Agung Laksono minta kesalahan Setnov harus dibuktikan dahulu
Merdeka.com - Ketua Umum Golkar Munas Ancol Agung Laksono meminta agar kasus yang menimpa Ketua DPR Setya Novanto dilandasi dengan asas praduga tak bersalah. Dia juga mengimbau agar Mahkamah Kehormatan Dewan menangani kasus ini secara terbuka.
"Harus dibuktikan dulu jangan memaksa. Karena itu sidangnya harus terbuka," Ujar Agung Laksono saat menghadiri syukuran HUT ke-58 Kosgoro 1957, Jumat (20/11).
Jika memang Setya Novanto terbukti bersalah, kata dia, tentu ada sanksi yang akan dijatuhkan kepada ketua DPR tersebut. Menurut Agung kasus ini merupakan skandal kesalahan besar.
-
Apa yang dikatakan Agus Rahardjo tentang Jokowi dan kasus Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa menteri Jokowi yang terlibat korupsi? Para Menteri Jokowi yang Terjerat Kasus Korupsi Dua periode pemerintahan Presiden Jokowi setidaknya ada bebarapa menteri yang terjerat kasus korupsi.
-
Kasus korupsi apa yang dilakukan menteri Jokowi? Mantan Menpora Imam Nahrawi Terbukti menerima suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran (TA) 2018
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Siapa yang disebut Jokowi sebagai sosok yang keliru? “Karena ia percaya sumber daya planet bumi terbatas. Akan tetapi, ternyata Thanos keliru.“
Namun jika Setya Novanto terbukti tidak bersalah maka nama baiknya harus dipulihkan. Yaitu dengan cara mendeklarasikan bahwa Setya Novanto terbukti tidak bersalah atas dugaan pencatutan nama presiden.
"Tentu jika memang terbukti dan divonis bersalah pasti akan dijatuhi sangsi. Jika tidak terbukti maka (namanya) harus dipulihkan," ujarnya.
Perihal banyaknya desakan agar ketua DPR dari fraksi Partai Golkar tersebut mundur dari jabatannya, dia berkomentar jika memang ada aturan yang mengharuskan Setnov untuk mundur maka sepatutnya aturan tersebut dilakukan.
Kendati demikian Agung menilai jika sejauh ini Setnov belum dinyatakan bersalah maka tidak wajib untuk mundur dari jabatannya untuk saat ini. Agung juga menambahkan, selain mengedepankan asas praduga tak bersalah ia juga mengatakan agar MKD cepat menggelar sidang kasus ini agar tidak terjadi turbulensi dalam politik ataupun legislasi.
"Makanya MKD harus cepat, biar tidak terjadi turbulensi di politik dan bisa memperbaiki citra legislasi," pungkasnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mahfud yakin TNI akan mengganjar hukuman tegas untuk prajurit yang bersalah.
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaDisusul dengan permintaan maaf Johanis ke TNI dengan menyebut penyelidiknya khilaf saat OTT (Operasi Tangkap Tangan) kasus dugaan suap di Basarnas.
Baca SelengkapnyaAkmaludin Nugraha, caleg yang juga anggota DPRD Kabupaten Tangerang periode 2019-2024 menduga telah terjadi penggelembungan suara yang dilakukan caleg partainya
Baca SelengkapnyaDirektur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menegaskan KPK tidak takut dengan laporan tersebut
Baca SelengkapnyaKPK juga menegaskan bisa mengetahui kebenarannya lewat rekaman kamera pengawas atau CCTV
Baca SelengkapnyaKomandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko buka suara mengenai kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaPDIP menyarankan pembuktian kesaksian mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal dugaan intervensi Presiden Jokowi di kasus E-KTP.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaMenurut Faisal, apa yang disampaikan oleh Agus Rahardjo tidak disertai dengan bukti-bukti otentik dan berdasarkan fakta-fakta hukum.
Baca SelengkapnyaBuntut pernyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang menyebut penyelidik khilaf dalam OTT yang melibatkan Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaMenurut Ketut, penyidik masih terus mendalami sejumlah pihak.
Baca Selengkapnya