Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Fahri Hamzah sebut Jokowi pencitraan jika tak teken UU MD3

Fahri Hamzah sebut Jokowi pencitraan jika tak teken UU MD3 Fahri Hamzah. ©2017 dok foto dok ri

Merdeka.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai jika Presiden Joko Widodo menolak menandatangani Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) maka menandakan Kabinet Kerja tidak paham soal falsafah demokrasi. Namun, Fahri mengakui gagasan dan konsep yang terkandung dalam UU MD3 memang sulit dipahami.

"Makanya kalau misalnya kalau sampai akhir Pak Jokowi enggak teken berarti seluruh kabinet itu gagal memahami falsafah demokrasi, trias politica dan sebagainya," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/2).

Karena sulit dipahami, Fahri curiga tidak ada pihak yang berani menjelaskan soal substansi dari UU MD3. Menurutnya, gagasan dalam UU MD3 hanya bisa diterjemahkan oleh seorang negarawan.

"Kalau enggak negarawan enggak bisa paham itu pasal-pasal itu ya," ujarnya.

Salah satu pasal baru dalam UU MD3 yang membuat Presiden Jokowi kaget adalah pasal 245 terkait hak imunitas anggota DPR. Pasal tersebut mengharuskan lembaga hukum untuk meminta pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan izin presiden untuk memanggil dan memeriksa anggota DPR.

Fahri menegaskan sebenarnya tak ada perubahan yang substansial dalam UU MD3, termasuk soal hak imunitas anggota DPR. Ketentuan soal pemberian hak imunitas, dijelaskannya, sudah diatur dalam Pasal 20 ayat 3 UUD 1945.

"Jangan-jangan Presiden enggak tahu bahwa hak imunitas itu ada dalam UUD," tegasnya.

Bahkan, kata Fahri, di seluruh negara, setiap anggota parlemen diberi hak imunitas. Pemberian hak imunitas dimaksudkan untuk membatasi dan mengimbangi kekuatan besar yang dimiliki eksekutif.

"Karena pada dasarnya parlemen itu diciptakan untuk mengimbangi eksekutif yang sangat kuat. Atau bahkan pakai teori ya filsafatnya itu, kekuasan itu dulu cuma ada eksekutif. Ini bicara sejarah kekuasan," jelas Fahri.

Fahri menegaskan RUU MD3 yang telah disepakati bersama dalam rapat paripurna akan tetap sah dengan sendirinya dalam kurun waktu 30 hari meski Jokowi tak menandatanganinya. Fahri menduga Jokowi melakukan pencitraan jika tak menekennya karena UU tersebut akan tetap sah.

"Meski demikian kalau UU pasti berlaku ya kan. 30 hari Presiden enggak mau menunjukkan sikap karena mau pencitraan begitu ya ya itu akan jadi UU," katanya.

Lebih lanjut, Fahri menganggap masalah ini terjadi bukan karena adanya komunikasi yang tidak baik antara Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan Presiden Jokowi terkait UU MD3. Menteri Yasonna justru disebut telah cukup dominan dan memahami gagasan dari UU MD3.

"Enggak, saya yakin Pak Yasonna sebagai mantan anggota DPR berkali-kali, dia paham ini dan saya nonton juga itu pembahasannya itu membaca juga notulensinya itu. Pak Yasonna cukup dominan, dia paham dan pikirannya benar," tuturnya.

"Cuma ini kan meyakinkan Pak Jokowi enggak gampang. Karena Pak Jokowi sendiri tidak gampang dibikin mengerti ya kan? Ini saya bilang berat ini ilmu gitu loh, mesti ada yang bisa meyakinkan bahwa ini berat," sambung Fahri.

Diketahui, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Yasonna melaporkan soal Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang baru disahkan DPR beberapa waktu lalu.

Dari UU MD3 tersebut, Jokowi menyoroti sejumlah pasal. Di antaranya soal imunitas DPR, dan pemanggilan paksa pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga dengan meminta bantuan pihak kepolisian. Menurut Yasonna, Jokowi sangat kaget melihat adanya sejumlah pasal baru dalam UU MD3.

"Jadi Presiden cukup kaget juga. Makanya saya jelaskan, masih menganalisis ini dari apa yang disampaikan belum menandatangani dan kemungkinan (Presiden) tidak mendandatangani," tegasnya.

Yasonna menjelaskan, sebelumnya pemerintah hanya menyetujui perubahan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD. Yakni masing-masing mendapat penambahan kursi wakil pimpinan sesuai diatur dalam Pasal 15, Pasal 84, dan Pasal 260. Namun dalam perkembangannya, DPR membuat pasal-pasal baru yang dianggap tidak perlu.

(mdk/dan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Gerindra Tak Yakin PDIP Oposisi di Pemerintahan Mendatang, Bambang Pacul: Suka-Suka Dialah
Gerindra Tak Yakin PDIP Oposisi di Pemerintahan Mendatang, Bambang Pacul: Suka-Suka Dialah

Partai Gerindra tidak yakin jika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menjadi oposisi pada pemerintah selanjutnya.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Cawapres Muhaimin Tolak Keras Usul Gubernur Dipilih Presiden
VIDEO: Cawapres Muhaimin Tolak Keras Usul Gubernur Dipilih Presiden "Itu Bahaya"

Cawapres Muhaimin Iskandar tegas menolak usulan DPR soal Gubernur DKI dipilih oleh presiden.

Baca Selengkapnya
Airlangga: Kami Tak Tertarik dengan Kursi Ketua DPR
Airlangga: Kami Tak Tertarik dengan Kursi Ketua DPR

Airlangga mengaku pihaknya akan tetap mengikuti aturan MD3 dan memang tidak tertarik dengan kursi Ketua DPR.

Baca Selengkapnya
Jokowi Buka Suara soal Baleg DPR Bikin Aturan Baru UU Pilkada Abaikan Putusan MK
Jokowi Buka Suara soal Baleg DPR Bikin Aturan Baru UU Pilkada Abaikan Putusan MK

Presiden Jokowi buka suara mengenai rapat baleg DPR RI yang disorot karena diduga untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada

Baca Selengkapnya
Jokowi Tanggapi Demo Tolak Revisi UU Pilkada: Itu Sangat Baik
Jokowi Tanggapi Demo Tolak Revisi UU Pilkada: Itu Sangat Baik

Jokowi memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya
Jokowi Pastikan Tidak Akan Terbitkan Perppu Pilkada
Jokowi Pastikan Tidak Akan Terbitkan Perppu Pilkada

"Enggak ada, pikiran saja enggak ada, masa (terbitkan Perppu Pilkada)," kata Jokowi kepada wartawan di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8).

Baca Selengkapnya
Gerindra Tidak Tertarik Revisi UU MD3, Tak Masalah PDIP Dapat Ketua DPR
Gerindra Tidak Tertarik Revisi UU MD3, Tak Masalah PDIP Dapat Ketua DPR

Gerindra tidak mendukung wacana revisi Undang-Undang MD3 soal kursi Ketua DPR.

Baca Selengkapnya
TPN Ganjar-Mahfud Soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak: Bisa Jadi Alasan Pemakzulan
TPN Ganjar-Mahfud Soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak: Bisa Jadi Alasan Pemakzulan

Menurutnya hal itu tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin tidak ada diskriminasi.

Baca Selengkapnya
Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak
Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti penyataan Jokowi soal Presiden boleh kampanye dan memihak.

Baca Selengkapnya
Mahfud Minta RUU DJK Dikawal Cegah Gubernur Jakarta Dipilih Presiden: Akal-akan Baru untuk Ikut Cawe-Cawe
Mahfud Minta RUU DJK Dikawal Cegah Gubernur Jakarta Dipilih Presiden: Akal-akan Baru untuk Ikut Cawe-Cawe

Dia meminta agar masyarakat mengawal pembahasan RUU DKJ

Baca Selengkapnya
Pengamat: Statemen Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye, Menyesatkan
Pengamat: Statemen Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye, Menyesatkan

Sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, presiden merupakan penyelenggara pemilihan.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Hasto PDIP Blak-blakan Soal Pemakzulan Jokowi, Mahfud: Silakan Bawa Ke DPR
VIDEO: Hasto PDIP Blak-blakan Soal Pemakzulan Jokowi, Mahfud: Silakan Bawa Ke DPR

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memaklumi jika ada aspirasi pemakzulan dari masyarakat yang diterima Mahfud

Baca Selengkapnya