5 Orang ini sebut GBHN zaman Soeharto layak dihidupkan

Merdeka.com - Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk jangka waktu 5 tahun.
GBHN merupakan paduan pada era Presiden Soeharto , namun dengan adanya Amandemen UUD 1945 di mana terjadi perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya, UU No. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang).
Skala waktu RPJP adalah 20 tahun, yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasional.
Berikut lima orang yang setuju GBHN zaman Soeharto dihidupkan kembali:
BJ Habibie
Mantan Presiden Baharuddin Jusuf (BJ) Habibie menginginkan penerapan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dapat dihidupkan kembali sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. GBHN pernah diterapkan dalam era pemerintahan Presiden Soeharto."Saya meminta agar Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pernah diterapkan pada era pemerintahan Presiden Soeharto agar dihidupkan kembali," kata BJ Habibie dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Minggu (26/1).
Politikus Gerindra Martin Hutabarat
Pra era reformasi bergulir, setiap bangsa Indonesia pasti diingatkan dengan yang namanya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan arahan kebijakan berjalannya sebuah negara bernama Indonesia. Namun, pasca reformasi, GBHN seperti tenggelam sama 'nasib'nya dengan Pancasila yang seperti terlupakan.Menurut Ketua Fraksi Gerindra MPR RI Martin Hutabarat, masalah bangsa ini salah satu yang terbesar memang tidak adanya panduan ke arah mana bangsa ini akan bertuju. Tidak ada haluan baku untuk memandu berjalannya negara ini secara konsisten sampai kepada cita-citanya."Miris, kita sudah menghilangkan GBHN dan hanya menggantinya dengan program calon Presiden dalam kampanye itulah yang dijalankan selama lima tahun jika Presiden terpilih. Sedangkan masa 'berlaku' jabatan Presiden hanya lima tahun saja. Faktanya yang dibutuhkan Indonesia adalah program pembangunan bangsa yang bisa berlaku panjang 25 tahun atau 30 tahun ke depan, bukan hanya sebatas lima tahun saja," ujarnya, dalam diskusi '4 Pilar Goes To Campus', di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Medan, Sumatera Utara seperti dilansir Antara, Senin (4/3).
Ketua MPR Sidarto Danusubroto
Ketua MPR Sidarto Danusubroto menyarankan agar Garis Besar Haluan Negara (GBHN) kembali diberlakukan di Indonesia. Sebab, pasca-Reformasi, dia menilai, tidak ada evaluasi yang jelas atas hal yang telah dicapai oleh pemerintah."Dulu presiden selalu ada laporan pertanggungjawaban ke MPR, sekarang nggak ada. Padahal dari RT RW saja ada laporan pertanggungjawaban, masak yang menjalankan pemerintahan tidak ada pertanggungjawaban?" kata Sidarto usai menghadiri upacara HUT PDIP di sekretariat PDIP DI Yogyakarta, Jumat (10/01).Sidarto mengkritik pemerintah yang selalu berganti-ganti kebijakan tanpa ada satu tujuan yang jelas. "Begitu ganti pemerintahan, ganti arah lagi kita jadi tidak bisa melihat bagaimana 20 sampai 100 tahun ke depan bangsa ini," jelasnya.
Anggota DPD RI, GKR Hemas
Anggota DPD RI, GKR Hemas menyampaikan mengembalikan GBHN menjadi agenda prioritas yang perlu segara dilaksanakan. Sebab, dengan dihilangkannya GBHN, pemerintahan cenderung berjalan sesuai dengan selera partai yang berkuasa."Sepuluh tahun ini tidak tolak ukur keberhasilan pemerintah, tidak ada evaluasi sejauh mana pemerintah sudah melangkah untuk memajukan Indonesia," pungkas GKR Hemas saat menggelar konferensi pers di Kraton Kilen.Menurut istri Sultan HB X ini, DPD RI bekerja sama dengan MPR RI kini tengah menggodok rencana untuk mengembalikan GBHN sebagai pedoman berjalannya pemerintahan dalam jangka panjang."Semoga setelah tahun ini kita bisa kembali menerapkan GBHN," ujarnya.
Prof Dr Sofian Effendi
Penghapusan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam menentukan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinilai sebagai kesalahan fatal. Jika kesalahan tersebut tidak segera dikoreksi, cita-cita bangsa menjadi ekonomi ketiga Asia diyakini hanya sebatas mimpi semata.Sejumlah pakar yang tergabung dalam Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS) mengusulkan agar GBHN dihidupkan kembali. Sebab, tanpa pedoman jangka panjang, pembangunan Indonesia sulit diharapkan dapat berkesinambungan.Ketua HIPIIS yang juga Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Dr Sofian Effendi meminta agar penghapusan GBHN dikoreksi kembali. Karena, dia menilai, GBHN mampu menjadi jalan keluar terhadap ancaman di masa yang akan datang."Jika tidak dikoreksi, Indonesia akan menghadapi ancaman yang sangat besar yakni masuk dalam jebakan negara pendapatan menengah," ujar dia seusai mengikuti Seminar dan Kongres ke-9 organisasi tersebut di Solo, Jawa Tengah, Rabu (23/10).
Baca juga:Detik-detik meninggalnya Pak Harto 6 tahun laluMalari, perlawanan terhebat pertama terhadap Orde BaruYayasan milik Soeharto jadi noda hitam pemberantasan korupsiDefisit neraca perdagangan terjadi sejak zaman SoehartoPara 'pangeran' titisan Orba yang masih perkasa (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya