Gugatan kubu Daryatmo dikabulkan, pihak OSO nilai putusan PTUN janggal
Merdeka.com - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan Partai Hanura kubu Sarifuddin Sudding dan Daryatmo. Putusan yang menggugat surat keputusan Menkum HAM Nomor M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 itu, menyatakan agar Menkumham mencabut surat tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum DPP Hanura kubu Oeman Sapta Odang Petrus Selestinus menilai janggal putusan tersebut.
"Kami menilai ada beberapa kejanggalan dalam putusan PTUN Jakarta tersebut," ujar Petrus dalam keterangannya, Rabu (4/7).
-
Siapa yang dilarang MK terlibat dalam sengketa Pilpres? Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan, sidang perdana sengketa pilpres 2024 yang akan digelar perdana esom hari hanya dihadiri depalan hakim MK tanpa Anwar Usman.
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
-
Siapa yang menilai MK tidak bisa jadi objek hak angket? 'Tentu saja hak angket merupakan hak anggota DPR untuk mengajukannya. Hanya saya lihat, perlu ketepatan objek hak angket. Kalau objeknya putusan MK atau lembaga MK, tentu tidak bisa,' ungkap pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari kepada wartawan, Rabu (1/11).
-
Siapa yang punya hak menentukan arah politik PDIP? Megawati memiliki hak prerogatif untuk menentukan arah politik PDIP ke depan.
-
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam kasus korupsi? Lebih lanjut, menurut Sahroni, hal tersebut penting karena nantinya akan menjadi pertimbangan pengadilan yang berdampak pada masa hukuman para pelaku korupsi.
-
Siapa yang berhak memilih? KPU sudah menentukan siapa saja yang bisa menjadi pemilih dalam pemilu.hal itu tertuang dalam peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2022 sebagai berikut: 1. Genap berusia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan suara, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Dalam pertimbanganya, majelis hakim seharusnya tak berhak menentukan keabsahan kepengurusan partai politik. Menurut dia, itu ditentukan oleh mahkamah partai atau peradilan umum sebagaimana diatur dalam UU Parpol.
"Anehnya, di amar putusan majelis hakim PTUN, justru mengabulkan gugatan penggugat. Itu artinya, Majelis Hakim PTUN ikut menentukan keabsahan kepengurusan parpol yang sebenarnya menjadi wewenang Mahkamah Partai Politik menurut UU Parpol," ungkap Petrus.
Selain itu, kata dia, majelis hakim menempatkan keputusan DPP Hanura melakukan restrukturisasi, revitalisasi dan reposisi terhadap posisi Sarifuddin Sudding sebagai Sekjen, sebagai produk dari Keputusan Forum Tertinggi Pengambilan Keputusan Partai Politik (FTPKPP) Hanura.
"Padahal, restrukturisasi, revitalisasi dan reposisi hanyalah perubahan pengurus pada tataran Sekjen yang menurut AD, ART dan PO cukup dilakukan dengan Rapat Pleno atau oleh Ketua Umum berdasarkan mandat Rapimnas. Jadi sekali lagi SK Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi bukanlah produk yang mengubah hal-hal pokok sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 2 ayat (4) UU Parpol," tegas Petrus.
Meskipun PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Daryatmo-Sudding, kepengurusan di bawah pimpinan Oesman Sapta Odang dan Herry Lontung Siregar tetap sah. Pasalnya, lanjut Petrus, Menkum HAM dan DPP Hanura telah mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut.
Sehingga konsekuensinya Menkum HAM dan KPU RI harus terikat kepada status belum adanya kekuatan hukum tetap dari putusan PTUN Jakarta dengan segala dampak hukumnya.
"Nah, dengan adanya banding dari Menkum HAM dan DPP Hanura atas putusan PTUN, maka kepengurusan yang sah dan bisa mewakili DPP Partai Hanura ke dalam dan ke luar adalah DPP Hanura kepengurusan OSO-Herry," jelas Petrus.
Konsekuensinya, yang berhak mewakili Partai Hanura di Pileg dan Pilpres 2019 adalah DPP Hanura kepengurusan OSO. Karena itu, dia mengimbau agar KPU RI dan Menkum HAM harus patuh pada posisi hukum Partai Hanura karena adanya banding dimaksud.
"Begitu pula kader-kader Hanura yang ingin menjadi caleg segera mendaftar di DPP Hanura kepengurusan OSO-Herry," tukasnya.
Apalagi, menurutny, Daryatmo Cs sudah dipecat bahkan ada yang sudah pindah dari Partai Hanura sehingga tidak berhak mengatasnamakan DPP Hanura. KPU juga sudah mengeluarkan surat edaran yang menegaskan bahwa kepengurusan Hanura yang sah dan diterima pendaftarannya adalah yang dipimpin OSO.
"Jadi, itulah yang harus jadi pegangan karena sikap demikian sejalan dengan status putusan PTUN Jakarta yang belum berkekuatan hukum tetap," tandasnya.
Reporter:Putu Merta Surya Putra
Sumber : Liputan6.com
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MK menyatakan, pengurus parpol yang akan diangkat menjadi Jaksa Agung harus lebih dulu berhenti dari kepengurusan parpol sekurang-kurangnya 5 tahun.
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP Deddy Sitorus menyatakan, keputusan itu bentuk kemenangan melawan oligarki.
Baca SelengkapnyaMenurut Eriko, rapat nanti akan membahas siapa yang akan diusung PDIP di Jakarta.
Baca SelengkapnyaPDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.
Baca Selengkapnya"Hari ini juga ada putusan yang mengejutkan," kata Awiek
Baca SelengkapnyaSelain menolak gugatan, majelis PTUN juga menghukum PDI Perjuangan selak penggugat membayar biaya perkara sejumlah Rp342.000.
Baca SelengkapnyaMK membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai.
Baca SelengkapnyaPenolakan itu disampaikan majelis hakim MK dalam sidang digelar hari ini.
Baca SelengkapnyaMenurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.
Baca SelengkapnyaPerludem mengkritik keras putusan MA yang dianggap gagal menafsirkan UU
Baca SelengkapnyaJuru Bicara DPP PDIP, Chico Hakim menyatakan, keputusan itu adalah kemenangan demokrasi.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada.
Baca Selengkapnya