Demokrat geram SBY dituding penyusun draf pasal penghinaan presiden
Merdeka.com - Penyelipan pasal 263 ayat 1 dan diperluas lewat pasal 264 dalam RUU KUHP yang disodorkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang Penghinaan Presiden menjadi polemik. Namun, pihak Istana mengatakan draf revisi pasal tersebut sudah ada di era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi hanya meneruskan saja.
Menanggapi hal tersebut Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Salim S Mengga merasa geram karena lagi-lagi pemerintahan SBY disalahkan. Menurutnya perilaku saling menyalahkan ini tak mencerminkan sikap pejabat negara yang kesatria.
"Jadi kalau mengusulkan sesuatu kemudian ditolak, ya biasa saja lah, enggak usah bilang ini dari yang sebelumnya. Itu kan tidak gentle, politisi harusnya punya jiwa kesatria dong. Kalau ada penolakan dari publik dievaluasi kenapa ada penolakan. Enggak usah nyalain yang lain-lain. Ini sikap dari politisi seperti apa cuma bisa menyalahkan orang," kata Salim saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (6/8).
-
Kapan Presiden Jokowi menandatangani revisi UU ITE? Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowo resmi menandatangani Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
-
Bagaimana usulan Baleg DPR soal DKJ di sampaikan? Mulanya, Awiek menyoroti Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU DKJ Nomor 572 terkait pemindahan status ibu kota ke IKN.
-
Apa usulan Baleg DPR tentang DKJ? Baleg DPR mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Kenapa Presiden Soeharto mengeluarkan pernyataan kontroversial di Pekanbaru? Pidato Kontroversi Sebuah pernyataan yang disampaikan Presiden Soeharto di Pekanbaru, Riau itu bukanlah pernyataan satu-satunya. Namun, Ia kembali mengulang pernyataan tersebut pada saat peringatan Hari Jadi Kopassus.Lantas, pernyataan tersebut membuat banyak pihak yang merasa kecewa dan mengundang kritik serta cemooh dari kaum intelektual maupun tokoh militer saat itu.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
Menurut Salim, tidak adil jika orang yang sudah tidak menjabat dijadikan kambing hitam. Sebab percuma saja SBY tetap tidak bisa memperbaikinya karena masa jabatannya sudah berakhir.
Salim menegaskan tak perlu pejabat negara cari kambing hitam. Dia malah memberi saran agar ada keberanian untuk menjelaskan kepada masyarakat.
"Kalau saya melihat hal seperti itu kalau misalnya ada yang menawarkan tapi ditolak publik, pertama lakukan upaya untuk meyakinkan publik ini untuk apa. Berguna atau tidak untuk bangsa ini. Kalau tidak mampu meyakinkan publik, ya mending ditarik kembali, jangan diterbitkan, itu aja," tegasnya.
Menurut Salim pasal penghinaan tersebut sebenarnya sudah ada di era Orde Baru Soeharto. Pasal tersebut pernah menjadi penolakan publik besar-besaran. Maka dari itu Salim berharap agar berhati-hati dalam mengusulkannya lagi. Sedangkan dalam pengusulan sebaiknya berani atas segala risiko yang akan didapat.
"Lah sekarang mau diusulkan kembali, karena di media sosial terlalu banyak ucapan-ucapan yang dianggap tidak pantas. Kan dia bisa evaluasi, bisa dibaca kalau memang tidak cocok kan mending dibatalkan. Sekarang mereka mengusulkan lagi ditolak oleh publik lalu menyalahkan orang lain, buat apa?" tutupnya.
Sebelumnya, Pemerintah berupaya menghidupkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden melalui revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Draf revisi pasal tersebut telah diajukan secara langsung untuk dibahas di Komisi III DPR.
Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki menjelaskan, draf revisi KUHP sebetulnya telah diajukan sejak pemerintahan Presiden SBY. Namun, saat itu pembahasannya belum tuntas.
"Putusan MK kan tahun 2006. Kemudian pemerintahan SBY usulkan 2012, tapi tidak tuntas pembahasannya, sehingga dikembalikan lagi pada pemerintah. Lalu oleh Menkum HAM sama DPR diputuskan untuk masuk dalam prolegnas tahun 2015. Jadi secara substansi sebenarnya hampir sama dengan yang diusulkan pemerintahan lalu," jelas Teten kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/8).
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung pribahasa musang berbulu domba.
Baca SelengkapnyaArtikel ditulis reporter magang kampus merdeka program Kemendikbud: Nayla Shabrina.
Baca SelengkapnyaSalah satu bocoran pesan itu, menyebut Demokrat kena 'prank' musang berbulu domba.
Baca SelengkapnyaAgus Harimurti Yudhoyono (AHY) dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) pada hari Rabu (21/02) lalu
Baca SelengkapnyaKemudian, SBY mengaku memutar otaknya. Mencoba untuk memahami beberapa gonjang-ganjing yang mendera partai usungannya.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyebut, pengesahan RUU bisa digelar di masa sidang ini.
Baca SelengkapnyaSBY menginstruksikan keluarga besar Partai Demokrat untuk memilih Prabowo Subianto
Baca SelengkapnyaHabiburokhman berharap pembahasan proses revisi UU KUHAP bisa mulai akhir tahun 2024.
Baca SelengkapnyaPanda yang penasaran akhirnya menemui Hendraman pada esok harinya tanpa memberi tahu kalau bertemu Sudi Silalahi sebelumnya.
Baca SelengkapnyaSBY menilai ajakan PDIP dan Gerindra baik untuk transparansi politik
Baca SelengkapnyaHal ini disampaikan Benny dalam rapat bersama dengan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Baca SelengkapnyaKader Nasdem dan Anggota Komisi III, Ahmad Sahroni berniat, melaporkan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ke Bareskrim Polri.
Baca Selengkapnya