Cara Kampanye Caleg Tukang Sampah di Malang dengan Biaya Terbatas
Merdeka.com - Calon legislatif (caleg) tukang sampah di Kota Malang, Dwi Hariyadi menggunakan berbagai cara seminimal mungkin agar tidak mengeluarkan biaya. Seperti caleg lain, ia bekerja keras mengenalkan diri dengan berbagai alat peraga yang menampilkan gambar wajahnya.
"Ini baru saja pasang gambar 15 baliho. Nggak mahal, cetak biaya sendiri cuma sekitar Rp 50 ribu per lembar," kata Dwi Hariyadi kepada Merdeka.com di rumahnya, Jalan Danau Rawa Pening H5F-7 RT 02 RW 14 Kelurahan Madyopura, Kota Malang, Sabtu (9/3).
Biaya mahal pemasangan alat peraga, menurut Dwi, justru terletak pada tenaga kerjanya dan bahan-bahan. Setiap baliho pasti butuh bambu atau kayu dan tenaga yang pemasangnya, tetapi semua itu bisa diantisipasinya.
-
Kenapa biaya distribusi logistik Pemilu di Papua sangat tinggi? Tingginya biaya distribusi logistik Pemilu di Papua. Nilainya mencapai Rp150 juta per TPS (Tempat Pemungutan Suara). Demikian diungkap Ketua KPU Papua Steve Dumbon. Hal tersebut disebabkan sejumlah faktor.
-
Di mana biaya distribusi logistik Pemilu paling tinggi di Papua? 'Kabupaten Mamberamo Raya memang merupakan kabupaten yang mengalokasikan dana tertinggi untuk mendistribusikan logistik,'
-
Bagaimana cara Pantarlih Pilkada 2024 mendapatkan gaji? Gaji ini diberikan sebagai bentuk penghargaan dan kompensasi atas keterlibatan mereka dalam menjalankan tugas sebagai Pantarlih.
-
Mengapa pengusaha rela mengeluarkan biaya besar? 'Setiap kalori harus berjuang untuk hidupnya,' kata Jhonson.
-
Apa saja bahan yang dibutuhkan? Bahan dan Peralatan 1 sdm sabun cuci piring (gunakan sabun cair, bukan sabun colek)1 gelas soda kueKuasMangkuk kecil untuk wadahSpon
-
Apa pengertian biaya variabel? Biaya variabel adalah biaya yang besarnya sesuai dengan volume kegiatan usaha. Biaya variabel berubah secara proporsional dengan aktivitas bisnis.
"Karena saya tukang sampah, kayunya saya cari bongkaran. Bambu nggak beli, paku nggak beli. Ditancapkan sendiri, sampai ke Cemoro Kandang. Saya angkut sendiri pakai gerobak sampah dan sepeda motor. Masangnya subuh-subuh," kisahnya.
Dwi juga mencetak stiker dan kartu nama untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat. Stiker itu dititipkan melalui teman yang dikenalnya, termasuk kepada para penjual yang berlalu lalang di depan rumahnya.
Tidak sedikit pula, calon pemilih dan kawan-kawannya yang membantu baik dalam bentuk alat peraga maupun uang. Mereka tiba-tiba datang ke rumah atau menghubunginya untuk menyerahkan bantuan.
"Saya banyak dibantu, dibantu dana dari simpatisan. Dari teman-teman kader juga ada. Ada yang menyumbang banner, stiker, contoh kertas suara," katanya.
Dwi mengaku urusan memasang alat peraga banyak dilakukan sendiri, dan tidak pernah membayar pekerja. Sebagai tukang sampah gajinya tidak cukup untuk membayar pekerja, selain memang sudah biasa pekerjaan itu dilakukannya.
Karena itu sebagian waktu yang biasa untuk mencari tambahan penghasilan, diikhlaskan untuk sosialisasi kepada calon pemilih. Namun demikian, hidupnya bersama tiga orang anak yang duduk di SD, SMP dan SMA tidak pernah merasa kekurangan.
"Ada saja jalannya, uang ada saja, kalau dilihat dari penghasilan yang segitu," tegasnya.
Sebagai tukang sampah gaji Dwi hanya Rp 600 ribu, sedangkan gajinya sebagai guru bantu Rp 200 ribu per bulan. Istrinya, Sundari, mengajar di TK dengan pendapatan sekitar Rp 400 ribu per bulan.
Dwi kerap mendapatkan pekerjaan tambahan, seperti bersih-bersih rumah, menebang pohon dan lain sebagainya. Tetapi sejak menjadi caleg waktunya digunakan untuk sosialisasi.
"Selama pencalegan nggak mencari penghasilan yang lain, saya konsentrasi di kampanye atau pencalegan ini," akunnya.
Kendati demikian, Dwi mengaku sangat menikmati selama berkampanye menjelang pesta demokrasi, 17 April mendatang. Rezekinya tertutupi dari sumber yang lain, bahkan lebih banyak.
"Saya tidak merasa susah atau gimana, tidak rugi, sama sekali tidak. Banyak dikenal orang, banyak pergaulan, banyak orang kagum. Diundang ke mana-mana, diminta sosialisasi di sana-sini," katanya.
"Kalau orang lain kan harus ngasih uang, kalau orang nggak kenal masuk saja susah. Ini saya malah ditawari, karena banyak teman, kenal dengan mereka," sambungnya.
Pergaulan dan kebiasaan bermasyarakat menjadi kuncinya bersosialisasi. Mengusung sampah dan ngobrol dengan warga sudah menjadi kebiasaannya, sehingga tidak begitu sulit untuk memperkenalkan diri sebagai seorang calon legislatif.
"Sebagian caleg lain kan sebelumnya mengurung diri, bekerja dengan kebutuhannya sendiri, setelah menjadi caleg membaik-baikkan diri dengan lingkungan. Kalau saya sudah biasa bantu-bantu. Tinggal saya menegaskan kalau saya menjadi caleg, juga bukan memastikan saya diterima, karena saingan banyak sekali," jelasnya.
Cari Pinjaman Untuk Tes kesehatan
Dwi juga menuturkan saat menyiapkan berkas perlengkapan sempat ke sana-sini mencari pinjaman biaya tes kesehatan jiwa, yang sudah memasuki detik-detik terakhir. "Senin ketemu dengan Ketua DPC PKS. Cuma punya waktu sampai Jumat. Karena itu masa perbaikan, sudah tidak lagi ada masa perbaikan selanjutnya," ujarnya.
Dwi harus menyiapkan SKCK dari Kepolisian, Keterangan sehat Jasmani dari rumah sakit, keterangan bebas narkoba dari BNN, tidak sebagai terpidana dari Kejaksaan, dan masih harus legalisir ijazah SMA, serta surat keterangan sehat rohani dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Waktu yang tersisa sangat terbatas, yakni 4 hari kerja.
Namun sampai Kamis, surat sudah hampir tuntas, saat itu tinggal surat keterangan kesehatan rohani dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Kamis sore sudah berangkat ke RSJ Lawang, tetapi kemudian dibatalkannya, karena didekat di RS Supraon yang lebih dekat juga melayani permintaan keterangan sehat rohani.
"Sudah tahu Jumat, saya masih narik sampah hingga jam 10.00 WIB. Ke rumah sakit harus bayar, sementara jam 10.00 WIB itu tidak punya uang. Pinjam tetangga Rp 100 ribu, tetapi justru dikasih Rp 150 ribu," jelasnya.
Ketika sampai di RS Supraon, sekitar pukul 10.30 WIB, daftar dan ternyata biayanya Rp 210 ribu. Sementara di dompetnya hanya Rp 150 ribu dikasih tetangganya, dan Rp 10 ribu uang 'penunggu' dompet. Pembayaran harus dilunasi sebelum tes, sementara waktu tinggal 30 menit pelayanan akan tutup.
Dwi akhirnya menghubungi adik sepupunya yang tinggal lumayan dekat dengan rumah sakit. Ia menyampaikan niatnya pinjam uang Rp 50 ribu untuk kekurangan biaya tes rohani persyaratan untuk pencalegan. Tetapi adik sepupunya yang bekerja sebagai tukang las keliling, ternyata tidak punya uang. Akhirnya, Dwi pun memberanikan diri pinjam ke mertua adiknya.
"Tetapi juga tidak punya. Saya tidak terlalu kenal, tetapi karena butuh, mau meminjam. Karena mertuanya, tidak punya dicarikan pinjaman ke anaknya yang lain, tetapi juga tidak punya," kisahnya.
Waktu kurang sekitar 15 menit, Dwi mengaku telah berikhtiar mencari pinjaman ke sana-sini. Akhirnya tiba-tiba ingat kalau punya tetangga yang bekerja di Polsek Sukun sebagai sipir. Karena butuh akhirnya ditemui dan langsung nyelonong ke tempat kerjanya.
"Ini tak kasih Rp 100 ribu. Padahal saya mau pinjam Rp 50 ribu. Akhirnya saya bawa dan langsung ke rumah sakit," katanya.
"Karena masih ada waktu dilayani juga, jam 14.00 WIB hasilnya keluar. Kalau 5 menit terakhir tidak dapat pinjaman bisa enggak lolos. Karena Sabtu dan Minggu libur," kisahnya.
Dwi mengaku mengeluarkan biaya keseluruhan persyaratannya sekitar Rp 700 ribu. Semuanya diurusnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. "Saya biasa disuruh kok, saya nyuruh orang," katanya tertawa.
Urusan legalisir ijazah SMA, Dwi juga tidak ke sekolahannya di Probolinggo, tetapi ke Diknas Propinsi yang berkantor di Kota Malang. Sehingga waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk menguru yang lain.
"Kalau ke Probolinggo nggak mungkin. Saya usahakan sehemat mungkin, hemat biaya dan hemat waktu," jelasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pramono Anung menegaskan kembali komitmen menangani permasalahan sampah. Salah satu yang disoroti sampah berupa baliho kampanye.
Baca SelengkapnyaNaasnya baliho yang dipasang caleg membawa petaka bagi masyarakat
Baca SelengkapnyaCalon Gubernur Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung mengatakan akan bertanggung jawab atas sampah baliho kampanyenya.
Baca SelengkapnyaBaliho adalah media iklan konvensional yang masih banyak digunakan.
Baca SelengkapnyaBerkah kampanye Pemilu dirasakan pengusaha percetakan sejak 1,5 bulan terakhir
Baca SelengkapnyaPengolahan limpah alat kampanye itu dilakukan berdasarkan jenisnya. Untuk bambu dan kayu akan didaur ulang menjadi kompos.
Baca SelengkapnyaIa kebanjiran pesanan berbagai alat peraga kampanye untuk Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaBisnis digital marketing cocok untuk dijalankan, di mana bisnis ini menawarkan jasa pembuatan konten untuk melakukan kampanye.
Baca SelengkapnyaSelain murah, baliho juga menjadi media yang efektif untuk promosi.
Baca Selengkapnya"Enggak ada baliho tidak apa-apa yang penting inilah pemimpin yang bersih daripada ada baliho duitnya dari mana, dari korupsi?," kata Hasto
Baca SelengkapnyaMeski masa kampanye Pilkada Serentak 2024 belum dimulai, alat peraga tampak bertebaran di berbagai kota. Salah satunya Bekasi.
Baca SelengkapnyaAwalnya ia menjual botol bekas begitu saja, namun uang yang didapat hanya sedikit
Baca Selengkapnya