Demokrat Maknai Kritik Fahri Hamzah: Oposisi Dibungkam dan Tak Diberi Ruang
Merdeka.com - Wakil Ketua Umum Gelora, Fahri Hamzah mengkritik partai politik oposisi di parlemen saat ini. Dia bahkan menilai, oposisi sekarang ‘memble’ alias tidak mampu bersuara lantang. Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani memaknai kritikan Fahri Hamzah sebagai kerinduan bahwa demokrasi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih berkualitas dibanding rezim saat ini.
"Kritik yang disampaikan Bang Fahri Hamzah juga bisa dimaknai secara tersirat adanya kerinduan ketika kehidupan demokrasi kita terjaga dan berkualitas seperti pada Pemerintahan SBY," katanya lewat pesan tertulis, Rabu (3/11).
Menurutnya, pada masa 2004-2014, perpolitikan di masyarakat sangat aktif dan dinamis termasuk wakil rakyat di DPR dalam menjalankan tugas-tugas kedewananannya. Kata dia, hal itu diperlukan untuk menjaga sehatnya demokrasi.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Apa yang dikatakan Hasto soal Jokowi? Lebih lanjut Hasto menyatakan, Jokowi ingin mempertahankan kekuatan politik dengan menguasai parpol. Tidak hanya PDIP namun juga Partai Golkar pimpinan Airlangga Hartarto, salah satu pembantunya di Kabinet Indonesia Maju.
-
Siapa yang membuat Presiden Jokowi gemas? Akhirnya, pertunjukan lucu Ameena sukses membuat semua orang terkesan, termasuk Presiden Jokowi yang menyaksikannya dari kursi utama.
-
Bagaimana Jokowi menilai transisi kepemimpinan? Dia mencontohkan, untuk RAPBN 2025, Prabowo sudah melakukan pertemuan beberapa kali dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. 'Hampir setiap minggu, hampir setiap hari bertemu untuk mempersiapkan. Artinya apa? Transisi kepemimpinan ini akan berjalan dengan lancar, insyaallah mulus, sehingga setelah dilantik, Presiden dan seluruh Kabinet langsung bisa bekerja dengan cepat melaksanakan program-program yang ada, tanpa ada jeda,' ucap Jokowi.
-
Apa yang dibilang Jokowi soal kampanye? 'presiden boleh berkampanye.''
"Begitulah Pak SBY sebagai Demokrat sejati memandang dan menempatkan dinamika dalam koalisi pemerintah," ujarnya.
Bagi Kamhar, pada periode 2014-2019 kekuatan oposisi di parlemen masih signifikan sekalipun dari sisi jumlah kalah setelah Golkar pindah haluan masuk koalisi pemerintah. Namun, dari 5 kursi pimpinan DPR, koalisi pemerintah hanya 2 kursi dan 3 kursi lainnya non koalisi pemerintah.
Demikian pula pada kursi pimpinan Alat dan Kelengkapan Dewan. Sehingga oposisi kala pemerintahan SBY masih bisa memberi warna pada dinamika kedewanan.
"Menjadi berbeda ceritanya dengan periode 2019-2024. Sejak awal oposisi telah ditinggal oleh Gerindra yang pindah haluan menjadi koalisi pemerintah dan hanya tersisa Partai Demokrat dan PKS. 5 kursi pimpinan DPR semuanya dari koalisi pemerintah," tuturnya.
"Mungkin karena tak menjadi Anggota DPR lagi, Bang Fahri tak menyaksikan lagi bagaimana kekuatan dan suara-suara opisisi dibungkam dan tak diberi ruang," ujar Kamhar.
Dia mengatakan, Fahri Hamzah yang menjadi salah satu aktor utama Partai Gelora justru terbaca sebagai bagian dari koalisi pemerintah. Sebaiknya, kata dia, Fahri Hamzah fokus membesarkan Partai Gelora dan memberi warna.
"Semoga bisa memenangkan hati, pikiran, dan pilihan rakyat melalui manuver-manuver politiknya agar 2024 nanti bisa lolos parliementary threshold," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gelora, Fahri Hamzah mengkritik partai politik oposisi di parlemen saat ini. Dia bahkan menilai, oposisi sekarang ‘memble’ alias tidak mampu bersuara lantang.
Diketahui, dari sembilan partai politik di parlemen, 7 di antaranya pendukung pemerintah Jokowi-Ma’ruf. Sementara dua partai sisa yakni PKS dan Demokrat berada di luar pemerintah.
Fahri bahkan becerita, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sempat mengeluhkan kondisi parpol oposisi sekarang. Menurut Fahri, Jokowi menilai oposisi saat ini lemah.
“Suatu hari saya bertemu dgn presiden Jokowi dan kalimat yang pertama keluar dari beliau adalah, mas kenapa sekarang oposisinya lemah kok Senayan pada diam, banyak menteri gak diawasi apa yang terjadi?. Silakan pikir sendiri jawabannya. Sampai jumpa, kita rehat sejedag,” tulis Fahri dalam akun Twitternya, @fahrihamzah, dikutip merdeka.com, Rabu (3/11).
Sebelum cuitan itu, Fahri pun menyoroti kinerja oposisi di Senayan sekarang. Menurut dia, sebagai rakyat, pihaknya berharap agar legislatif memahami pentingnya tugas pengawasan. Bukan cuma sekadar kunjungan kerja, bagi-bagi sembako atau jatah dari eksekutif yang disalurkan melalui tangan legislatif.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peran Fahri Hamzah dalam dunia politik semakin terlihat ketika masa reformasi 1998 bergulir.
Baca SelengkapnyaTaufik mendorong hukum jangan digunakan untuk menutup ruang demokrasi. Harus dibiasakan dalam negara demokrasi dengan kritik bahkan kecaman.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, semua pihak juga harus bersyukur sekarang, karena ketegangan seperti ini tidak terlalu besar.
Baca SelengkapnyaSBY mengatakan, menjaga demokrasi itu penuh tantangan. Maka untuk menjaga demokrasi tersebut diperlukan perjuangan.
Baca SelengkapnyaMundurnya Mahfud MD dari jabatan Menko Polhukam disambut kuat oleh gerakan pro demokrasi.
Baca SelengkapnyaAdanya treshold selama ini menyebabkan antara pilihan rakyat dan calon.
Baca SelengkapnyaSemakin jelas bahwa selama ini, ada pihak yang teriak-teriak curang padahal dirinya sebagai pelaku kecurangan.
Baca SelengkapnyaPartai oposisi dibutuhkan untuk check and balances
Baca SelengkapnyaSuara rakyat yang merupakan roh demokrasi dinilai semakin tidak terdengar ke telinga elit penguasa.
Baca SelengkapnyaTKN Prabowo membantah pernyataan Ketua PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri soal pemerintahan Jokowi seperti Orba
Baca SelengkapnyaFahri pun mengajak semua elemen bangsa untuk berkepala dingin dan fokus memilih dengan pertimbangan jauh ke depan.
Baca SelengkapnyaSusilo Bambang Yudhoyono merespons soal kritikan yang disampaikan kalangan akademisi terkait demokrasi di Indonesia.
Baca Selengkapnya