Yusril sebut Perppu Ormas lebih kejam dari zaman Orba
Merdeka.com - Pakar hukum tata negara sekaligus kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra menilai terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang ormas merupakan bentuk otoriter dari pemerintah. Menurut Yusril, hal itu tercermin dari salah satu pasal dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang ormas tersebut.
"Dengan Perppu yang baru ini, Menkum HAM dapat membubarkan ormas semaunya sendiri. Ini adalah ciri pemerintahan otoriter. Dalam praktiknya nanti, presiden bisa secara diam-diam memerintahkan Menkum HAM untuk membubarkan ormas, tanpa Menkum HAM bisa menolak kemauan presiden," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7).
Pasal yang dimaksud Yusril dalam Perppu itu yakni 59 ayat (4) huruf c. Menurut dia, pasal itu memberikan luas pemerintah menilai suatu ormas berlawanan dengan paham Pancasila.
-
Siapa yang ingatkan OJK? Menanggapi hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin ingatkan OJK untuk tetap berhati-hati.
-
Apa yang DPR ingatkan OJK? 'Menurut kami, rencana pencabutan moratorium ini harus dilakukan secara hati-hati dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif.
-
Siapa pemimpin Orde Baru? Orde Baru merujuk kepada masa pemerintahan Soeharto yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
-
Siapa saja yang menjadi korban kekejaman Orde Baru? Mirisnya, pasca tragedi 1965, banyak umat Buddha di kampung Sekar Gadung serta umat agama lain yang bersinggungan dengan ajaran kejawen menjadi korban kekejaman pemerintah Orde Baru.
-
Kenapa Orde Baru dibentuk? Orde Baru sendiri terbentuk karena dipengaruhi beberapa peristiwa bersejarah di Indonesia antara lain: Terjadinya Peristiwa G30S PKI Keadaan Indonesia kala itu menjadi semrawut tidak karuan. Banyak terjadi pembunuhan, penculikan, dan lain sebagainya.
-
Kapan Orde Baru dimulai? Dan sejak saat itulah dimulainya masa Orde Baru oleh kepemimpinan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
"Terhadap ormas yang melanggar pasal di atas dijatuhi sanksi administratif dan atau sanksi pidana. Jadi bisa dikenakan salah satu atau kedua-duanya," ujar Yusril.
Yusril mengatakan, sanksi administratif bagi ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kemenkum HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Perppu ini adalah pencabutan status badan hukum. Menurut Yusril, pencabutan status badan hukum tersebut sesuai Pasal 80A Perppu pembubaran ormas sekaligus disertai dengan pernyataan pembubaran ormas tersebut.
"Semua proses di atas berlangsung cukup dilakukan oleh Menkum HAM, baik sendiri ataupun meminta pendapat pihak lain. Tetapi proses pembubaran ormas tersebut dilakukan Menkum HAM tanpa proses pengadilan. Inilah esensi perbedaan isi Perpu ini dengan UU Nomor 17 Tahun 2013, yang mewajibkan Menkum HAM untuk lebih dulu meminta persetujuan pengadilan jika ingin membubarkan ormas. Ormas yang akan dibubarkan itu berhak untuk membela diri di pengadilan," kata Yusril.
Ketum PBB itu menambahkan, pasal 59 ayat 4 itu pun mengatur pengurus ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila bakal diberi sanksi pidana kurungan lima tahun hingga 20 tahun serta sanksi tambahan sesuai dalam Pasal 82A ayat (2) dan ayat (3). Padahal menurut Yusril, sanksi tersebut sebelumnya tidak ada dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang ormas.
"Ketentuan seperti ini sepanjang sejarah hukum di negeri kita sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman Orla, Orba dan Reformasi belum pernah ada, kecuali di zaman Presiden Jokowi ini," kata dia.
Yusril melanjutkan, pemberian sanksi kurungan penjara itu tidak pernah ada sejak zaman orda lama maupun orde baru saat membubarkan parta politik yang dianggap bertentangan dengan Pancasila macam Masyumi dan PSI atau PKI. Dia melihat Perppu ini sengaja dibentuk untuk membidik ormas yang dibentuk sebagai anti-Pancasila untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh pemerintah.
"Ormas-ormas Islam dan juga ormas-ormas lain, termasuk yayasan dan LSM, justru harus bersatu melawan kehadiran Perppu yang bersifat otoriter ini, tentu dengan tetap menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional," pungkasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perpres ini ditandatangani Jokowi pada 22 Juli 2024.
Baca SelengkapnyaIUPK yang dikuasai oleh Badan Usaha milik ormas keagamaan tidak boleh dipindahtangankan.
Baca Selengkapnya"Pengawas pemilu sekarang ini adalah Bawaslu dulu penyelenggaraan pemilu kemendgari di zaman orde baru," kata Mahfud.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang.
Baca SelengkapnyaNusron melanjutkan, salah satu ciri orde baru lainnya adalah intelijen negara dipakai untuk menakut-nakuti orang.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Baca SelengkapnyaDin Syamsuddin memberikan catatan khusus terkait kebijakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Fadli Zon menilai masalah orde baru sudah selesai.
Baca SelengkapnyaHendro pun mengkritisi pihak-pihak yang bermoral rendah.
Baca Selengkapnyaturan ormas keagamaan bisa mengelola wilayah khusus izin usaha pertambangan (WIUPK) tertuang di Pasal 83A.
Baca Selengkapnya