Eks Ketua MK: Tidak Ada Urgensi Amandemen UUD 1945 dengan Menambah PPHN
Merdeka.com - Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode 2013—2015 Hamdan Zoelva menyebutkan tiga hal yang perlu jawaban terkait dengan amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 sebelum mengubah konstitusi ini.
Doktor H. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. mengatakan hal itu dalam pembahasan bertema "Perlukah Amendemen UUD untuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)?" yang disiarkan melalui YouTube Salam Radio Channel, Jumat (20/8) seperti dilansir Antara.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Titi Anggraini selaku tuan rumah Program Salam Radio mengemukakan kekhawatiran masyarakat terkait dengan rencana amendemen UUD NRI Tahun 1945.
-
Kapan perubahan terjadi? “Perubahan terjadi sangat lambat dan sangat tiba-tiba.“ - Dorothy Bryant
-
Kapan prinsip hidup berubah? 'Prinsip hidup akan berubah seiring perubahan pola pikir dan pengalaman hidup.'
-
Kapan perubahan itu terjadi? Hanya berselang dua tahun saja, si pria tampak mengalami perubahan drastis yang membuat publik pangling akan penampilannya.
-
Apa yang dibahas Koalisi Perubahan dalam pertemuannya? Pertemuan tersebut diadakan untuk membahas usulan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
-
Siapa yang mengatakan "Perubahan adalah hukum kehidupan"? “Tidak ada yang permanen kecuali perubahan.“ - Heraclitus
-
Mengapa penting menerima perubahan? Menerima perubahan memberikan kesempatan bagi individu untuk beradaptasi dengan cepat serta mengenali peluang yang ada di setiap situasi baru. Dengan sikap terbuka terhadap perubahan, seseorang dapat mengembangkan fleksibilitas dan kreativitas dalam menghadapi tantangan yang muncul.
Ada kekhawatiran di tengah masyarakat bahwa amendemen ini tidak hanya terkait dengan PPHN, tetapi juga akan mengubah ketentuan masa jabatan presiden/wakil presiden.
Kekhawatiran lain yang juga disebut Titi Anggraini adalah pemilihan presiden/wakil presiden tidak secara langsung oleh rakyat, tetapi dipilih kembali melalui MPR.
"Ada pula yang mempertanyakan urgensi amendemen kelima setelah amendemen pertama UUD 1945 pada tahun 1999 hingga amendemen keempat pada tahun 2002," kata Titi Anggraini yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Hamdan Zoelva lantas mengatakan bahwa pertanyaan soal urgensi amendemen konstitusi ini perlu ada jawaban, kemudian pertanyaannya adalah apa masalah besar bangsa dan negara saat ini, lalu apakah masalah besar bangsa dan negara ini sumber persoalannya dari masalah konstitusi.
"Saya kira tiga pertanyaan itu harus dijawab sehingga kelihatan urgensi atau enggak?" kata Hamdan Zoelva.
Sekarang ini, lanjut dia, masalah besar bangsa saat ini yang paling nyata adalah pandemi COVID-19 yang melanda tanah air sejak Maret 2020 hingga Agustus 2021. Wabah ini berimbas pada masalah ekonomi, kemudian berpotensi penambahan jumlah penduduk yang miskin dan masalah-masalah sosial lainnya.
Hamdan Zoelva lantas bertanya, "Apakah masalah itu karena persoalan UUD? Apakah masalah itu tidak adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau PPHN, nama lain dari GBHN?"
Zoelva melanjutkan, "Kalau saya menyatakan dengan sederhana, bukan persoalan di konstitusi. Masa masalah pandemi sumber dari konstitusi? Masa masalah-masalah ekonomi krusial masalahnya di konstitusi?"
Mendengar penjelasan dari pimpinan MPR kepadanya bahwa tidak ada GBHN itu mengakibatkan tidak konstannya pembangunan atau selalu berubah-ubah, Zoelva balik bertanya apakah yang berubah itu gara-gara konstitusi atau gegara politikusnya yang berubah-ubah.
Ia lalu menyimpulkan bahwa politikusnya mengambil persoalan hanya di sisi 5 tahunan, padahal konstitusi itu jangan panjang. Kalau hanya 5 tahunan, pasti akan berubah-ubah, tidak mungkin konstan.
"Jadi, persoalannya pada konsistensi. Lalu apakah ada yang membuat suatu kebijakan negara itu konsistensi?" kata Zoelva.
Zoelva lantas menyebutkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005—2025. Namun, disayangkan hal itu tidak pernah dilihat sehingga tidak konsisten.
"Lagi pula, kebijakan politik kita selalu kepentingan jangka pendek, sering terabaikan hal-hal yang strategis dan jangka panjang. Inilah kultur konstitusional yang harus dibiasakan," kata Zoelva.
Hasil risetnya menyatakan bahwa sumber persoalannya tidak konsistennya pengambilan kebijakan politik, bukan bersumber dari konstitusi sehingga tidak ada urgensi mengamendemen UUD NRI Tahun 1945 dengan menambah PPHN.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam momen tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan jika pimpinan MPR tidak mengucapkan kata untuk memutuskan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaBamsoet membantah pihaknya telah memutuskan bahwa pemilihan presiden akan dilakukan oleh MPR
Baca SelengkapnyaMekanisme pemilihan langsung presiden oleh rakyat dinilai masih lebih baik
Baca SelengkapnyaPDIP tak masalah amandemen UUD 1945, akan tetapi tidak mengubah sistem Pilpres
Baca SelengkapnyaBamsoet juga sempat menyampaikan berbagai aspirasi yang kini bekembang di masyarakat.
Baca SelengkapnyaMK memutuskan menolak permohonan karena dalil yang diajukan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Baca SelengkapnyaRapat paripurna ditunda untuk mengesahkan revisi undang-undang Pilkada.
Baca SelengkapnyaMenurut Yusril, dasar pembentukan Wantimpres dimulai ada era pemerintahan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Hamdan Zoelva saat acara 'Desak Anies' di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (19/12).
Baca Selengkapnya"menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah Pemilu," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaGerindra menyebut, ada kebutuhan berbeda-beda pada setiap pemerintahan baru.
Baca SelengkapnyaMenurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.
Baca Selengkapnya