Fahri Hamzah mempersilakan pihak yang tak setuju UU MD3 gugat ke MK
Merdeka.com - Wakil ketua DPR Fahri Hamzah mempersilakan pihak yang ingin menggugat Undang-Undang MPR, DPR dan DPD (UU MD3) yang telah disahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia juga menepis anggapan ada lobi-lobi antara DPR dan MK.
"Ya enggak apa-apa (gugat), Itu hak rakyat. Terserah aja. Enggak ada, enggak ada hubungannya (dengan MK)," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (13/2).
"Udahlah hindari interpretasi bahwa DPR ini lembaga yang dipimpin satu orang. Di DPR ini ada 10 partai, ada 560 anggota beda pikirannya masing-masing. Enggak akan ada yang bulat. Jadi mustahil itu," tambahnya.
-
Apa saja permintaan DPR RI ke polisi? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Apa yang diminta DPR dari polisi? Sahroni meminta kepolisian mengusut tuntas dugaan penganiayaan setelah ditemukannya mayat remaja laki-laki bernama Afif Maulana (AM) di bawah jembatan Kuranji, Kota Padang yang diduga dianiaya kepolisian.
-
Bagaimana DPR meminta polisi usut kasus? Sahroni meminta polisi menjawab pertanyaan publik dengan hasil penyelidikan yang objektif.
-
Apa yang diminta DPR untuk KPK dan Polri? Lebih lanjut, Sahroni tidak mau kerja sama ini tidak hanya sebatas formalitas belaka. Justru dirinya ingin segera ada tindakan konkret terkait pemberantasan korupsi 'Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,' tambah Sahroni.
-
Apa yang diminta DPR ke Polisi? 'Pokoknya wajib dijatuhi hukuman pidana, biar jera orang-orang nekat itu. Dan sebagai sebagai warga Jakarta, kami tentunya berharap pihak kepolisian bisa menjadikan ini bahan evaluasi.' 'Bahwa saat CFD dan di jam-jam olahraga pagi, sebetulnya sangat rawan terjadi tindak kejahatan. Jadi mungkin polisi bisa meningkatkan intensitas pemantauan cctv dan menempatkan aparat tambahan di titik-titik tertentu. Agar masyarakat bisa berolahraga dengan lebih tenang,' tambah Sahroni.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
Dalam hal ini, DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD (RUU MD3). UU MD3 memberikan kewenangan baru untuk pada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Di pasal 122 huruf K, MKD bisa melaporkan setiap orang yang merendahkan anggota parlemen.
Namun, Fahri menjelaskan tak serta merta yang mengkritik anggota dewan dapat dipidanakan. Hal itu harus melalui pertimbangan MKD baru direkomendasikan penegak hukum. Baginya, MKD merupakan bentuk klarifikasi.
"Enggak gitu caranya. MKD memanggil dia dan melakukan klarifikasi kan. Nanti akan keliatan temuannya. Inilah yang bisa menyebabkan MKD melakukan rekomendasi terhadap lembaga penegak hukum. Tiap warga negara jg kalau dihina kan berhak melapor. Tapi medium MKD adalah medium klarifikasi. Inilah lembaga peradilan internal kita di DPR," jelasnya.
Selain itu, di undang-undang yang sama pada pasal 245 juga menyebut pemanggilan dan permintaan keterangan penyidikan kepada anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden dan pertimbangan MKD. Menurut Fahri hal itu sah sah saja, sebab merupakan hak imunitas untuk anggota dewan dalam menjalankan peran dan fungsinya.
"Imunitas itu merupakan hak yang secara letter lux disebut di dalam konstitusi. Intinya adalah bagaimana agar anggota dewan memiliki kebebasan untuk berbicara dan bertindak dalam ruang lingkup kerjaannya itu dalam rangka pengawasan pada pemerintah. Sebenarnya itu inti hak imunitas. Menurut saya tidak ada kontroversi," tutup Fahri.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyebut, pengesahan RUU bisa digelar di masa sidang ini.
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo mendorong PDIP dan PPP menggulirkan hak angket di DPR atas dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Alamsyah Hanafiah saat bersaksi terkait laporan dugaan pelanggaran etik Anwar Usman Cs.
Baca SelengkapnyaIsu hak angket digulirkan untuk mengusut kecurangan Pemilu. Bermula dan berujung ke mana?
Baca SelengkapnyaRevisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi sorotan.
Baca SelengkapnyaHak angket adalah suatu instrumen yang diberikan kepada DPR untuk melakukan penyelidikan
Baca SelengkapnyaPemakzulan presiden sendiri harus diusulkan satu per tiga dari jumlah anggota DPR
Baca SelengkapnyaPembahasan dan rapat pengambilan keputusan tingkat I dilakukan secara 'senyap' pada masa reses DPR
Baca SelengkapnyaPengajuan usulan revisi UU MD3 saat itu disampaikan terkait dengan kewenangan keuangan DPR RI yang perlu dijabarkan lebih lanjut.
Baca SelengkapnyaMahfud menyebut jika DPR tetap ngotot mengajukan hak angket, butuh improvisasi siapa yang akan diangket.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi III Ini Mengaku Tak Dapat Undangan Rapat saat DPR-Pemerintah Putuskan Revisi UU MK
Baca Selengkapnya