'Berdebat' Ambang Batas Masuk Senayan
Merdeka.com - Perdebatan ambang batas parlemen dalam revisi UU Pemilu mengemuka antar fraksi partai di DPR. Pemicunya, draf RUU tentang Pemilu Tahun 2020 yang menuliskan angka ambang batas 7 persen untuk seluruh tingkat legislatif pusat, provinsi, dan Kabupaten Kota. Saat ini, ambang batas untuk masuk ke DPR berada di angka 4 persen.
RUU Pemilu ditargetkan DPR rampung 2021. Partai-partai 'penghuni' Senayan mulai menyampaikan beragam usulan plus rasionalisasi soal besaran ambang batas parlemen yang ideal. Meskipun baru sebatas verbal, belum sikap resmi partai.
"Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7 (tujuh persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR," bunyi Pasal 217 Ayat 1.
-
Kenapa DPR pentingkan target RPJMN 2020-2024? 'Asumsi dan sasaran pembangunan yang kita bahas hari ini sangatlah menentukan apakah kita bisa mengejar target pertumbuhan ekonomi, inflasi, target pengurangan tingkat pengangguran, hingga pengurangan kemiskinan yang ditargetkan dalam RPJMN.
-
Apa target DPR untuk tahun 2024? Asumsi dan sasaran pembangunan yang kita bahas hari ini sangatlah menentukan apakah kita bisa mengejar target pertumbuhan ekonomi, inflasi, target pengurangan tingkat pengangguran, hingga pengurangan kemiskinan yang ditargetkan dalam RPJMN.
-
Bagaimana DPR ingin Pemilu 2024 berjalan? Terakhir, Sahroni pun berharap agar Pemilu 2024 yang akan terjadi dalam kurun waktu beberapa hari lagi ini, dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya konflik-konflik.
-
Bagaimana DPR memastikan target RPJMN tercapai? Hal ini tentu berimplikasi pada intervensi yang perlu dilakukan, terutama indikator mana saja yang perlu extra effort untuk mencapainya,' kata Puteri.
-
Siapa yang dorong target RPJMN 2020-2024 tercapai? Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin mendorong agar asumsi dasar dan sasaran pembangunan pada RAPBN dapat mengejar target dalam RPJMN tersebut.
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
Kemudian pada Pasal 248 Ayat 1 menjelaskan tentang Partai Politik Peserta Pemilu anggota DPRD Provinsi harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7% (tujuh persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR sebelumnya untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPRD Provinsi.
Sejauh ini, Komisi II DPR menyiapkan 3 alternatif. Alternatif pertama adalah ambang batas parlemen minimal tujuh persen dan berlaku secara nasional. Saan mengatakan, jika pilihan ini diterapkan, maka partai yang masuk parlemen tingkat daerah mengikuti partai yang lolos ambang batas tujuh persen di nasional.
Alternatif kedua adalah ambang batas ditetapkan secara berjenjang. Untuk nasional DPR RI ditetapkan lima persen, DPRD Provinsi empat persen, dan DPRD Kabupaten/Kota tiga persen.
Alternatif terakhir adalah ambang batas DPR RI tetap empat persen. Sementara, ambang batas DPRD provinsi dan kabupaten/kota menjadi nol persen.
Peta Konfigurasi Soal Ambang Batas Parlemen
NasDem dan Golkar tampaknya setuju dengan altenatif pertama. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan usulan ambang batas 7 persen bertujuan untuk membentuk sistem presidensial yang efektif karena didukung parlemen yang multi partai sederhana.
"Golkar berpandangan sistem presidensial ini akan efektif kalau didukung DPR yang multi partai sederhana. Supaya perjalanan pemerintahan efektif," kata Doli.
Ketua Komisi II ini mengatakan, mengapa diusulkan tujuh persen, agar tidak setiap lima tahun sekali UU Pemilu direvisi. Doli berharap, RUU Pemilu yang tengah digodok ini bisa digunakan untuk jangka panjang.
"Kenapa usulkan 7 persen? Kami menginginkan UU Pemilu sekarang ini undang-undang yang berlaku cukup lama," kata dia.
Sementara PDIP mengusulkan alternatif kedua. PDIP ingin ambang batas parlemen mulai dari tingkat DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dibedakan. Misalkan DPR RI dibuat lima persen, DPRD Provinsi empat persen, dan DPRD Kabupaten/Kota tiga persen.
"Jadi dari nasional, provinsi, kabupaten kota itu parlemen thresholdnya beda-beda dan ini dinginkan PDIP," ujar Saan.
Alternatif ketiga didukung 4 partai yakni PPP, PAN, PKS dan Demokrat. PPP beranggapan, jika ambang batas dinaikan maka akan semakin banyak suara pemilih yang hangus.
"Semakin kita naikkan semakin banyak suara yang hangus, hilang sia-sia," kata anggota fraksi PPP, Arwani Thomafi.
Arwani mengatakan, dengan dinaikan ambang batas juga akan mengurangi proporsionalitas pemilu di Indonesia. "Kita ini kan sistem proporsional, sistem proporsional harus menjalan proporsional tahapan pemilu kita. Kalau PT-nya dinaikkan makin banyak suara yang hangus dan makin meningkatkan disproporsionalitas.
©©2019 Merdeka.com/Arie Basuki
PKS mengusulkan ambang batas parlemen dan presiden 4-5 persen. Menurut anggota Komisi II dari PKS Mardani Ali Sera menuturkan, pihaknya tak ingin ambang batas yang tinggi menjadi penghalang.
"PKS berpendapat ambang batas untuk Presiden sama dengan ambang batas untuk Parlemen. Agar tidak ada barrier to entry (penghalang untuk masuk medan juang). PKS usul ambang batas Parlemen dan Presiden sama di angka 4-5 persen," ujar Mardani.
PKS juga berpandangan ambang batas ini hanya untuk pemilu di tingkat nasional. Ambang batas untuk pemilihan legislatif tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebaiknya ditiadakan.
PAN juga tidak setuju jika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 7 persen. Anggota Komisi II DPR RI, Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan, PAN tidak setuju karena peningkatan ambang batas parlemen dari empat menjadi tujuh sangat fantastis. Kenaikan ambang batas, kata Guspardi, seharusnya bertahap.
"Fraksi PAN tidak setuju kenaikan PT tujuh persen, alasannya adalah kan pertama adalah kenaikan yang sangat fantastik," katanya.
Dia mengungkapkan, ambang batas empat persen sudah ideal dan perlu dipertahankan. Namun, Guspardi menilai, kenaikan ambang batas mengancam partai-partai kecil.
Terakhir Demokrat. Demokrat menilai angka empat persen lebih realistik dan bijak diterapkan dalam Pemilu. Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan berpandangan, ambang batas parlemen perlu mempertimbangkan keterwakilan suara rakyat. Ossy mengatakan, semakin besar ambang batas akan semakin besar suara rakyat yang terbuang.
"Semakin besar PT yang diberlakukan, semakin besar pula suara rakyat yang terbuang/tidak terakomodir," ucapnya.
Menurut Demokrat, keberagaman dan kemajemukan Indonesia perlu menjadi pertimbangan menetapkan ambang batas parlemen. Ossy mengatakan, perlu mempertimbangkan keterwakilan tanpa kepentingan partai politik sepihak.
Ada juga PKB yang mengusulkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) naik menjadi lima persen. Ketua DPP PKB Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, lima persen sebagai angka yang moderat dibanding tujuh persen yang diusulkan NasDem dan Golkar.
Menurutnya, kenaikan ambang batas perlu agar menyederhanakan jumlah partai politik di parlemen. Supaya menstabilkan hubungan eksekutif dan legislatif.
"PKB mengusulkan setuju naik. Lima persen menjadi angka moderat untuk kenaikan ini," kata Yaqut.
Alternatif-alternatif ini belum ditetapkan secara final. Draf yang beredar juga belum final. Seperti Gerindra belum bersikap karena akan menyampaikan sikap secara resmi.
Usulan Ambang Batas Parlemen Berjenjang
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyarankan jika penetapan angka parliamentary threshold atau ambang batas parlemen ditetapkan secara berjenjang atau berbeda antara pusat dan daerah. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menerangkan maksud dari berjenjang, jika pada angka parliamentary threshold DPR RI dengan DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Jadi misalkan ambang batas DPR 7 persen, untuk DPRD tingkat provinsi turun 5 persen, termasuk pada tingkat Kabupaten/Kota. Jadi ambang batas setiap tingkatan berbeda tidak dipukul secara rata," jelas Titi saat dihubungi merdeka.com, Senin (8/6).
Dia mengatakan tujuan dari berjenjang untuk meminimalisir perolehan suara yang terbuang sia-sia karena angka ambang batas yang cukup tinggi dan berlaku sama.
"Jadi bila angka itu terlalu tinggi, berdampak pada banyaknya perolehan suara yang tidak bisa dihitung, karena partainya tidak lolos ambang batas untuk menuju parlemen baik pusat atau daerah," katanya.
"Terlebih kondisi Indonesia yang karakternya beragam dapat memicu ketidakstabilan politik dan kontra produktif untuk proses politik," tambahnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rapat terbilang digelar cukup cepat. Dimulai sekira pukul 10.00 Wib, langsung dibentuk Panja RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaMateri revisi ditargetkan sudah disepakati serta disahkan dibawa ke Rapat Paripurna DPR, pada malam harinya
Baca Selengkapnya291 dari 575 orang anggota dewan dinyatakan hadir dalam rapat paripurna itu.
Baca SelengkapnyaRapat Paripurna DPR menyepakati RUU Dewan Pertimbangan Presiden menjadi RUU Inisiatif DPR.
Baca SelengkapnyaKendati demikian, pemerintah menilai beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan saat itu sudah tidak relevan.
Baca SelengkapnyaRUU tersebut masih di tahap pembicaraan tingkat satu yang pembahasannya masih dilakukan oleh komisi-komisi terkait.
Baca SelengkapnyaSetelah mendengar pandangan Mendagri dan Menkum HAM, Baleg DPR langsung menutup rapat kerja dengan membentuk panitia kerja terdiri dari 40 orang.
Baca SelengkapnyaAnggota Fraksi PDIP DPR RI Masinton Pasaribu mengatakan pembahasan Revisi UU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Rabu (21/8) sampai dijaga Brimob.
Baca SelengkapnyaMenkum HAM Supratman Andi Agtas menegaskan, RUU Pilkada yang bakal disahkan besok bukan menganulir putusan MK.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan terbuka peluang revisi UU pilkada disahkan pada DPR selanjutnya atau periode 2024-2029.
Baca SelengkapnyaMasinton Pasaribu menemui para demonstran dalam aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi
Baca SelengkapnyaUnggahan Yenny lantas mendapat banyak komentar dari warganet.
Baca Selengkapnya