Fahri sebut hidupkan kembali pasal penghinaan presiden pikiran kuno
Merdeka.com - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah tidak sepakat jika pasal 263 ayat 1 dan diperluas lewat pasal 264 dalam RUU KUHP yang disodorkan pemerintah tentang penghinaan presiden dihidupkan kembali. Menurut dia, menyakralkan jabatan presiden tak sesuai dengan konsep demokrasi kekinian. Pasal tersebut sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2006 silam.
"Jadi kalau menyakralkan individu di dalam kelembagaan, itu pikiran kuno. Tapi kalau menjaga lambang benda mati itu saya setuju. Lambang negara itu benda mati, emblem, lagu, bendera, dan sebagainya. Karena itu bagian dari kita untuk menjaga wibawa terkait simbol negara kita," kata Fahri di Kompleks Parlemen DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/8).
Fahri menyayangkan ketidaktelitian pemerintah terhadap pasal yang telah dibatalkan Mahkamah MK jauh-jauh hari tersebut. Pasalnya pemerintah telah mengajukan pasal tanpa melalui proses kalibasi putusan MK.
-
Siapa yang Fahri Hamzah sebut sebagai tokoh besar yang bersatu? “Ini adalah dua tokoh besar. Orang hebat dua-duanya, yang selama ini oleh politik dibuat bertengkar, sekarang kita buat mereka bersatu,“ tutur Fahri, Minggu (28/1)
-
Siapa yang menolak Gubernur Jakarta ditunjuk Presiden? Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari menegaskan, pihaknya menolak mekanisme penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta oleh Presiden.
-
Apa arti dari kata 'presiden'? Kata 'presiden' berasal dari bahasa Latin, praesidere; prae (sebelum) dan sedere (menduduki atau bertengger), menurut ahli linguistik Ben Zimmer, seperti dikutip dari NPR.
-
Siapa yang dilaporkan karena diduga menghina Presiden? Butet dilaporkan karena diduga hina Presiden Joko Widodo.
-
Di mana Hendri Zainuddin menjabat sebagai Presiden? Pada periode 2020-2022, Hendri Zainuddin menjabat sebagai Presiden Sriwijaya FC sekaligus Ketua KONI Sumsel.
-
Apa fakta menarik soal Presiden RI? Ternyata ada fakta menarik dari tahun lahir para Presiden Republik Indonesia.
"Tapi kalau pasal itu mengulang dari yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi, tentu kita perlu mempertanyakan proses di dalam Kementerian Hukum dan HAM, terutama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Ketelitian mereka untuk memeriksa pasal-pasal mana yang sudah tidak boleh dicantumkan akibat pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Wasekjen PKS.
Fahri menegaskan, memang secara politik pasal tersebut bisa dimasukkan dalam KUHP. Namun percuma saja jika nantinya MK akan membatalkannya kembali. Situasi tersebut justru membuat sistem kenegaraan semakin rumit.
"Tapi kan kita tahu bahwa jika Mahkamah Konstitusi dituntut masyarakat untuk konsisten, maka pasal yang sama kemudian akan dibatalkan," tegasnya.
Menurut Fahri, menjadi pejabat negara itu memang sudah sepatutnya berani menerima kritik. Sebab hal tersebut akan membantunya mengevaluasi diri dan mendorong berani bekerja secara transparan.
"Serangan pribadi pada pejabat negara itu kadang-kadang kita harus biarkan agar pejabat negara tambah baik dan mengintrospeksi diri. Itu konsekuensi sebagai pejabat negara. Kalau tidak mau pribadinya diserang, maka ya jangan jadi pejabat negara," pungkasnya.
Fahri juga menegaskan agar pemerintah tetap kembali pada keputusan MK. Sebab baginya keputusan MK telah melalui proses pengujian yang panjang dan mendapatkan hasil yang baik. Jika tidak maka akan terjadi kemunduran sistem demokrasi.
"Kalau apa yang sudah dibatalkan dihidupkan kembali ya sudah mundur. Tapi memang secara substansi berdemokrasi juga prinsip kesucian simbolisasi pejabat publik itu tidakk dikenal. Kita ini, pejabat negara ini, memang datang dan pergi untuk dihina supaya memperbaki diri," tutupnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurutnya, semua pihak juga harus bersyukur sekarang, karena ketegangan seperti ini tidak terlalu besar.
Baca SelengkapnyaFahri pun mengajak semua elemen bangsa untuk berkepala dingin dan fokus memilih dengan pertimbangan jauh ke depan.
Baca SelengkapnyaSemakin jelas bahwa selama ini, ada pihak yang teriak-teriak curang padahal dirinya sebagai pelaku kecurangan.
Baca SelengkapnyaPakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti penyataan Jokowi soal Presiden boleh kampanye dan memihak.
Baca SelengkapnyaYasonna menilai tak boleh membiarkan ada orang yang menghina Presiden dengan alasan kebebasan berpendapat.
Baca SelengkapnyaArief Hidayat menyinggung anggapan presiden boleh berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Fadli Zon menilai masalah orde baru sudah selesai.
Baca SelengkapnyaHendro pun mengkritisi pihak-pihak yang bermoral rendah.
Baca SelengkapnyaFahri mengatakan Indonesia akan segera memiliki presiden yang punya kemampuan setara Soekarno.
Baca SelengkapnyaTimnas AMIN prihatin dengan sikap dan pernyataan Presiden Jokowi tersebut.
Baca SelengkapnyaSebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, presiden merupakan penyelenggara pemilihan.
Baca SelengkapnyaGanjar mengaku tak gentar dengan ancaman Fahri tersebut
Baca Selengkapnya