Gugatan Presidential Threshold ditolak MK, 2019 cuma pilih cawapres Jokowi & Prabowo
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal ambang Presidential Threshold. Keputusan tersebut memastikan tidak ada satu pun partai politik dapat mengusung calon sendiri dalam Pilpres 2019.
Sesuai pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, untuk bisa mengusung calon setiap parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014. Melihat hasil Pemilu 2014 dan Pileg dan Pilpres 2019 yang digelar serentak dipastikan berkoalisi.
Melihat hasil Pemilu 2014 maka parpol pendukung pemerintah bakal meraih 68,9 persen suara nasional. Parpol pendukung itu adalah PDIP, Golkar, NasDem, PKB, PPP, Hanura, dan PAN. Sementara parpol di luar pemerintahan, Gerindra dan PKS meraih 20 persen kursi lebih. Suara itu belum ditambah apabila Demokrat yang selama ini menyatakan sebagai penyeimbang turut bergabung. Dengan melihat koalisi seperti itu maka Pilpres 2019 diprediksi bakal diikuti dua calon seperti pada 2014 yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Mengapa MK menyetujui syarat capres dan cawapres pernah terpilih? Namun, dalam dalil penambahan, MK menyetujui syarat capres dan cawapres minimal pernah terpilih dalam Pemilu, termasuk kepala.
-
Apa putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia capres dan cawapres? Mahkamah Konsitutusi (MK) menolak permohonan batas usia capres dan cawapres.
-
Apa yang diputuskan MK terkait gugatan usia capres-cawapres? Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan penarikan kembali atau pencabutan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden.
-
Siapa Cawapres Prabowo di Pilpres 2024? Pada Pilpres 2024 mendatang, Prabowo menggandeng Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapresnya.
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
-
Bagaimana cara Prabowo memutuskan cawapresnya? 'Kelihatannya memang satu aja itu (pematangan cawapres),' ujar Ketua DPW PAN Jakarta, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio di Jalan Kertanegara Nomor IV, Jakarta Selatan, Rabu (18/10). 'Ya harusnya dari kemarin sudah ketemu. Kaya semalam saja saya sudah ke Pak Prabowo dan menginformasikan bahwa 'pak mohon maaf harusnya ada pertemuan antarketum' tapi Pak Prabowo mengatakan 'harus saya menunggu ketum, yaitu Pak Zulkifli Hasan'. jadi artinya beliau memang menunggu pak Zul.'
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi menilai ada tiga unsur calon pendamping Jokowi dan Prabowo apabila kembali bertarung dalam Pilpres. Cawapres pertama itu berlatang belakang mantan kepala daerah memiliki rekam jejak bagus selama menjabat.
"Kedua dari unsur TNI atau Polri dan yang ketiga dari unsur ekonom atau pelaku usaha," kata Muradi saat dihubungi merdeka.com, Kamis (11/1) malam.
Menurut Muradi, beberapa kepala daerah yang dinilai berkinerja baik misalnya, Soekarwo yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Timur. Kemudian Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin, lalu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi, dan Gubernur Kalbar Cornelis. Serta Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.
Sementara dari unsur TNI atau Polri ada nama berkembang seperti mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, hingga Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan. Atau Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. "Dari unsur ekonom dan pelaku usaha nama Sri Mulyani bisa diajukan untuk itu," ujar dia.
Namun menurut Muradi, memosisikan peta politik tak berbeda saat Pilpres 2014 lalu terlalu cepat. Dia memprediksi peta politik 2019 justru sangat ditentukan hasil Pilkada 2018 nanti.
Alasannya pertama koalisi partai politik pengusung dan pendukung masing-masing kandidat tidak lagi mengikuti alur Pilpres 2014. Kedua langkah politik untuk membangun pemenangan kandidatnya dilakukan secara pragmatis dan tak lagi memperhatikan garis koalisi politik sebelumnya.
"Ini ditandai dengan koalisi antar partai yang sebelumnya membelah diri untuk kepentingan dan sentimen politik yang berlebihan. Sebagaimana diketahui misalnya koalisi pendukung Pilkada Jawa Timur berada dalam posisi yang saling mendukung, seperti PDIP dan PKS serta Gerindra yang memilih sebarisan dalam mengusung jagonya," kata dia.
Terakhir, terbangunnya pemikiran bersifat pragmatis di parpol untuk mendapatkan logistik dalam persiapan Pemilu 2019. Sehingga koalisi yang cair membuat posisi Pilpres dan Pileg 2019 diperkirakan tak berbeda jauh dengan situasi saat Pilkada 2018.
"Sehingga peta politik 2019 juga belum bisa diarahkan atau diprediksi hanya dua calon atau dua blok. Utamanya Demokrat akan berupaya membangun poros alternatif di luar poros Jokowi dan Prabowo dengan memanfaatkan situasi politik yang cair pada Pilkada 2018 ini," tandasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Awiek menagaskan, keputusan yang diambil baleg diperuntukkan seluruh rakyat Indonesia.
Baca SelengkapnyaFraksi PDIP akan terus memperjuangan agar keputusan MK dapat diakomodir.
Baca SelengkapnyaAda tiga gugatan mengenai usia maksimal capres dan cawapres yang kandas di palu hakim MK tersebut.
Baca SelengkapnyaPutusan ini menjadi polemik karena dibacakan beberapa hari jelang pendaftaran calon kepala daereah 27 Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaMK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon
Baca SelengkapnyaMK membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai.
Baca SelengkapnyaDugaan intervensi yang dilakukan Jokowi untuk menguntungkan Prabowo-Gibran juga tidak beralasan secara hukum.
Baca SelengkapnyaMK mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai politik tak punya kursi bisa mengusung calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaMK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon
Baca SelengkapnyaRumusan tersebut sudah ditetapkan konstitusi dan dirujuk ke Undang-Undang Pemilu.
Baca SelengkapnyaLogo partai-partai ini tidak akan ada pada surat suara Pilpres 2024.
Baca Selengkapnya