Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Arsul Sani Sebut Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden dari Luar MPR

Arsul Sani Sebut Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden dari Luar MPR arsul sani. ©2019 Merdeka.com/hari ariyanti

Merdeka.com - Wacana perubahan masa jabatan presiden jadi tiga periode menuai pro dan kontra. Wakil Ketua MPR Arsul Sani menjelaskan, usulan tersebut adalah aspirasi dari pihak luar bukan dari MPR.

"Tiba-tiba sudah ada yang bicara tentang perubahan masa jabatan presiden. Jadi itu dari (pihak) luar," kata Arsul saat diskusi dengan tema 'Menyoal Periode Ideal Jabatan Presiden' di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11).

Arsul menjelaskan terkait hal tersebut belum dibahas sama sekali. Dia pun sempat menyinggung pernyataan mantan Kepala BIN AM Hendropriyono yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi satu periode dalam waktu delapan tahun. Dengan adanya usulan tersebut dia mengklaim tidak ada komunikasi antara pihaknya dengan Hendropriyono.

"Saya kira Pak Hendro via media saja. Tapi sejauh ini tidak ada komunikasi Pak Hendro dengan kami di MPR," sebut Arsul.

Masing-masing Fraksi Dukung Presiden Jabat Maksimal Dua Periode

Arsul menjelaskan saat ini beberapa fraksi di MPR masih mendukung sistem saat ini. Yaitu presiden menjabat selama lima tahun dan bisa dipilih maksimal dua periode.

"Presiden untuk lima tahun dan hanya bisa dipilih untuk satu kali masa jabatan lagi itu dipertahankan. Dan sejauh ini posisi fraksi-framsi di MPR itu sementara masih seperti ini," ungkap Arsul.

Tetapi kata dia, ada beberapa wacana yang menginginkan jabatan presiden dari dua hingga tiga periode. Seperti kata dia, PSI yang mewacanakan diubah dari satu periode menuju 7-8 tahun.

"Ya enggak salah (untuk dikaji). Itu lah wujud dari the living constitution," jelas Arsul.

MPR Sedang Tata Kewenangan MPR, hingga Penataan Sistem Presidensial

Arsul menjelaskan pihaknya kini sedang menata kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, penataan sistem presidensial, penataan kekuasaan kehakiman. Lima hal tersebut kata dia berpotensi akan dilakukan amandemen terhadap UUD.

"Keperluan memasukkan kembali yang namanya haluan negara, atau GBHN, atau apapun istilahnya, ke dalam UUD '45," ungkap Arsul.

Dia menjelaskan selama dua tahun pertama pihaknya akan membahas aspirasi publik terkait rekomendasi-rekomendasi tersebut. Salah satunya yaitu terkait penataan sistem presidensial

"Sebuah fakta ini kan menggelundung, ada diskursus, ada yang mengatakan itu enggak perlu disentuh, enggak perlu diubah," ungkap Arsul.

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP