Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Fahri Soal Jokowi Surati KPU: Presiden Enggak Punya Penasihat Hukum

Fahri Soal Jokowi Surati KPU: Presiden Enggak Punya Penasihat Hukum fahri hamzah. ©2018 Merdeka.com/dokumen pribadi

Merdeka.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara soal pengiriman surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memasukkan nama Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO) dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Periode 2019-2024 sesuai instruksi PTUN Jakarta.

Menurut Fahri, Jokowi tak punya pembisik yang kapabel. Sehingga tindakannya menjadi kontroversial. Mestinya, Jokowi memanfaatkan figur pakar hukum Yusril Ihza Mahendra sebagai penasihatnya.

"Presiden sampai melakukan tindakan yang cukup jauh begitu. Nah saya kira penasehat hukum presidennya itu dari dulu saya bilang, presiden ini enggak punya penasehat hukum, harusnya kan orang kayak Pak Yusril kan ditanya kan, tapi kan ya enggak ada," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/4).

Fahri menyesalkan Jokowi tak memfungsikan aktif Yusril sebagai penasihat hukum sejak awal. Sehingga, tindakan Jokowi menjadi konyol.

"Karena (Yusril) orang jago tentang undang-undang pemilu tata negara, namanya Yusril. Tapi ya enggak dipake. Sehingga terjadilah kekonyolan seperti ini," ujarnya.

Fahri memandang, banyak konflik kepentingan dan kekonyolan yang mengitari Jokowi. Akhirnya, banyak yang tak sadar dari dampak kebijakan yang dibuat eks Walikota Solo tersebut.

"Saya enggak mengerti ya hubungan Pak Jokowi dengan Pak OSO ya, tapi dugaan saya terlalu banyak yang kita enggak alert istilahnya itu, enggak sense crysis nya itu sense of urgency nya itu enggak hidup, gitu," ucapnya.

Fahri memandang, Jokowi akan salah ambil tindakan selama tidak menggunakan penasihat hukum yang benar.

"Presiden selama dia enggak pake penasihat hukuk yang bener, blunder akan terus banyak, itulah yang saya bilang. Udahlah, udah ada Pak Yusril di dalam pake dong," tandasnya.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan Presiden Joko Widodo tidak intervensi terkait soal polemik Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO). Presiden hanya sampaikan surat ke KPU yang mana permintaaan surat itu tidak bisa dipenuhi. Permohonan itu dikirim lewat surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

Isi surat itu meminta KPU untuk menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terhadap OSO yang juga Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang untuk dimasukkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Periode 2019-2024

Komisioner KPU ‎Hasyim Asyari menjelaskan, ‎awalnya Ketua PTUN mengirimkan surat lebih dulu ke Presiden Jokowi untuk memberitahukan mengenai sikap KPU yang tidak menjalankan putusan. Karena dianggap mengabaikan, sebab nama OSO tidak dimasukkan dalam DCT.

‎Atas dasar itu, lanjut Hasyim, Presiden Jokowi lewat Mensesneg Pratikno mengirimkan surat ke KPU. Kemudian, KPU juga telah merespons surat tersebut pada pekan lalu. Isinya adalah KPU tidak memasukkan nama OSO di DCT karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/2018 yang melarang calon Anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.

Hasyim juga menjelaskan, surat dari Presiden Jokowi ini sifatnya hanya menyampaikan bukan arahan atau intervensi untuk kasus OSO. Pasalnya KPU independen tidak bisa dintervensi oleh siapapun.

"Seperti yang sudah saya sampaikan, KPU bukan anak buahnya Presiden Jokowi. Maupun DPR," pungkasnya.

Berikut sejumlah kutipan surat dari Mensesneg kepada KPU yang beredar luas:

Bersama ini dengan hormat kami sampaikan bahwa dengan berdasarkan Pasal 116 ayat (6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah beberapa kali dibahas terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan surat Nomor W2.TUN1.704/HK/III/2019 tanggal 4 Maret 2019 kepada Presiden menyampaikan permohonan agar memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (Tergugat) untuk melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yaitu Putusan Pengadiian Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.

Sehubungan dengan hal tersebut, dan berdasarkan arahan Bapak Presiden, maka kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimaksud beserta copy Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Saudara untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Atas perhatian Ketua Komisi Pemilihan Umum, kami ucapkan terima kasih.

Menteri Sekretaris Negara

Pratikno (mdk/fik)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak
Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti penyataan Jokowi soal Presiden boleh kampanye dan memihak.

Baca Selengkapnya
PDIP: Prabowo Enggak Perlu Ragu Imbau Jokowi Jangan Terlalu Cawe-Cawe di Pilkada
PDIP: Prabowo Enggak Perlu Ragu Imbau Jokowi Jangan Terlalu Cawe-Cawe di Pilkada

Hasto ungkap hasrat Jokowi yang terus ingin berkuasa meski sudah tak lagi menjadi presiden.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Keras! Mahfud Blak-blakan Singgung Kroni-Kroni Presiden Jokowi
VIDEO: Keras! Mahfud Blak-blakan Singgung Kroni-Kroni Presiden Jokowi "Banyak Bisa Diungkap"

Mahfud mengatakan, Presiden Jokowi tidak memiliki political will tentang penegakan hukum.

Baca Selengkapnya
PDIP Mengaku Khilaf Pernah Calonkan Gibran Jadi Wali Kota Solo, Singgung Nepotisme Jokowi
PDIP Mengaku Khilaf Pernah Calonkan Gibran Jadi Wali Kota Solo, Singgung Nepotisme Jokowi

Hasto menjelaskan, PDIP berani mencalonkan Gibran kala itu lantaran melihat kepemimpinan Presiden Jokowi yang dinilai telah memberikan dampak baik bagi RI.

Baca Selengkapnya
Pidato Lengkap Jokowi di Sidang Tahunan MPR Soal Pak Lurah hingga Ejekan Plonga-plongo
Pidato Lengkap Jokowi di Sidang Tahunan MPR Soal Pak Lurah hingga Ejekan Plonga-plongo

Presiden Jokowi merespons serangan negatif selama ini yang ditujukan kepadanya.

Baca Selengkapnya
Yusril: Jokowi Merasa Dibikin Repot Gugatan Batas Usia Capres dan Cawapres, Gibran Belum Tentu Mau
Yusril: Jokowi Merasa Dibikin Repot Gugatan Batas Usia Capres dan Cawapres, Gibran Belum Tentu Mau

Keresahan Presiden Jokowi itu dikatakan Yusril saat diskusi dengannya terkait gugatan batas usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Selengkapnya
Jokowi Diseret Dalam Sengketa Pilpres 2024, KPU: Presiden Bukan Peserta Pemilu
Jokowi Diseret Dalam Sengketa Pilpres 2024, KPU: Presiden Bukan Peserta Pemilu

Menurut KPU RI, hal itu tidak relevan sebab Jokowi bukan bagian dari peserta pemilu.

Baca Selengkapnya
Jokowi Jadikan Relawannya Menteri, Pengamat: Ada Kekecewaan Terpendam dengan PDIP
Jokowi Jadikan Relawannya Menteri, Pengamat: Ada Kekecewaan Terpendam dengan PDIP

Jokowi telah menunjukkan bahwa ia solid bersama relawannya dengan memberikan jabatan di kabinet, ketimbang PDIP sebagai partainya.

Baca Selengkapnya
Alasan Jokowi Tunjuk Nawawi Pomolango Jadi Ketua KPK Sementara
Alasan Jokowi Tunjuk Nawawi Pomolango Jadi Ketua KPK Sementara

Nawawi Pomolango kini menggantikan Firli Bahuri yang menjadi tersangka kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo.

Baca Selengkapnya
Jokowi Enggan Komentari Pencopotan Firli Bahuri dari Ketua KPK
Jokowi Enggan Komentari Pencopotan Firli Bahuri dari Ketua KPK

Jokowi menyebut, Firli saat ini masih menjalani proses hukum terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan pemerasan SYL.

Baca Selengkapnya
Budi Arie Jadi Menkominfo, Relawan Dinilai Jadi Kekuatan Politik Jokowi
Budi Arie Jadi Menkominfo, Relawan Dinilai Jadi Kekuatan Politik Jokowi

Kunto menerangkan, dengan menunjuk relawannya, Jokowi juga tidak harus konsultasi dengan pimpinan parpol jika ingin mengambil kebijakan di Kominfo.

Baca Selengkapnya
Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Nepotisme, Begini Reaksi Jokowi
Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Nepotisme, Begini Reaksi Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi buka suara dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak nepotisme.

Baca Selengkapnya