'Buat putusan dilanggar sendiri, jadikan kredibilitas MA hancur'
Merdeka.com - Pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) masih menjadi perbincangan publik. Hal tersebut terjadi karena regulasi hukum yang dibuat Mahkamah Agung (MA), namun dilanggar juga oleh MA.
Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap berpendapat, sikap MA yang mematahkan regulasinya sendiri itu membuat kredibilitas induk lembaga peradilan ini hancur.
"Kejadian kemarin itu membuat kredibilitas hancur membuat proses pencari keadilan juga terganggu," kata Mulfachri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/4).
-
Kenapa MK membuka kesempatan kesimpulan? Selama RPH berlangsung, ia mempersilakan apabila terdapat pihak yang ingin menyampaikan kesimpulan dalam bagian penanganan PHPU Pilpres 2024.
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
-
Siapa yang dipersilakan MK untuk menyampaikan kesimpulan? Selama RPH berlangsung, ia mempersilakan apabila terdapat pihak yang ingin menyampaikan kesimpulan dalam bagian penanganan PHPU Pilpres 2024.
-
Siapa yang mengomentari putusan MK? Kuasa Hukum Pasangan AMIN Bambang Widjojanto (BW) mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024.
-
Bagaimana MK memutuskan soal pengalaman kepala daerah? 'Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,' kata Ketua MK Anwar Usman.
-
Bagaimana MK memutuskan sidang sengketa Pileg? Teknisnya, perkara akan dibagi ke dalam tiga panel yang diisi oleh masing-masing hakim MK secara proporsional atau 3 hakim per panelnya.
Dia melanjutkan, sikap MA membuat masyarakat bingung karena lembaga hukum yang tinggi juga bisa melanggar putusan yang sudah dibuat.
"MA menciptakan kebigungan di dalam masyarakat kita. Terutama bagaimana mungkin masyarakat percaya kepada produk pengadilan kalau MA sendiri secara terang-terangan melakukan pelanggaran terhadap apa yang sudah diputuskan oleh MA," ungkapnya.
Politikus PAN ini menjelaskan, sebelumnya MA membatalkan peraturan DPD yang menginginkan masa jabatan 2,5 tahun karena tidak sesuai dengan kriteria lembaga. Sehingga MA memutuskan untuk menetapkan periode DPD Menjadi 5 tahun.
Namun anehnya, kata dia, MA malah melantik Oesman Sapta Odang menjadi pimpinan DPD RI.
"Peraturan DPD (2,5 tahun) tidak bisa diterapkan karena memang dianggap tidak sesuai dengan karakteristik lembaga dan juga ada pertimbangan hukum lainnya. 2,5 Tahun pertimbagan hukum itu dianggap tidak tepat dan itu MA menutuskan agar periodesasi kepemimpinan berlangsung 5 tahun. Kemudian MA ikut melantik, kan aneh," ujarnya.
Oleh karena itu, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyarankan agar MA membuat produk hukum baru yang beranulir pada keputusan yang sebelumnya. Hal itu dilakukan agar kepemimpinan DPD memiliki legalitas.
"Semua keputusan hukum yang lahir dari MA adalah produk hukum baru baik itu dalam bentuk fatwa ataupun dalam bentuk apapun. Tentu harus menganulir keputusan sebelumnya agar kepemimpinan yang sekarang itu memiliki legalitas," tandasnya.
(mdk/msh)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mahfud sebenarnya sudah mual menanggapi putusan MA soal Batas usia calon kepala daerah
Baca SelengkapnyaMahfud menilai akibat dari putusan MA tersebut menjadi bahan cemoohan di masyarakat
Baca SelengkapnyaMahfud menegaskan pemilu bisa saja dibatalkan, jika terjadi kecurangan dan didiskualifikasi.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, saat ini hukum di Indonesia sudah rusak. Karena dirusak oleh segelintir pihak.
Baca SelengkapnyaSuhartoyo meminta untuk dapat membangun sinergitas persaudaraan dan juga kebersamaan dalam bekerja sesama hakim konstitusi.
Baca SelengkapnyaPara pelapor menduga adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Anwar Usman saat menggelar konferensi pers pada 8 November 2023 lalu, pascaputusan MKMK.
Baca SelengkapnyaMeski sudah mengetahui skenario itu, Anwar mengklaim dirinya tetap berbaik sangka.
Baca SelengkapnyaSemua Hakim MK juga menerima sanksi teguran tertulis terkait kebocoran informasi dan hasil permusyawaratan hakim.
Baca SelengkapnyaPakar hukum Tata Negara Mahfud MD menilai Indonesia tengah mengidap beberapa penyakit hukum.
Baca Selengkapnya