Amandemen UUD 1945, Anggota DPD Minta Pasal Presidential Threshold Dihapus
Merdeka.com - Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha menuntut agar amandemen pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 memasukkan agenda penghapusan pasal terkait ambang batas presiden atau presidential threshold.
Ia mengatakan kendati pimpinan MPR telah menegaskan bahwa amandemen UUD 1945 tidak akan memasukkan pasal ihwal masa jabatan presiden, namun menurutnya hal itu harus disertai dengan revisi pasal-pasal tentang syarat calon presiden/wakil presiden.
Menurut Thaha, jabatan presiden harus terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia. Seluruh rakyat, tanpa kecuali, boleh mengajukan dirinya tanpa disaring dengan ambang pembatasan apa pun.
-
Kapan amandemen pertama UUD 1945 terjadi? Setelah amandemen pertama pada tahun 1999, pasal 7 UUD 1945 ditambahkan dengan ketentuan bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
-
Bagaimana masa jabatan presiden diatur sebelum amandemen? Sebelum amandemen, pasal 7 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali tanpa batasan periode.
-
Apa yang diusulkan Mentan Amran ke Presiden? Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengusulkan kepada presiden penambahan kuota pupuk bersubsidi.
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
-
Siapa yang pernah jadi anggota DPR RI? Sosok Romo Wisnoe yang begitu berpengaruh di tengah kelompok penghayat, menjadi magnet bagi partai politik saat itu. Sejumlah partai berebut menariknya menjadi anggota partai. Dan di era 1980-an, dia lolos menjadi legisltatif sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Golkar.
"Saya mengambil posisi berseberangan dengan Ketua MPR RI. Posisi ini saya ambil selama MPR RI tidak menjadikan penghapusan presidential threshold sebagai poin dalam amandemen UUD 1945. Seluruh anggota dan pimpinan DPD RI, selaku representasi wakil rakyat nirpartisan, seyogianya memiliki penghayatan dan gerak langkah yang sama dalam persoalan ini," katanya dalam keterangan tulis, Jumat (9/7).
"Yaitu, membuka ruang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia, serta meniadakan ganjalan presidential threshold, sebagai garis start untuk membawa kehidupan negara-bangsa ke era yang lebih baik," sambungnya.
Sikap berseberangan yang dimaksud Thaha adalah soal pernyataan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, pada 5 Juli 2021 lalu, yang hanya akan membahas dua pasal dalam rencana amandemen UUD tersebut, yakni soal pasal tentang pemberian kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN); serta penambahan ayat pada Pasal terkait kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN.
Thaha melanjutkan, presidential threshold menjadikan pengajuan calon pemimpin nasional sebagai kekuasaan hegemonik parpol. Ia mengakui bahwa parpol memang tidak terlarang. Kehadiran parpol bahkan merupakan keharusan dalam tatanan demokrasi.
"Namun kekuasaan yang menghegemoni oleh parpol tidak semestinya dibiarkan, terlebih pada konteks pencalonan presiden dan wakil presiden," tegasnya.
Presidential threshold yang dibiarkan hidup di dalam situasi sedemikian rupa, kata Thaha nantinya memang tetap akan bisa menghasilkan duet kepemimpinan nasional. Tapi presiden dan wapres dari sistem tersebut akan sejak dini mengalami defisit keterwakilan. Individu yang terpilih sebagai presiden akan menjadi sosok yang lebih merepresentasikan parpol, bukan sosok yang sungguh-sungguh merepresentasikan rakyat.
"Presiden semacam itu, betapa pun terpilih lewat mekanisme yang legal, saya khawatirkan tidak akan mampu mengeluarkan situasi serba membingungkan yang terasa semakin berat belakangan ini," ujarnya.
Saat ini, menurut Thaha bangsa Indonesia perlu untuk mendobrak hegemoni parpol. Supaya presiden yang terpilih nanti bukan mereka yang loyal ke parpol ketimbang rakyat.
"Kita harus menemukan individu-individu yang sungguh-sungguh menunjukkan komitmennya pada isu atau persoalan, bukan individu yang menonjolkan loyalitasnya pada partai," tandasnya.
Seperti diketahui, dalam Pasal 6 A UUD 1945 dijelaskan soal prasyarat WNI bisa diajukan sebagai presiden dan wakilnya. Di mana salah satu poinnya mesti didelegasikan oleh parpol. Berikut isi lengkapnya:
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Mahfud, amandemen UUD sudah pernah dilakukan.
Baca SelengkapnyaBaleg DPR RI setuju RUU Wantimpres menjadi usulan inisiatif DPR.
Baca SelengkapnyaWacana amandemen UUD 1945 dihembuskan Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPD La Nyalla
Baca SelengkapnyaMenurut Airlangga, semua fraksi di DPR termasuk parpol yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM) di parlemen sudah menyetujui.
Baca SelengkapnyaJokowi buka suara soal mengenai perubahan Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Baca SelengkapnyaMuhaimin Iskandar alias Cak Imin menyatakan mendukung wacana amendemen UUD 1945 yang belakang ramai digaungkan MPR.
Baca SelengkapnyaAdanya treshold selama ini menyebabkan antara pilihan rakyat dan calon.
Baca SelengkapnyaDalam momen tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan jika pimpinan MPR tidak mengucapkan kata untuk memutuskan amandemen UUD 1945.
Baca Selengkapnya"menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah Pemilu," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaBamsoet membantah pihaknya telah memutuskan bahwa pemilihan presiden akan dilakukan oleh MPR
Baca SelengkapnyaKegiatan tertutup ini dilakukan di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat.
Baca SelengkapnyaMekanisme pemilihan langsung presiden oleh rakyat dinilai masih lebih baik
Baca Selengkapnya