Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo, siapa lebih berpeluang di Pilpres 2019?
Merdeka.com - Ketum Gerindra, Prabowo Subianto hingga kini belum mendeklarasikan diri maju Pilpres 2019. Sejauh ini, Prabowo menyatakan hanya menerima mandat dari Gerindra dan diminta untuk mencari rekan koalisi.
Sementara gerakan #2019GantiPresiden sudah gencar dilakukan kubu oposisi yakni Gerindra dan PKS. Sayang, gerakan yang cukup mendapat sorotan kubu Joko Widodo (Jokowi) ini belum memiliki capres yang pasti.
Menguatnya popularitas #2019GantiPresiden menunjukkan masyarakat ingin pilihan alternatif dari dua kubu Jokowi dan Prabowo. Dengan kata lain, hastag tersebut tidak bisa lagi diklaim milik pendukung Prabowo, karena sebagian besar aktivis di belakang #2019GantiPresiden justru figur alternatif.
-
Bagaimana pemilu di Indonesia berkembang? Pemilu di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan dan evolusi sejak masa kolonial hingga era modern.
-
Siapa yang memimpin Indonesia saat pemilu pertama? Pada tahun 1955, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno mengadakan pemilihan umum pertama sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih representatif dan partisipatif.
-
Kapan pemilu presiden di Indonesia? Pada 2024 nanti, Indonesia akan dihadapkan pada dua pemilihan umum, pemilihan presiden pada Februari, dan pemilihan kepala daerah pada November.
-
Sistem demokrasi apa yang diterapkan di Indonesia sekarang? Demokrasi pada masa reformasi di Indonesia menunjukkan beberapa karakteristik yang penting. Salah satunya adalah kebebasan pers yang semakin berkembang seiring dengan reformasi politik yang terjadi.
-
Bagaimana cara demokrasi dijalankan di Indonesia? Dalam setiap pemilu, rakyat Indonesia memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka secara bebas dan adil. Pemilihan umum yang bebas dan adil ini telah membantu memastikan pergantian kekuasaan yang damai antara pemerintahan yang satu dengan yang lainnya.
-
Sistem pemilu apa yang dipakai di Indonesia saat ini? Sampai saat ini, sistem pemilu proporsional terbuka tetap diterapkan dalam pemilihan umum di Indonesia.
Analisa itu dikatakan oleh Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Dosen FISIP Universitas Al Azhar Indonesia, Zaenal A Budiyono. Menurut dia, ada dua nama kuat sebagai calon alternatif di kubu #2019GantiPresiden. Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo.
"Setidaknya ada dua nama (selain Prabowo) yang bisa dikatakan dekat secara politik dengan gerakan ini, yaitu Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan. Gatot memiliki modal sebagai mantan Panglima TNI, sementara Anies cukup banyak yang bisa dijual selama menjabat Gubernur DKI Jakarta," kata Zaenal dalam pesan singkat, Selasa (12/6).
Zaenal menjelaskan, sejak Pilpres 2004, Indonesia masuk ke dalam era demokrasi media. Ini bukan term akademik, melainkan fenomena empirik yang terjadi di Indonesia. SBY dan Jokowi, dua presiden hasil pilpres langsung memiliki banyak perbedaan. Namun persamaannya, keduanya mampu memanfaatkan media secara baik, yang pada akhirnya menghasilkan dampak elektoral.
SBY, kata dia, dikenal sebagai sosok yang cakap saat berbicara di media. Sementara Jokowi membawa media terus memburunya karena aksi-aksinya di lapangan yang berbeda dari banyak politisi lainnya.
Debat kandidat, menurut dia, juga akan mempengaruhi elektabilitas calon. Hal tersebut, lanjut dia, sudah terlihat saat Pilgub DKI 2017 yang membuat nama Anies Baswedan meroket mengalahkan calon kuat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Di Pilpres 2019, debat masih akan memberi pengaruh signifikan terhadap elektabilitas kandidat. Dalam kasus Gatot vs Anies, tanpa mengecilkan kemampuan debat Gatot, tampaknya Anies sedikit lebih unggul. Rekam jejak Anies di dunia aktivis, akademisi hingga politisi dan birokrat sangat dekat dengan tradisi debat. Sementara Gatot dengan latar belakang militer justru lebih dekat dengan tradisi komando. Kesimpulannya, sebagai aktivis Anies sedikit diuntungkan dengan sistem pemilihan langsung," jelas Zaenal lagi.
Tidak hanya dalam konteks demokrasi media, Zaenal melanjutkan, kinerja Anies selama memimpin Jakarta juga tak bisa dipandang sebelah mata. Ia bahkan sudah menyamai keberanian Ahok dalam menantang pemain-pemain lama di Ibukota.
Mulai dari menutup Alexis, menginvestigasi gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, hingga menghentikan proyek ratusan triliun, reklamasi teluk Jakarta. Semuanya adalah kasus-kasus raksasa yang tak mudah dilakukan oleh pemimpin kelas medioker. Meskipun, kata dia, Gatot bukan tidak punya prestasi selama menjadi Panglima TNI, namun sejauh ini tidak ada yang benar-benar monumental dan membekas di benak publik.
"Saya sebenarnya sangat tertarik dengan strategi pertahanan ala Pak Gatot yang berbasis perang memperebutkan sumber pangan dan proxy war. Ini merupakan pemikiran beyond military yang luar biasa. Namun konsep besar tersebut sepertinya belum tuntas dijalankan saat Gatot di pucuk pimpinan TNI," katanya.
"Akhirnya dengan berbagai variabel di atas, peluang Anies sedikit lebih besar untuk menang di era demokrasi media seperti sekarang ini," tutup Zaenal.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wacana duet Ganjar dan Anies merupakan komposisi yang menarik.
Baca SelengkapnyaCara yang dilakukan Anies merupakan upaya untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Baca SelengkapnyaKala itu, Anies berada di urutan terendah dalam survei. Akan tetapi, Anies justru terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan tidak khawatir mengenai elektabilitasnya yang selalu berada di urutan terbawah di antara capres lainnya
Baca SelengkapnyaDrone Emprit menganalisa sentimen positif dan negatif para Capres
Baca SelengkapnyaAnies tidak mau ambil pusing soal elektabilitasnya dari hasil survei belum mampu menyaingi Ganjar Pranowo dan Prabowo di Jatim.
Baca SelengkapnyaTiga bakal calon presiden 2024. Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto. Siapa yang paling sering dibicarakan di media sosial?
Baca SelengkapnyaLitbang Kompas menggelar survei tatap muka pada 29 November-4 Desember 2023.
Baca SelengkapnyaMenurut Demokrat, besarnya koalisi tidak menjamin kemenangan.
Baca SelengkapnyaDia menceritakan, bagaimana dulu Partai NasDem memilih untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok karena kinerjanya yang baik.
Baca Selengkapnya