Gerindra Dikhawatirkan Jadi Musuh Dalam Selimut di Koalisi Jokowi
Merdeka.com - Sinyal Partai Gerindra bakal gabung koalisi pemerintah semakin terlihat. Di internal koalisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sebagian menolak bergabungnya oposisi ke kubu mereka.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menegaskan demokrasi Indonesia bisa monolitik jika partai di luar koalisi pemerintah gabung setelah kalah di Pilpres. Bahkan, kata dia, bisa saja malah Gerindra justru menjadi musuh dalam selimut di koalisi Jokowi.
"Saya tendensinya ke arah saya. Jangan sampai mereka berada di dalam pemerintahan tetapi dalam posisi seperti oposisi. Tidak baik dalam kerangka demokrasi kita," kata Ace kepada wartawan, Senin (14/10).
-
Apa peran Golkar dalam koalisi Prabowo? Golkar dan PAN yang menjadi partai pengusung teranyar juga memiliki kandidat yang bisa diusulkan ke Prabowo.
-
Siapa yang akan menjembatani Jokowi dan PDIP? 'Pak Prabowo yang akan bisa menjembatani kembali, merajut kembali hubungan Pak Jokowi dengan PDIP. Kita tahulah, dalam hati mereka masing-masing sebenarnya sih sangat mungkin ketemu. Kenapa? Ya Pak Jokowi juga kan besar di PDI-P dan PDI-P juga kan pernah ikut dibesarkan Pak Jokowi,' kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/3).
-
Siapa yang diuntungkan jika Jokowi gabung Golkar? 'Paling tidak mempengaruhi kekuasaan pasca pilpres atau pileg dan massa transisi kekuasaan ke depan,' sambungnya.
-
Siapa ketua umum Partai Golkar saat ini? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
-
Kenapa Jokowi bergabung dengan Golkar? 'Kita perhatikan saat ini, meskipun putaran pileg atau pilpres ini belum selesai Jokowi secara gesit dan tangkas sudah mempersiapkan series cawe-cawe putaran berikut untuk memanfaatkan instrumen parpol mana yang bisa 'ditunggangi' untuk tetap berkuasa,' kata Andreas Hugo, saat dikonfirmasi, Senin (11/3).
-
Apa tanggapan PDIP soal Jokowi di Golkar? 'Dari manuver-manuver ini kan terbaca bahwa series cawe-cawe yang berlangsung selama ini dan kemungkinan ke depan, tidak lebih tidak kurang dari cara bagaimana agar bisa tetap berkuasa baik itu secara langsung maupun tidak langsung,' imbuh dia.
Ace melanjutkan, harusnya bagi yang kalah menerima kekalahan itu dan menunggu lima tahun mendatang untuk saling berkontestasi. Bagi Ace, tanpa ada tambahan di koalisi pemerintah, saat ini di parlemen sudah kuat dengan 63 persen kursi DPR.
"Dengan 63 persen di parlemen saya kira sudah modal yang sangat cukup untuk mengawal pemerintahan dan menunaikan janji politiknya. Saya kira Pak Jokowi akan lebih arif dan bijaksana untuk menyikapi politik saat ini," katanya.
Selain itu, dalam demokrasi seharusnya semua pihak sportif. Menurutnya, dalam pengertian bahwa kecenderungan untuk membangun bangsa harus didasarkan apa yang sudah menjadi kesepakatan atas visi misi yang telah disepakati oleh rakyat di kampanye kemarin.
Kemudian, lanjutnya, tidak etis juga kalau Gerindra mengharapkan mendapat kursi menteri jika bergabung. Koalisi saja, kata Ace, sejak awal menyerahkan ke Jokowi soal posisi menteri untuk mereka.
"Jika mau mendukung pemerintah itu positif, tetapi tidak harus ditindaklanjuti keharusan berada di dalam kabinet," katanya.
Di kesempatan lain, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera enggan berkomentar panjang mengenai kemungkinan Gerindra merapat ke kubu pemerintah. Menurutnya, setiap partai punya strategi dan pertimbangan masing-masing.
"Jadi Gerindra dan Demokrat punya hak untuk memutuskan bergabung dengan pak Jokowi atau bertahan di tagar #KamiOposisi. PKS sendiri mengikuti keputusan Majelis Syuro yang menetapkan kita di luar pemerintahan," katanya.
Menurutnya, meski Gerindra nanti jadi bergabung di pemerintah, maka PKS akan tetap oposisi, atau berhadapan dengan seluruh pemerintah.
"Insyaallah PKS istiqomah di #KamiOposisi. Bukan masalah jumlah tapi masalah kesebangunan dengan aspirasi rakyat. Kian sesuai dan memperjuangkan aspirasi rakyat kian kuat #KamiOposisi," ujarnya.
Ia menegaskan, tagar #KamiOposisi adalah mulia dan menjaga demokrasi tetap sehat. Oposisi, kata dia, akan menjaga iklim demokrasi, serta proses check and balances di pemerintahan tetap berjalan.
"Harapan dan doa kami tetap dari awal untuk kesehatan demokrasi agar partai pendukung Prabowo Sandi bersama dalam #KamiOposisi," tuturnya.
Di kesempatan lain, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komaruddin mengatakan bergabungnya Gerindra dan Demokrat dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin disinyalir dapat menghidupkan kembali sistem orde baru. Hal itu, akan tercipta kekuasaan pemerintah yang terlalu dominan, tanpa diimbangi dengan kekuatan oposisi sebagai penyeimbang.
Menurutnya, sejatinya bangsa ini membutuhkan pemerintahan yang kuat. Namun seiring dengan itu, dibutuhkan juga oposisi yang kuat dan tanggung, agar tercipta keseimbangan,
"Jika Gerindra masuk dan Demokrat juga sudah menyatakan untuk mendukung, artinya pemerintah akan dominan dan menjadi kekuatan mayoritas, karena tidak ada kontrol. Ini berbahaya karena oposisi menjadi lemah. Mohon maaf, ini seperti yang terjadi pada orde baru," ujar Ujang.
Menurutnya, ketika pemerintah menjadi kekuatan yang dominan, maka potensi untuk terjadinya penyalahgunaan kekuatan akan sangat signifikan. "Tidak ada partai yang mengkritik, semua partai seperti paduan suara. Ini yang tidak kita inginkan," katanya.
Dikatakan, mengutip penyataan Lord Action, 'Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely', diartikan bahwa kekuatan yang dominan akan cenderung melakukan korup yang mutlak. "Oleh karena itu kekuatan mayoritas ini jangan sampai menyalahgunakan kekuasaan karena tidak akan kontrol kuat dari oposisi," tandasnya.
lebih lanjut dia mengatakan, bergabungnya partai-partai dalam barisan pemerintahan ini tidak lain untuk mengamankan pertempuran 2024 mendatang. Komposisi kabinet dan koalisi saat ini sangat menentukan langkah di Pemilu 2024 mendatang.
"Misalnya mendapat menteri, pasti untuk cari logistik (2024), maka semua rebutan," imbuhnya.
Maka menjadi wajar jika partai koalisi yang selama ini telah ikut berjuang memenangkan Jokowi di Pilpres 2019, resisten jika Gerindra dan Demokrat masuk ke koalisi. Bahkan, sangat dimungkinkan terjadi perpecahan dan perubahan arah peta politik.
"Ada partai yang sudah berjuang berdarah-darah, lalu kegeser kursinya, lalu peta koalisinya berubah. Ini menarik," tutur Ujang.
Menurutnya, bergabungnya mayoritas partai dalam koalisi belum tentu menjadikan roda pemerintahan menjadi kuat. Justru sebaliknya, akan saling sikut untuk 2024.
"Semua akan mengamankan diri masing-masing. Jokowi ingin mengamankan diri sampai akhir jabatan, parpol-parpol juga ingin aman di 2014. Jadi persoalannya rakyat dilupakan," terangnya.
Menanggapi pernyataan Gerindra yang akan tetap kritis jika nantinya masuk dalam koalisi, menurutnya hal itu hanya sebagai lips service. "Itu tidak akan ada, itu hanya basa basi pembenaran saja," tandas Ujang.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Golkar mulanya berharap Prabowo Subianto merestui Airin Rachmi Diany sebagai calon Gubernur Banten.
Baca SelengkapnyaPlus satu yang dimaksud bukan partai, melainkan Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaMasa depan politik Jokowi menjadi sorotan setelah PDIP memutuskan melepasnya. Golkar dan Gerindra siap menerima Jokowi dengan tangan terbuka.
Baca SelengkapnyaPDIP tidak masalah menghadapi koalisi besar di Pilpres.
Baca SelengkapnyaJika kekuatan pro pemerintah di Parlemen sangat kuat maka akan sulit menyampaikan kritik.
Baca SelengkapnyaSelain Gerindra, hampir semua partai besar merapat ke Pemerintahan Jokowi seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat.
Baca SelengkapnyaPartai koalisi pengusung bacapres Ganjar Pranowo diyakini semakin solid. Koalisi saat ini, fokus menyusun dan menjalankan strategi untuk memenangkan Pilpres.
Baca SelengkapnyaKemarin, Jokowi sempat menyinggung ada pihak yang meninggalkannya jelang purna tugas.
Baca SelengkapnyaDia mengungkapkan bahwa Jokowi sempat heran soal namanya ramai masuk Partai Golkar.
Baca SelengkapnyaUntuk itu, dia menilai lebih Ganjar mengalah mundur sebagai capres dan bergabung dengan Prabowo.
Baca SelengkapnyaPengamat politik Ujang Komarudin menilai peluang Ganjar dan Anies berpasangan ada tetapi sangat kecil.
Baca SelengkapnyaKomunikasi dengan partai tersebut terus dilakukan dan mendekati titik temu.
Baca Selengkapnya