Bamsoet sebut KPU rampas hak warga negara larang eks napi korupsi jadi caleg
Merdeka.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tak melanggar undang-undang terkait rencana pelarangan terhadap mantan napi korupsi maju sebagai calon anggota legislatif. Menurutnya, KPU akan menabrak UU jika sampai membatasi hak warga negara untuk dipilih.
Bamsoet mengatakan, ikhtiar KPU menciptakan hasil proses demokrasi yang bersih bebas dari korupsi harus didukung. "Tapi bersikukuh menjegal mantan terpidana korupsi untuk menggunakan hak dasarnya sebagai warga negara untuk dipilih sebagai calon legislatif menurut saya kurang bijaksana," ujarnya, Senin (28/5).
Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur mantan napi yang sudah menjalani masa hukuman 5 tahun atau lebih boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama yang bersangkutan mengumumkan diri ke publik mengenai kasus hukum yang pernah menjeratnya. Selain itu, ada syarat lain yang harus dipenuhi eks napi korupsi yang mau menjadi caleg.
-
Siapa yang dilarang MK terlibat dalam sengketa Pilpres? Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan, sidang perdana sengketa pilpres 2024 yang akan digelar perdana esom hari hanya dihadiri depalan hakim MK tanpa Anwar Usman.
-
Siapa ketua DPR? Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin sampaikan apresiasi.
-
Siapa ketua KPU DKI Jakarta? Keputusan itu ditetapkan Ketua KPU DKI Wahyu Dinata pada Sabtu, 9 Maret 2024.
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Siapa yang dilaporkan melanggar aturan Pilpres? Kubu pasangan Calon Presiden nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar heran laporan dugaan pelanggaran pemilu terhadap Calon Wakil Presiden nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka tidak diproses.
-
Siapa yang menjadi Ketua DPR RI? Bahkan, lanjut dia, sudah diputuskan dan menjadi sebuah resolusi untuk mengapresiasi Ketua DPR RI Puan Maharani atas kepemimpinannya sebagai Chair dan Presiden AIPA 44th.
"Antara lain yang bersangkutan harus mendeklarasikan secara jujur bahwa dirinya mantan napi korupsi, tidak dicabut haknya oleh keputusan pengadilan, melewati jeda waktu lima tahun (jika tuntutan hukumannya di atas lima tahun, red), serta menunjukkan penyesalan dan berkelakuan baik selama menjalani tahanan serta tidak mengulangi perbuatannya," sebut Bamsoet.
Karena itu Bamsoet mengaku setuju dengan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang yang berpendapat agar mantan napi korupsi tetap diberi kesempatan menjadi caleg sepanjang memenuhi syarat dan telah menyesali perbuatannya. Sebab, tidak baik pula menghukum orang berkali-kali hanya karena satu kesalahan.
Menurut Bamsoet, jika KPU tetap bersikukuh melarang eks napi korupsi menjadi caleg maka hal itu malah melampaui kewenangan sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Apalagi dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi II DPR, pemerintah dan Bawaslu juga tak sepakat dengan usulan KPU.
"Sikap KPU tersebut terlampau berlebihan dalam membangun pencitraan lembaganya. Sebab UU sudah mengatur mengenai hak-hak seorang warga negara termasuk para mantan terpidana. Dan keputusan seseorang kehilangan hak-hak politiknya itu ada di pengadilan, bukan diputuskan dalam aturan yang letaknya di bawah UU," ujar Bamsoet.
Menurutnya, jika KPU masih bersikukuh mengeluarkan larangan bagi mantan napi korupsi untuk menjadi caleg maka hal itu sama saja melawan UU. "Atau kalau mau, kita amendemen saja dulu konstitusi kita agar KPU diberikan hak untuk membuat UU sendiri sekaligus melaksanakannya sendiri," cetus Bamsoet.
Selain itu, Bamsoet menegaskan, KPU sama saja merampas hak-hak dasar warga negara untuk dipilih jika tetap melarang eks napi korupsi maju sebagai caleg. Mantan ketua Komisi Hukum DPR itu menegaskan, mantan narapidana setelah menjalani hukuman dan kembali ke masyarakat maka hak dan kewajibannya sama dengan warga negara lainnya.
"Itu dijamin dalam konstitusi kita. Kecuali pengadilan saat memutus perkara memutuskan pencabutan hak politiknya. Soal apakah yang bersangkutan (caleg mantan napi korupsi, red) akan terpilih atau tidak, serahkan saja kepada masyarakat," pungkasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peringatan Firli ini merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 87/PUU-XX/2022.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR Fraksi Nasdem, Saan Mustofa meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) waspada adanya rezim di Pemilu maupun Pilkada.
Baca SelengkapnyaSyarat maju di Pilkada Jakarta semuanya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca SelengkapnyaHari ini, DPR menggelar rapat untuk mengebut Revisi UU Pilkada untuk mengesahkan aturan baru Pilkada.
Baca SelengkapnyaRapat Baleg itu disinyalir untuk menyiasati Putusan MK tersebut. Ada beberapa poin-poin Putusan MK yang coba disiasati DPR.
Baca SelengkapnyaMKD memutuskan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) terbukti melanggar kode etik.
Baca SelengkapnyaSekjen DPP PKB Hasanuddin Wahid menyesalkan keputusan Bawaslu dan KPU terkait dengan penetapan caleg terpilih meski sudah dipecat oleh partai.
Baca SelengkapnyaMenurut Masinton, semua fraksi di DPR akan menjadi saksi sekaligus pelaku rusaknya demokrasi di Indonesia atas pengabaian putusan MK
Baca SelengkapnyaMantan napi harus mempunyai jeda selama lima tahun setelah menjalani hukuman.
Baca SelengkapnyaMenurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.
Baca SelengkapnyaAwiek menagaskan, keputusan yang diambil baleg diperuntukkan seluruh rakyat Indonesia.
Baca SelengkapnyaPernyataan ini menanggapi putusan DKPP yang memberikan sanksi etik ke KPU.
Baca Selengkapnya