Aturan verifikasi parpol dan keterwakilan perempuan di UU Pemilu juga digugat ke MK
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan kembali menggelar judicial review Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 pemilihan umum pada 5 September 2017. Kali ini, pasal yang digugat yakni menyangkut syarat verifikasi partai politik dan keterwakilan perempuan yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang melakukan gugatan terhadap pasal 173 ayat (3) juncto pasal 173 ayat (1) UU Pemilu dan Pasal 173 ayat (2) huruf E di UU Pemilu.
Kuasa hukum PSI Dini Shanti Purwono mengatakan, norma verifikasi partai diatur dalam pasal 173 ayat (3) juncto pasal 173 ayat (1) UU Pemilu. Ketentuan tersebut diskriminatif ketika hanya berlaku untuk partai baru. Dini menilai, verifikasi partai politik harus diberlakukan ke semua partai politik.
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
-
Apa perubahan UU Pemilu terbaru? Salah satu perubahan yang tercantum pada Undang Undang Pemilu terbaru ini adalah Pasal 10A yang mengatur pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di provinsi-provinsi baru.
-
Bagaimana UU Pemilu terbaru diubah? Undang Undang Pemilu tersebut terbit pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi Undang Undang yang lebih adaptif.
-
Siapa yang mengajukan gugatan sengketa Pilpres? Sementara gugatan sengketa Pilpres yang diajukan oleh Paslon nomor urut 2 ataupun 3 tidak menyentuh kepada perkara sengketa pemilu sebagaimana yang dimaksudkan di dalam undang-undang.
-
Apa yang ditetapkan KPU? 'KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menetapkan sebanyak 1.553 pasangan calon,' ujar Mellaz saat jumpa pers di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, Senin (23/9).
-
Apa yang diputuskan MK terkait sengketa Pileg PSI? Posisinya digantikan sementara Hakim Guntur Hamzah.'Kenapa ini didahulukan, karena menyangkut pihak terkait PSI maka ada hakim konstitusi yang mestinya di panel tiga untuk perkara ini tidak bisa menghadiri, oleh karena itu sementara digantikan panelnya oleh Yang Mulia Prof Guntur Hamzah,' kata Hakim Arief Hidayat di Gedung MK, Senin (29/4).
"Meski partai peserta Pemilu 2014 lalu sudah melakukan dan lolos dalam verifikasi partai, namun hal tersebut tidak menjamin bahwa partai politik tersebut masih tetap memenuhi persyaratan yang berlaku pada saat ini mengingat adanya dinamika dan perubahan yang terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Tidak hanya di internal partai, kondisi demografi Indonesia juga sudah berubah," ungkap Dini dalam siaran persnya, Selasa (29/8).
Misalnya, tambah Dini, faktor perubahan demografi penduduk, pemekaran daerah, dan perubahan kepengurusan di partai-partai politik dalam kurun waktu lima tahun sejak verifikasi terakhir dilaksanakan juga harus diperhitungkan.
Oleh karenanya, Dini berharap, MK bisa membatalkan ketentuan tersebut. Sehingga semua partai calon peserta pemilu diperlakukan sama. Untuk diketahui, agar bisa lolos sebagai peserta pemilu, partai harus memiliki sejumlah persyaratan. Di antaranya memiliki kepengurusan di semua provinsi, kepengurusan di 75 persen Kabupaten/kota, kepengurusan di 50 persen kecamatan, dan memiliki sekurang-kurangnya 1.000 anggota atau 1/1000 dari jumlah penduduk.
Selain norma terkait verifikasi partai yang hanya mewajibkan partai baru, PSI juga menggugat pasal 173 ayat (2) huruf E yang mengatur keterwakilan perempuan. Dini menjelaskan, syarat yang mewajibkan keterwakilan 30 persen perempuan hanya di kepengurusan pusat merupakan tindakan diskriminatif. Sebab, kans para 'srikandi' untuk terlibat aktif dalam kepengurusan di tingkat daerah menjadi terbatasi.
"Dengan kewajiban 30 persen keterwakilan di semua level kepengurusan, partai menjadi memiliki tanggung jawab untuk mengkader perempuan. Dengan pasal 173 ayat (2) huruf E yang ada sekarang kami jadi merasa tidak memiliki payung hukum untuk mendorong affirmative action, di mana keterwakilan perempuan harus terjamin," tegas Dini.
Dini menambahkan, ketentuan tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan pasal 245 di UU yang sama. Yakni, partai memiliki kewajiban mengalokasikan kursi calon legislatifnya ke perempuan sebanyak 30 persen. Nah, dengan minimnya jumlah perempuan di kepengurusan, upaya untuk memenuhi kuota tersebut akan menjadi sulit.
UU Pemilu yang baru disahkan mengabaikan hak dan kepentingan perempuan pada tingkatan provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Menurut Dini, perempuan dan laki-laki adalah sama-sama merupakan warga negara dan karenanya memiliki hak-hak kewarganegaraan dan hak politik yang sama di negara Indonesia.
"Tak boleh ada diskriminasi politik hanya karena perbedaan jenis kelamin, sebagaimana juga tidak dibenarkan diskriminasi terhadap perbedaan agama, suku, bahasa, kelas ekonomi, ras, dan lain-lain. Karena hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia secara universal dan juga UUD 45," ujarnya.
Pada kesempatan sama, Sekjen PSI, Raja Juli Antoni, menghargai dukungan sayap perempuan dari beberapa partai politik lain yang telah menyatakan dukungannya secara terbuka terhadap permohonan uji materi untuk kuota perempuan di kepengurusan partai hingga ke kecamatan tersebut.
"Kami mengajak seluruh partai lain untuk mendukung upaya konstitusional kami ini, kami siap bekerja sama untuk memastikan partisipasi perempuan dalam politik agar politik di negeri ini lebih manusiawi dan sejalan dengan rasa keadilan," ujar Raja Antoni.
Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hari ini (29/8) menerima surat Panggilan Sidang dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan Judicial Review (JR) Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945.
Surat Panggilan Sidang dari MK No 472.60/PAN,MK/8/2017 ditujukan kepada kuasa hukum PSI, Jaringan Advokasi Rakyat (Jangkar Solidaritas), yang terdiri dari; Surya Tjandra, Dini Shanti Purwono, Kamaruddin, Nasrullah Nur, Rian Ernest, Viani Limardi dan I Nengah Yasa Adi Susanto.
Sebelumnya, UU Pemilu juga telah digugat ke MK. Pasal yang digugat oleh ACTA adalah menyangkut pasal 222 yang mengatur tentang presidential threshold 20 persen. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin mengatakan pihaknya menetapkan ambang batas presiden sesuai UUD 1945.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus presidential threshold 20 persen bahan evaluasi menyusun UU Pemilu.
Baca SelengkapnyaAturan presidential threshold sering kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) 20 persen.
Baca SelengkapnyaYusril Ihza Mahendra mengungkapkan, bakal ada perubahan terhadap Pasal 222 UU No. 17 Tahun 2017 tentang presidential threshold
Baca SelengkapnyaLewat putusan ini, MK menghapus ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) 20 persen.
Baca SelengkapnyaMK memutuskan semua partai politik peserta pemilu memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan untuk menghapus ketentuan ambang batas pencalonan Presiden (presidential threshold) 20 persen.
Baca SelengkapnyaPSI tidak menanggapi lebih lanjut terkait sikapnya ke depan dalam Pilpres.
Baca SelengkapnyaMK mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.
Baca SelengkapnyaPutusan ini sesuai sidang dengan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis, 2 Januari 2025.
Baca SelengkapnyaMenkum memastikan revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) akan berpedoman pada lima rekayasa konstitusional yang telah diberikan MK.
Baca Selengkapnya