Formappi desak pembahasan RUU Terorisme transparan hindari kepentingan politik
Merdeka.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) meminta pembahasan RUU antiterorisme dilakukan secara transparan dan terbuka. Peneliti Formappi bidang legislasi, Lucius Karus mengatakan pembahasan secara transparan dapat melahirkan undang-undang yang berkualitas dan terlepas dari kepentingan politik.
"UU yang semestinya dibutuhkan publik, dengan mudah kemudian digadaikan dengan kepentingan politik semata, itu yang membuat kita mendesak harus dibahas secara terbuka dan transparan," lanjutnya," kata Lucius di markas Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Selasa, (22/1).
Lucius melihat RUU yang sudah mangkrak dua tahun ini disebabkan karena adanya tarik ulur kepentingan. Pembahasan RUU terorisme ini sejak lama juga dilakukan secara tertutup.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Bagaimana proses revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.
-
Bagaimana cara Menkominfo memastikan revisi UU ITE jilid II tak semena-mena? Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (ProJo) itu menyampaikan pemerintah akan membuat ruang diskusi untuk membahas pasal-pasal dalam revisi UU ITE yang dianggap bermasalah. Dia memastikan tak akan semena-mena dalam menerapkan revisi UU ITE jilid II ini.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Mengapa UU Pemilu terbaru diterbitkan? Penerbitan Undang-Undang baru ini sebagai langkah signifikan dalam reformasi sistem Pemilu di Indonesia.
-
Siapa yang merasa takut dengan Revisi UU ITE jilid II? 'Ini ketakutan sama bayangan sendiri, kalau kalian baik-baik enggak usah takut kan. Ya kalau produksi hoaks masa kita tolerir,' ucap Budi.
"Kenapa UU ini tidak selesai-selesai, pasti ada banyak tarik menarik yang ada didalamnya, yang sampai sekarang tidak beritahukan kepada publik," ucap Lucius.
"Poin-poin substansial di RUU Terorisme ini jangan ditukar guling dengan kepentingan-kepentingan politik praktis menjelang pemilu 2019, itu sangat bahaya menurut saya," tambahnya.
Lebih lanjut, Lucius berharap hasil RUU terorisme dibuat secara bermutu. Jangan sampai menuai kritik dari publik layaknya UU MD3.
"DPR dituntut cepat, tapi jangan sampai RUU terorisme dibuat terburu-buru tapi tidak menghasilkan UU yang berkualitas, ataupun nanti menimbulkan konflik dikemudian hari, seperti UU MD3, disahkan lalu banyak di kritik," tegasnya.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mahfud MD Kritik Revisi UU Penyiaran: Sangat Keblinger, Masa Media Tidak Boleh Investigasi
Baca SelengkapnyaDPR bisa saja mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang tanpa sepengetahuan publik.
Baca SelengkapnyaAnggota Baleg Fraksi PDIP Sturman Panjaitan, mengatakan terdapat lima hingga enam RUU yang belum turun daftar inventarisasi masalah (DIM)
Baca SelengkapnyaRUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Baca SelengkapnyaBanyak pihak menilai bahwa pelarangan tayangan jurnalistik investigasi di televisi justru membatasi kebebasan pers
Baca SelengkapnyaErick bilang RUU ini akan berperan penting guna mengawal kerja perusahaan pelat merah.
Baca SelengkapnyaDPR menampung usulan pembentukan undang-undang (UU) sapu jagat atau Omnibus Law Politik.
Baca SelengkapnyaDjarot menyebut komunikasi tersebut bertujuan untuk mencegah penyelundupan Pasal-Pasal di RUU MK.
Baca SelengkapnyaDia meminta agar pendekatan hukum termasuk korupsi di dalamnya ini dapat diluruskan dan dimurnikan.
Baca SelengkapnyaDari taget 39 RUU Progelnas, DPR hanya dapat merampungkan 23.
Baca SelengkapnyaWapres Ma'ruf Bicara Revisi UU Penyiaran: Yang Penting Kebebasan Pers Tidak Terkendala
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Masinton menanggapi pembahasan RUU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang berlangsung kilat.
Baca Selengkapnya