Diserang kanan kiri, DPR tetap loloskan dana aspirasi Rp 11,2 T
Merdeka.com - Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menyetujui Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau yang akrab disapa dana aspirasi. Meskipun mendapat kritik keras dari masyarakat termasuk fraksi di DPR, namun rapat paripurna tetap sahkan UP2DP untuk dibahas ke tingkat selanjutnya.
Dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terdapat perbedaan pandangan dari sejumlah fraksi soal dana aspirasi Rp 11,2 triliun ini. Di mana tujuh fraksi menyatakan mendukung, sementara tiga lainnya menolak.
Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PKS dan PPP nyatakan dukungannya atas program yang dinilai baik untuk pembangunan daerah ini. Sementara PDIP, NasDem dan Hanura menolak dengan alasan dana aspirasi tidak sesuai dengan tugas dan fungsi anggota DPR seperti yang termaktub dalam UU.
-
Apa yang ditolak oleh NasDem dan Demokrat? Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari menegaskan, pihaknya menolak mekanisme penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta oleh Presiden.
-
Siapa yang menolak program Tapera? Penolakan atas kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) secara masif dilakukan di berbagai tempat. Penolakan itu juga dilakukan di Semarang. Pada Kamis (6/6), sejumlah buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jateng.
-
Siapa yang memilih PPDP? Pembentukan PPDP dilakukan melalui seleksi yang dilakukan oleh KPU setempat.
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
-
Apa yang didukung DPR? Mengomentari hal kebijakan itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai, permasalahan PMI di luar negeri begitu beragam dan membutuhkan pendampingan dari pihak Polri.
"Ada tiga fraksi yang menolak (UP2DP), yaitu PDIP, Partai NasDem, dan Partai Hanura. Dan sepertinya fraksi lainnya menyetujui. Sehingga pleno Baleg sepakat untuk melanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya," kata Totok Daryanto, Wakil Ketua Baleg di ruang rapat paripurna DPR RI, Selasa (23/6).
Kedua putusan ini disetujui oleh peserta sidang. Seluruh anggota dewan yang hadir sepakat menindaklanjuti program ini untuk dibahas ke tingkat selanjutnya.
"Jadi apakah wacana dana aspirasi ini disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kepada dewan.
Sontak anggota dewan menjawab 'Setuju', seraya pimpinan ketuk palu menandakan keputusan tersebut sah diambil di paripurna.
Nantinya, soal teknis penggunaan anggaran ini akan kembali dibahas di Badan Anggaran bersama pemerintah. Berikut berbagai alasan penolakan dana aspirasi hingga disahkan oleh DPR di paripurna, dihimpun merdeka.com, Rabu (24/6):
ICW tuding dana aspirasi anggota DPR buat jualan pengaruh di daerah
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Faris menilai usulan dana aspirasi DPR akan berpontensi korupsi dan kebocoran APBN. Sebab, uang Rp 20 miliar yang dikelola anggota DPR nantinya hanya akan dibagi-bagi kepada orang terdekat yang berjasa selama Pemilihan umum legislatif."Ini potensinya korupsi. Dana itu akan digunakan salah kalau hanya kembali ke dapil dan lirik orang-orang terdekat yang berjasa. Juga APBN kita akan bocor. Anggaran pembangunan daerah-kan sudah ada, kenapa ada dana baru lagi," kata Donal di Kantor ICW, Jalan Kalibata IV, Jakarta Selatan, Senin (15/6).Selain berpotensi korupsi, Donal juga mengatakan, yang menjadi korban jika dana aspirasi itu terealisasi adalah para birokrat di daerah. Sebab kata dia, para pejabat daerah nantinya hanya akan menjalankan apa yang diinstruksikan anggota DPR."Kalau dana ini jadi, korban besar adalah birokrat daerah. Mereka jadi icon setiap kebijakan dari alokasi DPR. DPR akan dagangan pengaruh mereka di mana mereka alokasikan dana itu," papar dia.Selain itu, kata dia, jika dilihat lebih mendalam, dana aspirasi bukan suatu kebutuhan mendesak seperti yang dikoarkan DPR. Untuk pembangunan daerah, kata dia sudah dianggarkan dalam APBD dan APBN."Kasus DKI Jakarta jadi contoh, orang tidak butuh UPS dikasih UPS. Dana ini juga begitu. Tidak dibutuhkan," lanjut dia.Donal mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menyetujui usulan tersebut. Donal menilai, uang rakyat tidak diperuntukkan bagi kepentingan elite politik. Selain itu, untuk pembangunan daerah yang menjadi alasan DPR harus mengoptimalkan anggaran desa yang ada."Kami desak DPR batalkan usulan dana aspirasi. Juga Presiden dan Menkeu tolak dana aspirasi. Hak publik kami dicabut seperti subsidi BBM, jangan dialokasikan untuk kepentingan elite politik. Kami tolak pajak kami untuk kepentingan elite politik. Optimalkan pembangunan dan dana desa yang sudah ada," pungkas dia.
Formappi: Dana aspirasi bukti perlihatkan DPR berciri pebisnis
Pengamat Politik Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai rencana dana aspirasi anggota DPR senilai Rp 11,2 triliun memperlihatkan fungsi Ketua DPR Setya Novanto tidak berjalan.Kata dia, selama Setya Novanto memimpin, muncul kecenderungan negatif yang menjadikan DPR sebagai pembangun bukan pengawas."Dana aspirasi ini adalah kecenderungan pimpinan DPR yang sibuk dengan pembangunan dan proyek. Ini menjadi ciri khas pebisnis. Wacana menjadikan DPR modern cenderung menipu dan rancangan seperti gedung baru, alun-alun dan ada sekarang dana aspirasi," kata Lucius di Kantor ICW, Jalan Kalibata IV, Jakarta Selatan, Senin (15/6).Lanjut dia, kinerja Setya Novanto melenceng dari posisinya sebagai juru bicara DPR. Politikus Partai Golkar itu memperlihatkan ketidaktegasannya dalam mengambil keputusan soal dana aspirasi."Peran pimpinan melenceng jauh. Dia tidak bisa pimpin. Demikian para wakil setali tiga uang. Mereka berkompromi untuk bangun, bukannya menjalankan tugasnya," papar dia.Tak berhenti di situ, Lucius juga mengkritik kinerja DPR selama ini. Menurutnya, dana aspirasi yang diusulkan merupakan bukti jika DPR belum menghasilkan apa-apa."Karena mereka belum hasil apa-apa, ya mereka bangun program. Ini watak pebisnis. Ini DPR modern yang ingin dijelaskan oleh pemimpin DPR," pungkas dia.
Fitra bakal gugat dana aspirasi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Anggaran telah mengajukan dana aspirasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar Rp 20 miliar per anggota atau Rp 11,20 triliun untuk 560 anggota. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menolak adanya wacana ini.Manajer Advokasi Seknas Fitra Apung Widadi menilai DPR tidak berhak mengelola dan mengimplementasikan anggaran negara untuk dapil, dan legislatif tidak berhak mengelola anggaran. Dana Dapil ini juga tumpang tindih dengan sistem hubungan keuangan pusat dan daerah."Kontraproduktif dengan UU Keuangan Negara di mana alokasi APBN ke Daerah sudah dalam jalur Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum dan Dana Desa," kata Apung melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (9/6) lalu.Bukan hanya itu, dana ini juga sebagai bentuk pemborosan APBN. Dalam APBNP 2015 saja, anggaran untuk dapil ini terkesan tumpah tindih, karena setiap bulan sudah melekat dalam tunjangan DPR untuk kepentingan masyarakat sebesar Rp 40 juta per anggota dewan.Total menjadi Rp 2,24 juta seluruh anggota DPR/bulan. Yang terdiri dari Uang Pulsa Anggota DPR, Rp 14 juta perbulan, uang Tunjangan Menyerap Aspirasi masyarakat Rp 8,5 juta, Uang Tunjangan Peningkatan Legislasi, Anggaran dan Pengawasan Rp 15 juta, dan Uang Pengawasan dan Anggaran (Dobel anggaran) Rp 2,5 juta. Hingga disinyalir total anggota DPR mendapatkan Rp 150 miliar dalam sekali reses."Untuk itu kami dengan tegas menolak dana aspirasi masuk dalam RAPBN 2016. Dan kami akan melakukan upaya hukum, menggugat dana aspirasi ke Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan UU Keuangan Negara No 17 Tahun 2003 dan UU MD3," pungkas Apung.
Tugas DPR hanya pengawasan dan anggaran
Sidang paripurna membahas dana aspirasi diwarnai aksi interupsi. Tiga partai KIH yakni PDIP, Hanura dan NasDem menolak dana aspirasi.Politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka menegaskan, dana aspirasi yang diusulkan untuk dapil tidak diatur dalam UU, hanya UU MD3. Dan karena itu, tegas dia, PDIP pada posisinya menolak dana aspirasi senilai Rp 11,2 T ini masuk dalam prolegnas."PDIP tolak dana aspirasi. Tidak ada pasal dalam UU jika DPR berjuang hanya untuk dapil saja. Itu hanya dalam UU MD3," ujar Rieke di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/6).Selain itu, lanjut dia, sikap partainya menolak dana aspirasi didasari atas prinsip apa dan siapa itu wakil rakyat. Kata dia, tugas anggaran yang menjadi wewenang DPR bukanlah untuk dapil saja."Wakil rakyat itu untuk pengawasan dan anggaran. Tapi fungsi anggaran itu bukan untuk dapil saja," tegas dia.Lanjut dia, perjuangan dana aspirasi sebenarnya ada dalam persepsi siapa dana untuk apa DPR berjuang. Menurut dia, dana aspirasi hanya akan menimbulkan pragmatisme politik dan transaksional."Kita tidak merumuskan anggaran hanya dapil saja. Itu tidak bisa. Tapi ini soal persepsi kita sebagai wakil rakyat. Ini bukan sistem distrik. DPR bukan hanya dapil yang nantinya akan menimbulkan politik transaksional," pungkas dia.
NasDem janji tak akan pakai dana aspirasi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar rapat paripurna pengesahan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau yang biasa disebut dana aspirasi siang nanti Pukul 13.00 WIB. Fraksi NasDem di DPR tetap menolak tegas program senilai Rp 11,2 triliun tersebut.Ketua Fraksi NasDem Viktor Laiskodat menegaskan, dalam paripurna nanti fraksinya tetap akan menolak. Dia akan mengingatkan, bahwa fungsi DPR hanya tiga yakni, pengawasan, legislasi dan budgeting."Anggaran yang dimaksud kan bagaimana pemerintah meminta persetujuan setiap program kerja. Bukan mengalokasi sendiri-sendiri untuk dipakai sendiri," ujar Viktor di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/6).Namun dirinya tidak mau meyakinkan para rekan-rekan anggota DPR lainnya untuk menolak dana aspirasi. Menurut dia, anggota DPR yang mendukung dana aspirasi keliru."Saya tidak perlu yakinkan ke teman fraksi lain sebagai seorang DPR negarawan. Kalau memang dia keliru ya keliru saja enggak apa-apa," katanya.Kendati demikian, Viktor tak persoalkan bila dana aspirasi tetap berjalan dan disahkan nanti di paripurna. Namun NasDem, kata dia, tetap tidak akan memakai dana aspirasi tersebut."Nanti mereka saja yang pakai dana itu. Kita tidak akan pakai karena kita sudah menolak," pungkasnya. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
DPRD DKI Jakarta merekomendasikan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) untuk segera memproses usulan kenaikan dana bantuan parpol tersebut.
Baca SelengkapnyaTotal ada delapan dari total 18 partai yang dinyatakan memenuhi ambang batas parlemen.
Baca SelengkapnyaFraksi PKS menjadi satu-satunya partainya yang menolak revisi UU IKN.
Baca SelengkapnyaPKS menilai Jakarta masih layak menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibu Kota.
Baca SelengkapnyaPDI Perjuangan menjadi partai dengan perolehan suara terbesar
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani mengetuk palu pengesahan RUU Kesehatan setelah mendengarkan pendapat dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS.
Baca SelengkapnyaPuan Sebut Belum Ada Pergerakan Hak Angket, Begini Sikap PKB dan NasDem
Baca SelengkapnyaHanya ada 12 parpol yang 580 bacalegnya lolos karena berhasil memenuhi syarat.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi buka suara mengenai rapat baleg DPR RI yang disorot karena diduga untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada
Baca SelengkapnyaMenanggapi hal ini, fraksi PDIP berkomitmen akan terus berjuang dan memastikan demokrasi di Indonesia tetap berjalan
Baca SelengkapnyaAnies menegaskan bahwa Surya Paloh merupakan ketua umum partai yang lebih memikirkan bangsa.
Baca SelengkapnyaProses itu bermula pada pembahasan tahapan uji kelayakan dan kepatutan pada calon hakim agung usulan KY pada 19 Agustus 2024.
Baca Selengkapnya