Demokrat: Wacana 3 Periode Presiden Untuk Mengukur Respons Publik
Merdeka.com - Partai Demokrat menyoroti isu yang bergulir mengenai wacana tiga periode masa jabatan Presiden. Menurutnya, wacana tersebut bukanlah kebetulan semata tanpa tujuan.
"Dalam politik segala dinamika yang mewujud bukanlah suatu kebetulan semata, melainkan manifestasi dari tindakan bertujuan. Segala sesuatunya by design, tidak tiba-tiba," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani, Selasa (22/6).
"Termasuk wacana Presiden tiga periode, apalagi wacana ini sudah berulang-ulang kali dipresentasikan oleh aktor-aktor yang sama yang terafiliasi dengan penguasa," sambungnya.
-
Apa yang diteliti? Analisis terhadap lebih dari 4.000 artefak batu yang ditemukan di sebuah pulau di barat laut Australia memberikan gambaran kehidupan suku Aborigin puluhan ribu tahun yang lalu.
-
Mengapa KPK menelaah laporan tersebut? 'Bila ada laporan/pengaduan yang masuk akan dilakukan verifikasi dan bila sudah lengkap akan ditelaah dan pengumpul info,' kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (4/9).
-
Apa yang dibilang Jokowi soal kampanye? 'presiden boleh berkampanye.''
-
Kenapa penelitian ini dilakukan? Penelitian ini bertujuan untuk melihat sisi lain secara ilmiah bagaimana yang terjadi ketika orang-orang diambang kematian.
-
Bagaimana cara agar masyarakat menilai calon presiden? 'Saya yakin bapak ibu bisa liat capres yang cuma ngomong di pidato dan mana capres yang bisa lanjutkan apa yang saya paparkan. Kalau apa yanh sampaikan benar, sampaikan ke yang lain. Saya punya keyakinan ini instrumen wujudkan Indonesia emas 2045,' papar Bahlil.
-
Bagaimana Indikator Politik melakukan survei ini? Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka kepada 1.200 sampel responden yang dipilih menggunakan multistage random sampling.
Menurut Kamhar, dalam menyikapi dan membaca wacana ini, ada beberapa kemungkinan yang menjadi dugaan motif. Pertama untuk testing the water mengukur respons publik.
"Jika tak ada resistensi maka sangat mungkin skenario ini dijalankan," ucapnya.
Kedua sebagai upaya membangun bargaining posisi. Kata dia, terkait skenario kedua ini, beredar informasi telah terjadi lobi-lobi untuk menambah periode masa jabatan Presiden dan Anggota DPR sampai 2027.
"Artinya ada penambahan masa jabatan selama 3 tahun, dari 5 tahun menjadi 8 tahun pada periode kedua. Jelas ini pengangkangan amanah reformasi dan inkonstitusional," ujarnya.
Dia mengatakan, pembatasan masa jabatan Presiden hanya dua periode dan per periodenya selama 5 tahun telah diatur dalam amandemen UUD ‘45 sebagai amanah reformasi untuk memastikan sirkulasi dan pergantian kepemimpinan nasional dapat berjalan tanpa sumbatan dan menghindarkan pada jebakan kekuasaan. Dia bilang, masa jabatan yang terlalu lama akan membawa pada kekuasaan absolut.
"Bahaya dari ini telah diingatkan Lord Acton “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak," kata dia.
Kamhar menuturkan, Indonesia punya pengalaman sejarah yang tidak indah untuk dikenang akibat tak adanya batas masa jabatan Presiden ini. Amandemen pembatasan masa jabatan ini sebagai respon agar pengalaman ORLA dan ORBA tak kembali terulang dalam perjalanan sejarah bangsa ini.
"Keduanya terjebak pada jebakan kekuasaan yang ingin terus menerus berkuasa seumur hidup," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, Demokrat berpandangan tak ada urgensi untuk melakukan amandemen UUD ‘45, apalagi jika hanya untuk mengubah batas masa jabatan presiden. Lagi pula tak ada alasan objektif sebagai pertimbangan strategis yang menjadi capaian prestasi luar biasa pemerintah saat ini baik itu di bidang ekonomi, politik maupun hukum sebagai dispensasi.
"Biasa saja, malah di bidang politik dan hukum ada beberapa indikator yang mengalami penurunan. Krisis ekonomi dan krisis kesehatan juga belum teratasi. Utang semakin menggunung. Jangan sampai hanya karena proyek pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur yang ingin dipaksakan, wacana tiga periode atau penambahan waktu masa jabatan sampai 2027 ini dipresentasikan," tuturnya.
Kamhar bilang, wacana seperti ini pernah mengemuka pada periode kedua masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun SBY mampu menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan ini.
"Kekuasaan itu cenderung menggoda. Karenanya dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan dalam menjalankan dan memposisikan kekuasaan agar terhindar dari jebakan kekuasaan untuk terus menerus melanggengkan kekuasaan dan tanpa batas," pungkasnya. (mdk/fik)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Salah satu gimik Gibran yakni celingak-celinguk saat menjawab pertanyaan salah satu paslon ketia debat.
Baca SelengkapnyaGanjar mengaku tak masalah atas penilaian masyarakat terhadap penampilannya saat debat capres.
Baca SelengkapnyaKPU akan mengevaluasi mekanisme debat calon presiden usai digelar perdana pada Selasa (12/12) malam kemarin.
Baca SelengkapnyaHasto menyatakan, sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) tema debat ke depan bakal menguntungkan Mahfud.
Baca SelengkapnyaObservasi dilakukan tidak lain untuk mendapatkan data atau hasil temuan yang ingin dicari.
Baca SelengkapnyaWasekjen PKB Syaiful Huda menilai kritik atas program yang disampaikan kandidat sangat penting untuk dilakukan agar dapat diuji di ruang publik.
Baca SelengkapnyaPara akademisi dan pengamat politik berharap para capres tetap berdiri pada substansi masing-masing, pada debat ketiga Pilpres 2024, Minggu (7/1/2024).
Baca SelengkapnyaDebat perdana Pilkada Jakarta akan digelar malam ini.
Baca Selengkapnya