Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Anggota DPR: Masyarakat rela kok beli meterai buat pemimpin mereka

Anggota DPR: Masyarakat rela kok beli meterai buat pemimpin mereka Pemungutan suara Pilpres di Jatinegara. ©2014 merdeka.com/imam buhori

Merdeka.com - Anggota Komisi II DPR Diah Pitaloka, menilai sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengancam tidak mengikuti Pilgub DKI karena ada syarat meterai dalam surat dukungan sebagai sikap yang terlalu reaktif. Mengingat perubahan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih berupa rancangan.

"Pak Ahok enggak usah terlalu reaktif dan mikirin diri sendiri, enggak memikirkan konteks lebih luas. Aturan pemberian meterai itu bukan cuman buat DKI saja. Ini lebih kepada kepentingan nasional, dan melindungi hak suara masyarakat," jelasnya saat dihubungi, Jakarta, Jumat (22/4).

Untuk diketahui, dalam perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan kepala daerah ditambahkan satu ayat yang menginginkan surat pernyataan dukungan terhadap calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah ditambahkan meterai.

Orang lain juga bertanya?

Dalam Pasal 14 ayat 8 disebutkan bahwa meterai dibubuhkan pada perseorangan, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan atau meterai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa.

Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan, penggunaan meterai dalam memberikan dukungan tidak dimaksudkan memberatkan calon perseorangan. Sebab ide ini muncul untuk melindungi hak suara masyarakat. Tidak dapat dipungkiri ada oknum-oknum yang mencari celah dalam kesempitan dengan menjual KTP.

"Bisa aja ada oknum yang jual KTP di kelurahan, jadi calo aja. Makanya perlu meterai untuk memberikan kekuatan hukum pada masyarakat yang mendukung calon perseorangan, jadi enggak bebanin Pak Ahok. Ini murni untuk melindungi si pendukung," tegasnya.

Menurut Diah, Ahok juga tidak perlu memikirkan akan mengeluarkan biaya besar. Jika masyarakat murni mendukung, pasti tidak akan ada masalah mereka membeli meterai demi pemimpin yang sesuai hati nuraninya.

"Kalau enggak ada mobilisasi massa kan enggak akan keluar biaya besar. Masyarakat pasti rela kok beli meterai buat pemimpin mereka, jika itu benar dukungan datang dari hati ya," tutupnya.

Sebelumnya, Ahok menilai usulan KPU cukup memberatkan pasangan calon yang maju melalui jalur perseorangan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Misal Daftar Pemilih Tetap di Jakarta adalah 532.213 orang. Dengan menggunakan meterai Rp 6000, maka setiap pasangan calon yang maju melalui jalur perseorangan harus menyiapkan dana Rp3,1 miliar hanya untuk DPT.

Ahok merasa usulan KPU itu pemborosan. Dia yang maju melalui jalur perseorangan merasa diberatkan dengan usulan tersebut. Ahok menyatakan tidak masalah bila dirinya, tidak maju di Pilkada DKI 2017.

"Kalau semua pendukung pakai meterai, kalau sejuta itu, Rp 6 miliar loh. Duit dari mana? Kalau dia bilang tidak bisa ikut karena meterai, ya sudah tidak usah ikut," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (20/4).

Sementara itu Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menegaskan bahwa pihak sudah membatalkan ketentuan lembar dukungan bermeterai untuk calon independen.

Pembatalan ini dilakukan setelah KPU mendengarkan masukan dari berbagai pihak saat uji publik draf Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 terkait Pencalonan Kepala Daerah.

“Gagasan itu tidak kami teruskan, setelah kami putuskan dalam rapat pleno setelah melakukan uji publik, untuk tidak kami teruskan. Kalau toh, nanti ada perubahan PKPU, tidak ada lagi pasal yang mengharuskan pernyataan dukungan orang-perorangan terhadap bakal pasangan calon independen itu yang dibubuhi dengan meterai,” ujar Hadar saat dihubungi Rabu (20/4).

Hadar mengakui gagasan lembar dukungan calon perseorangan bermeterai merupakan gagasan dari KPU sendiri dalam rangka memperbaiki aturan selama ini. Namun, apa yang digagas oleh KPU, kata dia, baru draf yang harus diuji-publik-kan terlebih dahulu.

"Seperti draf PKPU selama ini, kami selalu melakukan uji publik sebelum menetapkan PKPU tersebut. Setelah mendengarkan masukan dari masyarakat yang cukup baik, mendasar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, kami pertimbangkan dan kami telah membatalkan ketentuan dukungan bermeterai," jelas Hadar.

(mdk/bal)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Perludem Ungkap Pola Praktik Jual Beli Suara
Perludem Ungkap Pola Praktik Jual Beli Suara

Praktik curang itu tetap bisa terjadi meskipun pemilih menggunakan hak suaranya.

Baca Selengkapnya
Tanggapi Dinamika Putusan MK, Puan Apresiasi Aspirasi Rakyat Atas RUU Pilkada
Tanggapi Dinamika Putusan MK, Puan Apresiasi Aspirasi Rakyat Atas RUU Pilkada

Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh elemen masyarakat yang telah memberikan aspirasi hingga menggelar aksi.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Arteria PDIP Telak Sindir Presiden Harus Tunduk MK Walau Sebulan Lagi Lengser
VIDEO: Arteria PDIP Telak Sindir Presiden Harus Tunduk MK Walau Sebulan Lagi Lengser

Arteria tegas mengatakan tidak ada penguasa yang bisa melawan konstitusi.

Baca Selengkapnya
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat

Ikhsan pernah melakukan penelitian saat pemilihan Walikota Serang, Banten tahun 2013 dan mendapati salah satu calon membayar Rp5 miliar.

Baca Selengkapnya
Jenis Surat Suara Pemilu yang Patut Diketahui, Simak Penjelasannya
Jenis Surat Suara Pemilu yang Patut Diketahui, Simak Penjelasannya

Surat suara bukan hanya secarik kertas, melainkan sebuah instrumen demokratis yang menggambarkan kehendak rakyat.

Baca Selengkapnya
Ditemui Arteria Dahlan-Masinton, Mahasiswa Bersikeras Ingin Bertemu Pihak Berwenang Batalkan RUU Pilkada
Ditemui Arteria Dahlan-Masinton, Mahasiswa Bersikeras Ingin Bertemu Pihak Berwenang Batalkan RUU Pilkada

Politikus PDIP Arteria Dahlan dan Masinton Pasaribu keluar Gedung DPR untuk menemui demonstran.

Baca Selengkapnya
Situasi Terkini di Depan Gedung DPR: Gerbang Dijebol hingga Ledakan Petasan Menggema, Dibalas Watercannon
Situasi Terkini di Depan Gedung DPR: Gerbang Dijebol hingga Ledakan Petasan Menggema, Dibalas Watercannon

Aksi massa yang menuntut DPR untuk mematuhi Putusan MK terkait pencalonan kepala daerah dan batas usia calon kepala daerah.

Baca Selengkapnya