YLBHI: 48 Persen Pelaku Kasus Pelanggaran Hak Berekspresi Adalah Aparat Negara
Merdeka.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat 48 persen dari 351 kasus pelanggaran hak berekspresi dan berpendapat di Indonesia dilakukan oleh aktor atau aparat negara.
Direktur YLBHI, Asfinawati mengungkapkan,351 pelanggaran hak dan kebebasan sipil itu didominasi oleh pelanggaran hak berekspresi serta menyatakan pendapat di muka umum.
Berdasarkan catatan YLBHI dan kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia, pelanggaran terhadap hak berekspresi dan menyatakan pendapat di muka umum, meliputi pelanggaran hak berekspresi atau berpendapat secara lisan, pelanggaran hak menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa, pelanggaran hak berekspresi atau berpendapat secara digital, pelanggaran hak mencari dan menyampaikan informasi, serta pelanggaran terhadap data pribadi.
-
Apa yang dilakukan polisi tersebut? Penyidik menetapkan Bripka ED, pengemudi mobil Toyota Alphard putih yang viral, sebagai tersangka karena melakukan pengancaman dengan pisau terhadap warga.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran? IEG mendapati adanya indikasi venue-venue di beberapa kota yang melakukan pelanggaran, yang mana para pelaku usaha ini melakukan kegiatan nonton secara ilegal atau tanpa melakukan pendaftaran terlebih dahulu.
-
Siapa polisi yang melakukan pencabulan? Korban menceritakan kejadian pahit yang dialaminya. Oleh pelaku yang belakangan diketahui berinisial Brigpol AK diminta masuk ke sebuah ruangan.
-
Siapa yang dilaporkan ke polisi? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Siapa yang mengalami pelanggaran HAM? Abdul mengaku mendapat telepon dari kerabat di Shanghai pada September 2017. Menurut Abdul, kerabatnya itu mengabarkan bahwa adiknya diambil dari kamp konsentrasi warga Uighur di China.
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
"Hak-hak yang dilanggar terbanyak yakni hak kebebasan berpendapat atau berekspresi lisan yang mencapai 26 persen. Disusul hak sipil lainnya yakni demonstrasi 25 persen, lalu terkait perlindungan data pribadi 16 persen, dan mencari dan menyampaikan informasi 16 persen," katanya kepada merdeka.com, Selasa (16/2).
Asfinawati menambahkan, sebagian besar pelanggaran hak berekspresi dan berpendapat dilakukan oleh aktor atau aparat negara. Dia menyebutkan, kepolisian RI menjadi aktor pelaku pelanggaran utama.
Dia menyebut, ada pula keterlibatan militer. Sementara aktor non-negara mengambil porsi kecil dari seluruh pelanggaran yang terjadi.
"Dimana tampak keterlibatan institusi pendidikan dan ormas tertentu. Rinciannya, 48,16 persen pelaku pelanggaran hak berekspresi merupakan aparat negara, lalu 28,09 persen pelaku non aparat negara, dan sisanya 23,75 persen keduanya," ujarnya.
Sementara itu, kriminalisasi menempati urutan tertinggi dari modus pelanggaran hak berpendapat dan berekspresi hingga mencapai 52 persen. Lalu cyber bullying 6 persen, pembubaran paksa 9 persen.
"Lalu ancaman pemberian sanksi 18 persen, tidak diberikan hak informasi 12 persen, Pelanggaran KKB dan peretasan serta konten asusila tanpa izin hanya 2 persen," terang Asfinawati.
Selain itu, YLBHI mencatat, terdapat 48.565 orang dari 22 kasus pelanggaran hak politik. Modus pelanggaran politik tertinggi yakni modus menyembunyikan naskah kebijakan publik atau diskriminasi dalam partisipasi yang mencapai 40 persen. Disusul modus kriminalisasi yang mencapai 33 persen.
"Modus pelanggaran hak politik yang paling sedikit itu ijon politik hanya mencapai 7 persen, dan pembubaran aksi 20 persen dan pelakunya 50 persen negara dan on negara, 31,8 persen pelaku negara, dan 18,18 persen non negara," ungkapnya.
Dengan begitu, YLBHI dan 18 lembaga pegiat demokrasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia mendesak presiden Jokowi untuk mengevaluasi secara menyeluruh implementasi UU ITE. Termasuk mendorong aparat untuk memiliki pemahaman dan perspektif hak asasi manusia dan profesionalitas dalam menangani setiap perkara UU ITE.
Mereka juga mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI untuk merevisi ketentuan hukum acara pidana dalam UU ITE agar dapat menjamin adanya fair trial dan sinkronisasi dengan perubahan KUHAP ke depan. Salah satunya memperkuat judicial scrutiny atau izin pengadilan untuk melakukan upaya paksa.
"Desakan kepada Presiden Jokowi dan DPR RI untuk merevisi ketentuan mengenai kewenangan pemerintah eksekutif yang terlalu besar untuk melakukan pemutusan akses elektronik sebagaimana diatur dalam UU ITE," kata Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu.
Sebelumnya, Koalisi juga sudah mendesak presiden Jokowi untuk merealisasikan pernyataan yang disampaikan untuk melakukan revisi UU ITE dan mencabut seluruh pasal karet yang kerap kali menjadi alat mengkriminalisasi ekspresi dan pendapat oleh masyarakat.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komnas HAM menjelaskan 278 orang melaporkan institusi Polri
Baca SelengkapnyaDirektur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, aparat kepolisian kembali bersikap brutal kepada para pengunjuk rasa
Baca SelengkapnyaWahyu mengklaim bakal menyelesaikan masalah polisi korupsi.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memarahi Menteri Hukum dan HAM sekaligus Kader PDIP Yasonna Laoly.
Baca SelengkapnyaSalah satu laporan dibuat oleh Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi.
Baca SelengkapnyaJokowi mendorong Kejaksaan Agung memanfaatkan kewenangan tersebut secara profesional dan bertanggung jawab.
Baca SelengkapnyaDewan Pers mengadakan riset Indek Kemerdekaan Pers untuk Tahun 2023 secara nasional.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik dengan persentase 69%. Disusul Polri 67%, pengadilan 66%, MK 64%, dan KPK 61%.
Baca SelengkapnyaAda satu kasus personel yang kini menjadi sorotan, yakni kasus Brigadir TO yang diduga melakukan aksi rudapaksa terhadap seorang mahasiswi.
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya menaikkan kasus Aiman Witjaksono terkait tudingan 'Polisi Tidak Netral' ke tahap penyidikan.
Baca SelengkapnyaMegawati Marahi Yasonna Laoly: Jadi Menteri Ngapain, Anak Buah Kita Ditarget Melulu
Baca SelengkapnyaPernyataan PPATK yang menyebut ada seribu anggota legislatif bermain judi online menjadi meluas membuat salah paham di antara DPR hingga MPR.
Baca Selengkapnya