Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Benang kusut Golkar dan PPP terancam tak bisa ikut Pilkada serentak

Benang kusut Golkar dan PPP terancam tak bisa ikut Pilkada serentak Ilustrasi Pemilu. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Kisruh yang terjadi di internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berbuntut panjang. Bukan cuma berdampak pada para elite dan kader yang berebut kursi kekuasaan, tetapi juga terhadap proses penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2015.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan parpol yang bersengketa tidak bisa ikut pilkada jika belum berkekuatan hukum tetap atau islah. Sementara jalan islah yang ditempuh Golkar dan PPP menemui jalan buntu. Proses hukum masih terus berlanjut di pengadilan dan PTUN.

Sementara proses tahapan pemilu terus berjalan. KPU membuka pendaftaran peserta calon kepala daerah mulai Juli nanti. Waktu yang semakin mendesak ini membuat Golkar dan PPP terancam tak bisa ikut pilkada.

"Partai yang bisa ikut adalah yang punya SK Kemenkum HAM, tapi kalau ada sengketa bahwa SK itu tidak bisa digunakan maka parpol harus tunggu keputusan in kracht. Kalau in kracht itu belum ada maka sesegera mungkin parpol itu islah. Kalau islah enggak bisa maka enggak bisa ikut pilkada," kata anggota KPU Hadar Nafis Gumay di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/5).

Dua kubu di Golkar antara Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono saling klaim paling berhak ikut pilkada dan memilih calonnya di pilkada. Begitu juga dengan PPP antara kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy (Romi).

Kubu Ical telah menggugat kepengurusan Agung Laksono ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan PTUN. Sidang sedang berproses dan belum ada putusan yang in kracht. SK Menkum HAM Yasonna Laoly yang mengesahkan kubu Romi di PPP juga sudah dibatalkan oleh PTUN yang menangkan kubu Djan Faridz. Proses hukumnya masih berjalan karena Yasonna berencana banding.

Teranyar, DPR berencana melakukan revisi UU Pilkada dan UU Partai Politik demi menjawab semua persoalan yang terjadi ini. Panja Komisi II DPR merekomendasikan bahwa parpol yang bersengketa bisa ikut pilkada dengan putusan pengadilan terakhir sebelum pendaftaran kepala daerah di KPU.

"DPR seluruhnya kompak terkait ayat tiga. Berbarengan dengan itu DPR segera merevisi undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik. Pimpinan DPR akan segera berkonsultasi dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi," kata Ade di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/5).

Ade merasa yakin jika revisi ini bisa dikebut sebelum pendaftaran calon kepala daerah digelar KPU pada 26-28 Juli nanti. Apalagi, hanya satu pasal saja yang akan diubah.

"Ya pokoknya itu jalan lah. Paling satu pasal itu saja kan. UU itu kan tidak atur soal partai yang berselisih. Nah kita harus atur itu dong," terang dia.

Berikut karut marut Golkar dan PPP hingga terancam tak bisa ikut pilkada dan berujung revisi UU oleh DPR, dihimpun merdeka.com, Selasa (5/5):

Kubu Ical gugat habis Agung Laksono

Setelah Surat Keputusan (SK) Menkum HAM Yasonna Laoly keluar mengesahkan Agung Laksono di kepengurusan Golkar, kubu Aburizal Bakrie (Ical) melakukan berbagai upaya hukum kepada Agung Laksono cs. Mulai dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta Utara, hingga PTUN jadi jalan Ical cs untuk mencari keadilan, batalkan SK Menkum HAM dan kembali pimpin Golkar.Teranyar, kubu Ical ajukan gugatan provinsi untuk kubu Agung. Intinya, mereka ingin Agung tak lagi mengatasnamakan Golkar. Bahkan Ical menuntut ganti rugi hingga Rp 1 triliun.Kuasa hukum Ical, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, bahwa pihaknya mengajukan gugatan provisi atas Golkar Munas Ancol di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Pasalnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hanya untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) Menkum HAM Yasonna H. Laoly tanpa menunjuk kepengurusan Munas Bali sebagai pengurus sah."Kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengenai kepengurusan, konsekuensinya, sembari menunggu putusan final, kita ajukan provisi agar mereka tidak bisa mengatasnamakan DPP, yang tentunya memang tidak bisa langsung setelah keputusan provisi dilayangkan, maka hakim memberikan pihak yang digugat memberikan keterangan dan tanggapan, kemudian hakim akan memberikan keputusan yang adil," jelasnya.Yusril memaparkan, dengan gugatan ini Partai Golkar bisa beraktivitas, termasuk untuk mendaftarkan calonnya dalam pilkada serentak. Sebab itu, ia ingin menguatkan organisasi Partai Golkar itu dengan kembali pada hasil munas Riau 2009 guna mengikuti rangkaian pilkada serentak akhir 2015 mendatang.

Kubu Djan Faridz menang atas Romi di PTUN

Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menerima gugatan yang diajukan mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali terkait keputusan Menkum HAM Yasonna Hamonangan Laoly yang mengesahkan kepengurusan PPP hasil muktamar Surabaya. Dalam muktamar PPP Surabaya, Romahurmuziy terpilih sebagai ketua umum."Pengadilan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Maka keputusan objek sengketa diputuskan batal. Menerima gugatan penggugat. SK Menkum HAM dinyatakan batal. Tergugat diminta mencabut SK Menkum HAM. Tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp 396.000," demikian putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bhakti di ruang sidang, Gedung PTUN, Jakarta Timur, Rabu (25/2).Menurutnya, PTUN berwenang memutus sengketa PPP karena melibatkan Menkum HAM. Keterlibatan Menkum HAM adalah mengeluarkan SK yang mengesahkan kepengurusan salah satu kubu yakni PPP kubu Romahurmuziy."Saat pengesahan hasil muktamar Surabaya dilakukan tanpa adanya putusan PN yang memiliki kekuatan tetap, maka secara konkret pengadilan tidak bisa membenarkan sikap tergugat yang inkonsisten. Sikap tergugat yang demikian telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi PPP. Tindakan tergugat dapat dikualifikasi sebagai tindakan sewenang-wenang karena intervensi kepada masalah internal PPP dan menyalahi peraturan dalam UU Parpol. Konsekuensi yuridis adalah menetapkan putusan hukum itu batal," katanya.Atas putusan ini kubu Romi ajukan banding. Begitu juga Menkum HAM Yasonna Laoly yang tak terima putusannya ini dibatalkan oleh PTUN."Terhadap putusan tersebut, DPP PPP hasil Muktamar Surabaya beserta pimpinan Fraksi PPP DPR mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta," kata Ketua DPP PPP kubu Romi, Arsul Sani.Dengan adanya upaya banding ini, kata Arsul, maka putusan PTUN Jakarta belum mengubah status hukum apapun terhadap DPP PPP hasil Muktamar Surabaya. Menurut Arsul, DPP PPP hasil Muktamar Surabaya sah dan legal untuk mewakili PPP dalam Pilkada maupun kegiatan kepartaian lainnya."Sampai dengan Menteri Hukum dan HAM mencabut SK yang ada setelah adanya putusan final (in kracht) dari Mahkamah Agung nanti sekitar 1-2 tahun ke depan," tuturnya.

KPU ikut pusing hadapi kisruh PPP dan Golkar

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan konflik berkepanjangan yang terjadi di Golkar dan PPP membuat dua parpol ini terancam tak bisa ikut Pilkada serentak 2015. Kecuali, jika Peraturan KPU (PKPU) dan UU tentang pilkada segera direvisi.Anggota KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, rapat konsultasi antara pimpinan DPR, Komisi II dan KPU menghasilkan beberapa poin tentang sengketa yang terjadi di parpol yang hendak ikut pilkada serentak. Menurut dia, DPR tetap merekomendasikan tiga poin awal.Pertama, parpol yang bisa ikut pilkada sesuai SK Menkum HAM, jika bersengketa menunggu putusan in kracht pengadilan. Kedua, upaya islah. Kedua tetap mengupayakan islah bagi partai yang bersengketa. Ketiga mengacu pada hasil putusan pengadilan terakhir."Pertama dari rapat tadi disepakati bahwa DPR tetap merekomendasikan usulan yang selama ini diajukan untuk dimasukkan dalam PKPU. Kedua DPR akan cari jalan untuk buat landasan hukum terutama terkait parpol yang ada sengketa kepengurusan agar bisa ikut pilkada melalui amandemen UU. Ketiga, DPR akan berkoordinasi dengan MK dan MA," kata Hadar usai menghadiri rapat konsultasi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/5).Hadar mengaku menghormati putusan dan rekomendasi DPR tersebut. Namun dia menegaskan, KPU hanya bekerja sesuai dengan aturan yang ada di PKPU. Kalau pun ada perubahan PKPU maka harus mengubah UU terlebih dahulu."Partai yang bisa ikut adalah yang punya SK Kemenkum HAM, tapi kalau ada sengketa bahwa SK itu tidak bisa digunakan maka parpol harus tunggu keputusan in kracht. Kalau in kracht itu belum ada maka sesegera mungkin parpol itu islah. Kalau islah enggak bisa maka enggak bisa ikut pilkada. Menurut hemat kami, apa yang kami tetapkan sesuai peraturan UU," terang dia.Sementara itu, Anggota KPU lainnya, Ferry Kurnia Rizkiansyah menjelaskan, dalam rapat lain fraksi menyatakan sepakat untuk melakukan revisi UU Pilkada. Dia mengakui memang jika Golkar dan PPP ingin tetap ikut pilkada maka jalan satu-satunya adalah merevisi UU Pilkada."Kalau tadi kami tetap, tapi ya akan ada revisi UU secara terbatas memsukkan soal konflik ini, jadi diubah kalau ada revisi terkait dalam undang-undang. Nantinya akan ada evaluasi soal itu, kalau sekarang karena memang PKPU-nya sudah ada ya salah satu jalan di revisi UU-nya," tegas dia.Seperti diketahui, konflik Golkar antara Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono tidak kunjung selesai. Begitu juga di PPP antara Djan Faridz dan Romahurmuziy (Romi).Kedua parpol sudah menempuh jalur islah, namun tidak mencapai kata sepakat. Proses di pengadilan pun tak kunjung selesai, sementara KPU akan membuka pendaftaran calon kepala daerah pada 26 Juli nanti.

DPR turun tangan cari solusi kisruh PPP dan Golkar

Sengketa dualisme kepengurusan yang terjadi di internal Golkar dan PPP berdampak pada keikutsertaan dua parpol itu di pemilu. Dua parpol itu bahkan terancam tidak bisa ikut pilkada jika UU tentang Pilkada dan UU tentang partai politik tidak segera direvisi jelang pendaftaran calon kepala daerah ke KPU Juli nanti.Pimpinan DPR, Komisi II DPR dan KPU langsung menggelar rapat konsultasi untuk membahas terancamnya Golkar dan PPP tidak bisa ikut pilkada karena dualisme kepengurusan. Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono serta PPP kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy memang sejauh ini saling klaim berhak ikut pilkada.Ketua Fraksi Golkar DPR kubu Ical, Ade Komaruddin menyatakan bahwa rapat konsultasi sepakat bahwa DPR ingin syarat keikutsertaan parpol yang bersengketa di pilkada cukup dengan putusan pengadilan terakhir. Hal itu tertuang dalam ayat tiga rekomendasi Komisi II DPR kepada KPU. Untuk menguatkan poin itu, maka harus melakukan revisi terhadap UU."DPR seluruhnya kompak terkait ayat tiga. Berbarengan dengan itu DPR segera merevisi undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik. Pimpinan DPR akan segera berkonsultasi dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi," kata Ade di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/5).Ade merasa yakin jika revisi ini bisa dikebut sebelum pendaftaran calon kepala daerah digelar KPU pada 26-28 Juli nanti. Apalagi, hanya satu pasal saja yang akan diubah."Ya pokoknya itu jalan lah. Paling satu pasal itu saja kan. UU itu kan tidak atur soal partai yang berselisih. Nah kita harus atur itu dong," terang dia.Senada, Sekretaris Fraksi PAN DPR Yandri Susanto menegaskan bahwa revisi pasal itu sudah disepakati oleh seluruh parpol di DPR. Dia merasa yakin pembahasan revisi ini selesai dalam satu masa sidang sebelum tahapan pilkada dimulai oleh KPU."Kemungkinan kan 18 Juni reses lagi. Dalam waktu sebulan itu cukup kan. 26 Juli kan lebih dari cukup. Kalau diketok, pemerintah OK, DPR OK dan kemudian diundangkan di Lembaga Negara dan KPU merevisi PKPU di pencalonan itu cukup cukup," kata Yandri.Yandir menyatakan, bahkan redaksional revisi pasal itu sudah dibuat. Hanya tinggal mengikuti proses dan mekanisme melakukan revisi sebuah UU."Jadi nanti di masa sidang, Baleg atau Komisi II DPR akan usulkan revisi terbatas itu untuk dibawa ke Rapat paripurna. Jadi (redaksionalnya) parpol yang masih bersengketa, sebagai rujukan KPU kubu mana yang ikut terkait pasangan calon, adalah kubu yang dapat putusan terakhir," tegas dia.Seperti diketahui, ada tiga rekomendasi Komisi II DPR untuk KPU dalam hal penetapan partai politik yang berhak mengikuti pilkada 2015. Pertama putusan Menkum HAM, jika masih bersengketa maka harus menunggu putusan in kracht pengadilan. Kedua jalan islah untuk partai yang bersengketa. Namun jika islah tidak juga ditemukan, maka rekomendasi terakhir yakni putusan terakhir pengadilan jika tahapan pilkada sudah dimulai namun belum ada putusan yang in kracht.Syarat pertama dan kedua sudah dijalankan oleh Golkar dan PPP yang sedang berkonflik namun menemui jalan buntu. Sementara syarat ketiga, bisa dilakukan apabila DPR dan pemerintah merevisi UU Pilkada dan UU Partai Politik. (mdk/rnd)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Gerindra dan Golkar, Solid di Pilpres Berhadapan di Banten
Gerindra dan Golkar, Solid di Pilpres Berhadapan di Banten

Golkar mulanya berharap Prabowo Subianto merestui Airin Rachmi Diany sebagai calon Gubernur Banten.

Baca Selengkapnya
Golkar-PKS Buka Pintu Koalisi di Pilgub DKI
Golkar-PKS Buka Pintu Koalisi di Pilgub DKI

Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal yang positif menuju Pilgub DKI yang berlangsung November mendatang.

Baca Selengkapnya
Mencari Cawapres Prabowo Setelah Golkar dan PAN Bergabung
Mencari Cawapres Prabowo Setelah Golkar dan PAN Bergabung

Koalisi gemuk ini diyakini akan mempersulit konfigurasi cawapres untuk dipasangkan dengan Prabowo.

Baca Selengkapnya
Megawati Merasa PDIP Ditinggalin di Pilkada, Ribka Tjiptaning: Calon Bagus Tiba-Tiba Dianginpuyuhkan
Megawati Merasa PDIP Ditinggalin di Pilkada, Ribka Tjiptaning: Calon Bagus Tiba-Tiba Dianginpuyuhkan

Menurut Ribka, banyak calon Kepala daerah PDI Perjuangan ditinggalkan partai politik.

Baca Selengkapnya
PDIP Pastikan Ajak PPP Bahas Sosok Cawapres Ganjar Pranowo
PDIP Pastikan Ajak PPP Bahas Sosok Cawapres Ganjar Pranowo

Puan kembali menegaskan, jIka PDIP pasti melibatkan seluruh partai yang bekerja sama dengan partai dibawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri itu.

Baca Selengkapnya
PDIP Masih Buka Pintu untuk Golkar: Meski Gabung Prabowo Tapi Belum Bisa Naik Pelaminan
PDIP Masih Buka Pintu untuk Golkar: Meski Gabung Prabowo Tapi Belum Bisa Naik Pelaminan

PDIP sampai hari ini masih terus membuka pintu bagi partai manapun termasuk Golkar untuk berkoalisi.

Baca Selengkapnya
PKS dan Golkar Mulai Dekat jelang Pilkada DKI, Mau Usung Siapa?
PKS dan Golkar Mulai Dekat jelang Pilkada DKI, Mau Usung Siapa?

PKS dan Golkar Mulai Dekat jelang Pilkada DKI, Mau Usung Siapa?

Baca Selengkapnya
Membaca Manuver Golkar usai Ditinggal KIM di Pilkada Banten, Koalisi dengan PDIP Pilihan Terakhir?
Membaca Manuver Golkar usai Ditinggal KIM di Pilkada Banten, Koalisi dengan PDIP Pilihan Terakhir?

Dinamika Pilkada Banten mulai memanas usai Golkar yang ditinggal Koalisi Indonesia Maju di Pilkada Banten.

Baca Selengkapnya
Analisis Putaran Dua Pilpres 2024: Akar Rumput PDIP Sulit Bersatu dengan 212 dan Eks FPI di Kubu AMIN
Analisis Putaran Dua Pilpres 2024: Akar Rumput PDIP Sulit Bersatu dengan 212 dan Eks FPI di Kubu AMIN

Keduanya dinilai akan bersama jika Pilpres 2024 berjalan dua putaran

Baca Selengkapnya
PDIP 'Dikeroyok' di Pilkada Solo, FX Rudy: Kita Sudah Biasa Tercabik-Cabik hingga Diporakporandakan
PDIP 'Dikeroyok' di Pilkada Solo, FX Rudy: Kita Sudah Biasa Tercabik-Cabik hingga Diporakporandakan

Menurut mantan Wali Kota Solo, dalam sebuah kompetisi atau kontestasi seperti Pilkada, hanya ada dua pilihan menang atau kalah.

Baca Selengkapnya
PKS Kunci Duet Anies-Sohibul di Jakarta, PPP: Cukup Kursi?
PKS Kunci Duet Anies-Sohibul di Jakarta, PPP: Cukup Kursi?

Mengunci duet pasangan Anies-Sohibul justru membuat partai politik lain kurang tertarik untuk berkoalisi.

Baca Selengkapnya
Kata Ridwan Kamil soal Kabar Golkar dan Gerindra Pecah Kongsi di Pilgub Jakarta 2024
Kata Ridwan Kamil soal Kabar Golkar dan Gerindra Pecah Kongsi di Pilgub Jakarta 2024

Zulhas saat ditemui usai workshop dan Rakornas PAN mengatakan bahwa partainya berencana mengusung RK.

Baca Selengkapnya