisipasi masyarakat untuk memasang patok tanah? Raja Juli juga meminta partisipasi masyarakat untuk dapat membantu pemasangan patok supaya batas-batas kepemilikan tanah menjadi jelas sehingga dapat terhindar dari mafia tanah.
-
Kenapa konflik agraria di Tanjung Morawa memicu kerusuhan? Namun pasca kemerdekaan Indonesia, Deli Planters Vereeniging kembali dan ingin mengusir para penduduk yang sudah lama merawat tanah yang tinggalkannya tersebut. Penduduk yang sebagian besar petani itu menolak dan terjadilah konflik besar-besaran.
-
Siapa yang memberikan sertipikat tanah wakaf? “Pak Jokowi, Presiden Republik Indonesia, memiliki komitmen yang sangat kuat untuk memberikan kepastian tanah umat.
-
Kenapa warga demo jalan rusak? 'Ke mana uang pajak kami? Ke mana uang pajak kami? Bertahun-tahun kami merasakan jalan rusak yang seperti ini,' seru sang orator dalam sebuah video yang diunggah lewat Instagram @merapi_uncover.
"Tanah wakaf itu sebenarnya tidak boleh diperjualbelikan, tetapi kalau untuk kepentingan umum boleh," kata Anisrullah kepada wartawan, Rabu (13/5).
Penjualan tanah wakaf untuk kepentingan umum, jelasnya, ada syaratnya yaitu boleh dijual dengan cara tukar guling. Kalau bukan kepentingan umum harga yang sesuai dengan standar atau harga normal. Akan tetapi dalam kasus ini, tanah tersebut kemudian dipergunakan bukan untuk kepentingan umum.
Anisrullah meminta Pemkot Banda Aceh harus bertanggung jawab terkait sengketa tanah wakaf tersebut. Karena Anis menduga ada permainan dengan penjualan tanah tersebut, karena tanah itu dijual pada pihak ketiga, bukan untuk kepentingan umum seperti perluasan jalan.
"Harusnya kalau bukan untuk kepentingan umum, tanah seluas 560 meter ini harga Rp 6 juta per meter, bukan hanya Rp 1,2 juta per meter," tukasnya.
Hal yang membuat warga meradang, jelasnya, penjualan tanah wakaf tersebut hanya dilakukan sepihak. Semestinya ada kompromi dengan perangkat desa seperti Badan Azis, Tuha Peut, Kepaka Desa dan tokoh masyarakat yang mengerti tentang tanah itu.
"Pembangunan kantor ini tidak ada koordinasi apapun dengan kami, dulu pernah anak muda pernah tuliskan untuk kembalikan tanah wakaf ini," imbuhnya.
Katanya, aksi penyegelan oleh warga hari ini agar meminta diberikan penjelasan status tanah ini. Apa lagi masyarakat telah lama menunggu hingga delapan bulan administrasi jual-beli tanah tersebut.
Anisrullah memang tidak menampik penjualan tanah ini diketahui camat dan ditandatangani oleh Tgk Imam (sesepuh kampung) sementara atas nama Asnawi MA. Namun Anis mengaku semua transaksi penjualan tanpa sepengetahuan masyarakat setempat.
"Bahkan kami sempat datangi camat dan dijelaskan ini untuk kepentingan umum," imbuhnya.
Sementara itu Tgk Imam yang menandatangani surat perjanjian jual-beli tanah wakaf itu, Tgk Asnawi MA mengatakan tidak mengetahui penjualan tanah ini diperuntukkan untuk pembangunan kantor PD.
"Perjanjian memang rumah sakit, kalau untuk Partai Demokrat saya tidak tau," jelas Asnawi MA.
Lanjutnya, pada saat penjualan melibatkan kepala desa dan camat pada tahun 2012 lalu. "Saya tidak mungkin jual sendiri, lebih besar mereka dengan saya. Karena mereka sudah teken, saya teken juga," ungkapnya.
Asnawi bahkan mengaku setelah penjualan tanah wakaf tersebut tidak sedikit pun menerima uang hasil penjualan tersebut. Harga tanah yang dijual seluas 560 meter ditambah harga bangunan dan tanaman sebesar Rp 728.938.760.
"Uang itu tidak ada sama saya, langsung dialihkan ke pihak lain," tutupnya. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada aksi yang kelima ini jumlah massa terlihat semakin sedikit dan anak-anak yang ikut juga semakin berkurang.
Baca SelengkapnyaPihak ahli waris tetap akan menutup sekolah hingga Pemkot Makassar mengganti rugi lahan tersebut
Baca SelengkapnyaSemua anggota BKSDA dan FZS Jambi sudah dievakuasi ke kantor polisi terdekat.
Baca SelengkapnyaSatpol PP bersama tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) menyegel satu unit bangunan di Garut, Jawa Barat, Rabu (3/7).
Baca SelengkapnyaWarga Nagari Air Bangis khawatir Proyek Strategi Nasional (PSN) akan membuat kehidupan mereka terancam.
Baca SelengkapnyaMereka menolak keras penggusuran Pulau Rempang. Mereka juga menuntut pemerintah agar menghentikan praktik perampasan tanah terhadap warga Pulau Rempang.
Baca SelengkapnyaPemerintah masih bersengketa dengan warga yang ingin menetap dan enggan meninggalkan wilayah IKN.
Baca SelengkapnyaBudi, salah seorang warga mengaku resah dan khawatir jika ada aktivitas tambang pasir
Baca SelengkapnyaRatusan warga Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, melanjutkan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar, Jalan Sudirman, Padang, Rabu (2/8).
Baca SelengkapnyaRibuan warga asli melakukan transmigrasi demi pembangunan Waduk Sermo
Baca SelengkapnyaTagar 'All Eyes on Papua' menggema di media sosial setelah 'All Eyes on Rafah' digemakan oleh warganet untuk menyuarakan empati untuk warga Palestina.
Baca SelengkapnyaDalam aksinya mereka menuntut untuk menyikapi konflik lahan di Rempang.
Baca Selengkapnya