Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

151 Organisasi Kompak Tolak Pengesahan RKUHP, Ini Poin-Poin Tuntutannya

151 Organisasi Kompak Tolak Pengesahan RKUHP, Ini Poin-Poin Tuntutannya Spanduk Besar Tolak RKUHP Membentang di CFD Bundaran HI, Polisi Bereaksi. ©2022 Merdeka.com/Bachtiarudin Alam

Merdeka.com - Sebanyak 151 organisasi masyarakat tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP kompak menolak pengesahan revisi KUHP. Mereka menilai, masih banyak masalah dalam draf RKUHP yang disahkan pada hari ini di Gedung Parlemen Senayan.

“RKUHP merupakan produk hukum negara yang lagi-lagi dibentuk oleh pemerintah dan DPR dengan tidak partisipatif dan tidak transparan,” tulis Aliansi Nasional Reformasi KUHP melalui siaran persnya, seperti dikutip Selasa (6/12).

Menurut mereka, draf terbaru dari RKUHP itu janggal karena baru dipublikasi pada tanggal 30 November 2022 dan masih memuat sederet pasal bermasalah yang selama ini ditentang oleh publik. Mereka meyakini aturan baru tersebut akan membawa masyarakat Indonesia masuk ke masa penjajahan oleh pemerintah sendiri.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP menemukan pasal-pasal yang terkandung dalam draf akhir RKUHP masih memuat pasal-pasal antidemokrasi, melanggengkan korupsi di Indonesia, membungkam kebebasan pers dan menghambat kebebasan akademik.

Selain itu, masih terdapat aturan yang mengatur ruang privat seluruh masyarakat, diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal, mengancam keberadaan masyarakat adat, dan memiskinkan rakyat.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP menegaskan, aturan tersebut lagi-lagi menjadi aturan yang tajam ke bawah, tumpul ke atas. Sebab, saat aturan berlaku maka diyakini akan mempersulit jeratan pada korporasi jahat yang melanggar hak masyarakat dan pekerja.

Poin Tuntutan

Aliansi Nasional Reformasi KUHP membuat risalah sebagai alasan menolak pengesahan yang berisi 12 tuntutan. Berikut rinciannya:

1. Pasal terkait living law atau hukum yang hidup di masyarakat

Aturan ini merampas kedaulatan masyarakat adat, frasa “hukum yang hidup di masyarakat” berpotensi menjadikan hukum adat disalahgunakan untuk kepentingan pihak tertentu. Selain itu, keberadaan pasal ini dalam RKUHP menjadikan pelaksanaan hukum adat yang sakral bukan lagi pada kewenangan masyarakat adat sendiri melainkan berpindah ke negara: polisi, jaksa, dan hakim. Ini menjadikan masyarakat adat kehilangan hak dalam menentukan nasibnya sendiri.

Selain mengancam masyarakat adat, aturan ini juga mengancam perempuan dan kelompok rentan lainnya. Sebagaimana diketahui, saat ini di Indonesia masih ada ratusan Perda diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok rentan lainnya.

2. Pasal terkait pidana mati

Banyak negara di dunia telah menghapus pidana mati karena merampas hak hidup manusia sebagai karunia yang tidak bisa dikurangi atau dicabut oleh siapa pun, bahkan oleh negara. Selain itu, banyak kasus telah terjadi dalam pidana mati yakni kesalahan penjatuhan hukuman yang baru diketahui ketika korban telah dieksekusi. Keberadaan pasal terkait pidana mati di RKUHP juga mendapat sorotan Internasional. Dalam Universal Periodic Review (UPR) setidaknya terdapat 69 rekomendasi dari 44 negara baik secara langsung maupun tidak langsung menentang rencana pemerintah Indonesia untuk mengesahkan RKUHP, salah satunya rekomendasi soal moratorium atau penghapusan hukuman mati.

3. Penambahan pemidanaan larangan menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum

Pasal ini berpotensi mengkriminalisasi setiap orang terutama pihak oposisi pemerintah karena tidak ada penjelasan terkait “paham yang bertentangan dengan Pancasila”. Pasal ini akan menjadi pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi di era orde baru.

4. Penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara

Pasal ini berpotensi menjadi pasal karet dan menjadi pasal antidemokrasi karena tidak ada penjelasan terkait kata “penghinaan”. Pasal ini bisa membungkam berpotensi digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan lembaga negara.

5. Contempt of court

Tidak ada penjelasan yang terang mengenai frasa “penegak hukum” sehingga pasal ini berpotensi mengkriminalisasi advokat yang melawan penguasa. Sebagaimana diketahui, terjadi banyak kasus di persidangan yang menunjukkan bahwa hakim berpihak kepada penguasa. Selain itu, pasal ini juga mengekang kebebasan pers karena larangan mempublikasi proses persidangan secara langsung.

6. Kohabitasi atau hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan

Tidak ada penjelasan terkait “hidup bersama sebagai suami istri”. Pasal ini berpotensi memunculkan persekusi dan melanggar ruang privat masyarakat.

7. Penghapusan ketentuan yang tumpang tindih dalam UU ITE

Seharusnya yang dilakukan adalah mencabut seluruh ketentuan pidana dalam UU ITE yang duplikasi dalam RKUHP, tidak hanya pada Pasal 27 ayat(1), 27 ayat (2), dan 28 ayat (2) UU ITE seperti (a) Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU ITE; (b) Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE; (c) Pasal 29 UU ITE.

Selain itu, frasa “melakukan melalui sarana teknologi” sebagai pemberat menjadikan hal ini berbahaya karena misalnya, seseorang yang terkena ancaman pidana fitnah, bisa mendapat tambahan pidana dengan adanya frasa ini.

8. Larangan unjuk rasa

Pasal ini seharusnya memuat definisi yang lebih ketat terkait “kepentingan umum” karena frasa ini berpotensi menjadi pasal karet yang bisa mempidana masyarakat yang melakukan unjuk rasa untuk menagih haknya. Selain itu, frasa “pemberitahuan” seharusnya perlu diperjelas dan bukan merupakan izin, sehingga hanya perlu pemberitahuan saja ke aparat yang berwenang dan tidak ada pembatasan tiga hari sebagaimana janji pemerintah.

9. Memutihkan dosa negara dengan penghapusan unsur retroaktif pada pelanggaran HAM berat

Dalam naskah terakhir dari RKUHP, negara menerapkan asas non-retroaktif, artinya kejahatan di masa lalu tidak dapat dipidana dengan peraturan baru ini. Dengan diaturnya pelanggaran HAM berat di RKUHP menandakan bahwa segala pelanggaran HAM berat masa lalu dan semua pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya RKUHP tidak dapat diadili. Selain itu, masa daluarsa yang diatur di RKUHP juga terlalu singkat, padahal pelanggaran HAM berat mustahil untuk diselesaikan dalam waktu yang sebentar, apalagi para pelakunya merupakan orang yang memiliki kuasa dan sumber daya lebih untuk menghambat proses hukum.

10. Mempidana korban kekerasan seksual

Adanya pasal yang mengatur kohabitasi berpotensi mempidanakan korban kekerasan seksual.

11. Meringankan ancaman bagi koruptor

Dalam draf RKUHP terakhir, ancaman terhadap koruptor terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera terhadap koruptor yang dimana tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang berdampak luas bagi masyarakat.

12. Korporasi sebagai entitas sulit dijerat

Draft RKUHP terakhir telah menambahkan syarat pertanggungjawaban korporasi. Namun, pertanggungjawaban korporasi masih dibebankan kepada pengurus. Kecil kemungkinannya korporasi bertanggung jawab sebagai entitas. Pengaturan seperti ini justru rentan mengkriminalisasi pengurus korporasi yang tidak memiliki kekayaan sebanyak korporasi dan pengurus dapat dikenakan atau diganti hukuman badan. Pengaturan ini juga rentan mengendurkan perlindungan lingkungan yang mayoritas pelakunya adalah korporasi.

Anggota Aliansi

Sebagai informasi, berikut total organisasi yang tergabung dalam aliansi tersebut:

1. YLBHI

2. LBH Jakarta

3. TrendAsia

4. BEM Kema Unpad

5. Greenpeace Indonesia

6. BEM SI Kerakyatan

7. HRWG

8. BEM UI

9. BEM STH Indonesia Jentera

10. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

11. Imparsial

12. KontraS

13. WALHI

14. ICEL

15. PBHI

16. HuMa

17. LBH Masyarakat

18. LBH Pers

19. Aslam Syah Muda

20. Bangsa Mahasiswa

21. YIFoS Indonesia

22. Transparency International Indonesia

23. BEM FH UI

24. Solidaritas Perempuan

25. AMAN

26. Amnesty International Indonesia

27. BEM KM UGM

28. ICJR

29. ELSAM

30. PSHK

31. Perkumpulan Rumah Cemara

32. BEM UPNVJ

33. Konfederasi KASBI

34. Serikat Mahasiswa Indonesia

35. Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR)

36. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia

37. Arus Pelangi

38. Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman

39. SGRC Indonesia

40. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

41. Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta

42. PurpleCode Collective

43. Pamflet Generasi

44. Perempuan Mahardhika

45. Enter Nusantara

46. LBH Bandung

47. Yayasan Perlindungan Insani Indonesia

48. LBH Surabaya

49. POKJA 30

50. Gerakan #BersihkanIndonesia

51. Koalisi Perempuan Indonesia

52. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)

53. Jaringan Akademisi Gerak Perempuan (JARAK)

54. DIALOKA

55. Asia Justice and Rights (AJAR)

56. LMID

57. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI)

58. Lingkar Studi Feminis (LSF)

59. Lingkar Studi Advokat (LSA)

60. Walhi Jakarta

61. Space UNJ

62. BEM FH UPN VJ

63. LBH Padang

64. HWDI DKI Jakarta

65. Suara Pelangi Bogor

66. Aliansi Persatuan Rakyat Bekasi (PERAK BEKASI)

67. Amartya

68. BEM FH Esa Unggul

69. WALHI Bengkulu

70. WALHI Kaltim

71. WALHI Jawa Timur

72. WALHI Yogyakarta

73. WALHI NTT

74. WALHI Jambi

75. WALHI Papua

76. WALHI Maluku Utara

77. WALHI Jawa Tengah

78. Sentra Gerakan Buruh Nasional

79. WALHI Sulawesi Tenggara

80. WALHI Sumatera Selatan

81. WALHI Jawa Barat

82. LBH Banda Aceh

83. LBH Medan

84. LBH Pekanbaru

85. LBH Palembang

86. LBH Padang

87. LBH Lampung

88. LBH Bandung

89. LBH Semarang

90. LBH Yogyakarta

91. LBH Surabaya

92. LBH Bali

93. LBH kalimantan Barat

94. LBH Samarinda

95. LBH Palangkaraya

96. LBH Makassar

97. LBH Manado

98. LBH Papua

99. Change.org Indonesia

100. Gerpuan UNJ

101. LBH APIK Jakarta

102. Swara

103. ASEAN SOEGIE Caucus

104. Savrinadeya Support-Group

105. BEM FH Unpad

106. SAFENet

107. LP3BH Manokwari

108. WALHI Kalimantan Tengah

109. WALHI Kepulauan Babel

110. WALHI Aceh

111. SKPKC Fransiskan Papua

112. AJI Ambon

113. AJI Balikpapan

114. AJI Banda Aceh

115. AJI Bandung

116. AJI Batam

117. AJI Bireun

118. AJI Bojonegoro

119. AJI Denpasar

120. AJI Gorontalo

121. AJI Jakarta

122. AJI Jambi

123. AJI Jayapura

124. AJI Jember

125. AJI Kediri

126. AJI Kendari

127. AJI Kupang

128. AJI Lampung

129. AJI Lhokseumawe

130. AJI Tanjungpinang

131. AJI Makassar

132. AJI Malang

133. AJI Manado

134. AJI Mandar

135. AJI Mataram

136. AJI Medan

137. AJI Purwokerto

138. AJI Padang

139. AJI Palembang

140. AJI Palu

141. AJI Pekanbaru

142. AJI Bengkulu

143. AJI Langsa

144. AJI Pontianak

145. AJI Semarang

146. AJI Surabaya

147. AJI Surakarta

148. AJI Ternate

149. AJI Yogyakarta

150. AJI Kota Pangkalpinang

151. AJI Kota Samarinda

Reporter: M Radityo

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Gelombang Penolakan RUU Kesehatan
Gelombang Penolakan RUU Kesehatan

RUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.

Baca Selengkapnya
PKS Tolak RUU Kesehatan Karena Tidak Berpihak pada Rakyat
PKS Tolak RUU Kesehatan Karena Tidak Berpihak pada Rakyat

PKS menilai RUU Kesehatan justru menghilangkan mandatory spanding untuk kesehatan yang ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Baca Selengkapnya
Rapat Paripurna Sahkan RUU Kesehatan Digelar Besok
Rapat Paripurna Sahkan RUU Kesehatan Digelar Besok

Agenda Paripurna RUU Kesehatan akan diwarnai aksi unjuk rasa tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi.

Baca Selengkapnya
PDIP: Pembahasan Materi Muatan RUU Pilkada Cacat
PDIP: Pembahasan Materi Muatan RUU Pilkada Cacat

Hal itu dikatakan Masinton menanggapi pembahasan RUU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang berlangsung kilat.

Baca Selengkapnya
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada

PKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.

Baca Selengkapnya
RUU Pilkada Batal Disahkan Hari Ini!
RUU Pilkada Batal Disahkan Hari Ini!

Dasco pun tak bisa memastikan apakah rapat pengesahan revisi undang-undang Pilkada dapat digelar secepatnya atau tidak.

Baca Selengkapnya
VIDEO: DPR Tunda Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada 2024, Kejutan Alasannya
VIDEO: DPR Tunda Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada 2024, Kejutan Alasannya

Seharusnya, rapat tersebut dilakukan hari ini, Kamis (22/8) pukul 9.30 wib

Baca Selengkapnya
Bawaslu Wanti-Wanti DPR dan KPU Taati Putusan MK, Segera Sesuaikan UU Pilkada Soal Syarat Pencalonan Kepala Daerah
Bawaslu Wanti-Wanti DPR dan KPU Taati Putusan MK, Segera Sesuaikan UU Pilkada Soal Syarat Pencalonan Kepala Daerah

Bawaslu akan mengawasi dan memastikan akan ikut serta dalam rapat konsultasi terkait pembahasan revisi PKPU 8 Tahun 2024 di DPR.

Baca Selengkapnya
FOTO: Tolak Revisi UU Penyiaran, Organisasi Pers Gabungan Geruduk Gedung Parlemen
FOTO: Tolak Revisi UU Penyiaran, Organisasi Pers Gabungan Geruduk Gedung Parlemen

Ada tiga poin tuntutan organisasi pers pada aksi unjuk rasa ini.

Baca Selengkapnya
DPR Tunda Pengesahan RUU Pilkada, Ini Alasannya
DPR Tunda Pengesahan RUU Pilkada, Ini Alasannya

Rapat Paripurna DPR untuk mengesahkan RUU Pilkada sedianya digelar pada pukul 09.00 WIB.

Baca Selengkapnya
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.

Baca Selengkapnya
Meski Ditolak PKS, RUU DKJ Tetap Jadi Usulan Inisiatif DPR RI
Meski Ditolak PKS, RUU DKJ Tetap Jadi Usulan Inisiatif DPR RI

PKS menilai Jakarta masih layak menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibu Kota.

Baca Selengkapnya