Hattrick kalah di Sumut, Mega dan PDIP tak belajar dari Pilgub sebelumnya
Merdeka.com - Kandidat yang diusung PDIP pada Pilgub Sumut hampir dipastikan kembali menelan kekalahan. Tiga kali pelaksanaan Pilgub Sumut, PDIP harus menelan pil pahit.
Pada Pilkada Sumatera Utara 2018, PDIP mengusung Djarot Saiful Hidayat - Sihar Sitorus menghadapi jago PKS Edy Rahmayadi - Musa Rajekshah. Hasil hitung cepat beberapa lembaga menempatkan Edy-Musa sebagai pemenang. Data SMRC dengan data masuk 99,33 persen, Edy memperoleh 58,88 persen sedangkan Djarot 41,12 persen.
Mundur ke belakang, pada 2008, PKS bersama PBB, PPP dan 9 partai kecil mendukung duet Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho, sedangkan PDIP tunggal mengusung Tritamtomo-Benny Pasaribu. Hasilnya, Syamsul-Gatot meraih 1.396.892 suara atau 28,31 persen dari total 4.933.687 pemilih. Sementara Tritamtomo-Benny Pasaribu berada di posisi kedua dengan perolehan 1.070.303 suara atau 21,69 persen. Sisa suara dibagi tiga pasangan lainnya.
-
Bagaimana PKB memutuskan soal Pilkada Sumut? 'Nanti tanya Desk Pilkada, saya sebagai ketua umum tidak ikut-ikut urusan, karena semuanya diatur oleh Desk Pilkada, Pilkada nanya Desk Pilkada deh saya tidak ikut-ikut,' tegasnya.
-
Bagaimana Megawati ingin memastikan integritas pemilu? Komitmen PDIP bukan untuk memakzulkan presiden, tetapi membongkar kecurangan. Kemudian mengoreksi kecurangan itu.
-
Mengapa Megawati dukung hak angket pemilu? Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mendukung hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam proses Pemilu 2024.
-
Kenapa Megawati terkenal? Performa gemilang dan kecantikan di Korea, jadi perbincangan! Bikin Bangga Indonesia Pasalnya pevoli putri asal Jember yang saat ini bergabung dengan tim Red Sparks, Korea Selatan ini, menunjukan performanya dalam mencetak poin di lapangan menuai banyak pujian Pada dua permainan sebelumnya, Megawati mendapatkan MPV usai mencetak 31 poin dan membawa kemenangan untuk timnya.
-
Siapa yang bisa jadi PPPK di Sumut? PPPK adalah kategori pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah dengan kontrak kerja, bukan melalui jalur rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
-
Siapa yang ditugaskan Jokowi untuk membujuk Megawati? 'Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi. Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi, dalam rangka kendaraan politik untuk 21 tahun ke depan,' sebutnya.
Pertarungan antara kubu PKS dan PDIP berlanjut pada Pilgub Sumut 2013. PKS bersama Hanura, PBR, Partai Patriot, dan PKNU mengusung pasangan Gatot Pujo Nugroho-T Erry Nuradi, sedangkan PDIP berkoalisi dengan PDS dan PPRN mendukung Effendi MS Simbolon-Djumiran Abdi. Duet yang diusung PKS pada Pilgub 2013 kembali menjungkalkan calon dari PDIP. Gatot-T Erry menang dengan perolehan suara terbanyak yakni 1.604.337 atau 33 persen dari 5.001.430 suara. Sementara Effendi-Djumiran berada di posisi dua dengan raihan 1.183.187 suara atau 24,34 persen. Sisa suara terbagi pada 3 pasangan lain.
Sejumlah hal harus menjadi bahan evaluasi partai jika tak ingin kejadian serupa berulang di masa akan datang. Pengamat politik dari Univesitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Arifin Saleh Siregar menilai kekalahan pasangan nomor urut 2, Djarot Saiful Hidayat - Sihar Sitorus (Djoss), yang diusung PDIP, tak terlepas dari kesalahan strategi dan keputusan partai.
"Megawati (Ketua Umum PDIP) terlalu memaksakan kehendak memajukan kadernya untuk maju di Pilgub Sumut. Sementara elite parpol tidak dapat memberi informasi valid mengenai kondisi dan karakteristik warga Sumatera Utara, sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai harapan," kata Arifin.
Kalau elite PDIP benar-benar tahu dan mengerti karakter Sumut, hasilnya akan berbeda. PDIP tidak akan kalah 3 kali berturut-turut di daerah ini.
Pemilihan Djarot sebagai calon gubernur sebenarnya masih memungkinkan jika disokong pilihan calon wakil gubernur yang mampu mengangkat elektabilitasnya.
"Tapi ego parpol terlalu dikedepankan dengan memasangkan Djarot dengan Sihar," jelas Arifin yang juga Dekan FISIP UMSU.
Seharusnya, PDIP belajar dari dua kekalahan di Pilgub Sumut sebelumnya. Dua tokoh yang mereka usung sebagai calon gubernur, Tritamtomo dan Effendi MS Simbolon, cukup ternama tapi bukan warga Sumut. Sementara calon wakil gubernur yang dipilih, Benny Pasaribu dan Djumiran Abdi, tak punya elektabilitas yang mumpuni untuk mengangkat suara pasangan itu.
Pada Pilgub 2018, pemilihan Sihar Sitorus sebagai calon wakil gubernur, justru membuahkan persoalan, memperkuat politik identitas. Masyarakat terbelah, dan pasangan diusung PDIP mendapat bagian yang lebih kecil.
"Apalagi mereka muncul di saat momentum tidak pas, di saat semangat keumatan tengah menggebu-gebu," sebut Arifin.
Terlepas dari apa pun hasilnya, Pilgub Sumut telah memberi pemahaman ke publik bahwa politik identitas tidak selamanya membahayakan. Bahkan ada dampak positif yang muncul. Pemilih jadi melek politik. Warga yang selama ini abai atau mengabaikan menjadi peduli. Mereka mempelajari informasi pribadi dan rekam jejak calon, membahas isu, memperbincangkan, memperdebatkan, lalu ikut mencoblos.
"Ternyata tidak seperti yang dikhawatirkan selama ini. Tidak ada konflik seperti yang ditakutkan. Sekarang kedua kubu sudah duduk bersama dan tertawa-tawa," ucap Arifin.
Untuk pasangan nomor urut 1, Edy Rahmayadi - Musa Rajekshah, yang unggul telak pada hitung cepat, ada tugas berat yang menunggu mereka. Jargon mereka membuat Sumut Bermartabat bukanlah hal yang mudah diwujudkan.
Selain itu, pasangan ini harus sesegera mungkin menyatukan dua pihak yang terbelah pada Pilgub Sumut. Pernyataan pasangan ini yang menyatakan akan merangkul semua pihak harus diwujudkan menjadi kenyataan.
"Harus merangkul pihak lawan. Kalau tidak bisa dirangkul, tempatkan sebagai oposisi yang selalu siap mengkritik jika pasangan ini melakukan kesalahan. Mereka bisa jadi pengontrol kekuasaan," tegas Arifin.
Berdasarkan hitung cepat, pasangan nomor urut 1, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah, unggul telak dari pasangan nomor urut 2, Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. Namun hasil quick count itu belum dapat dijadikan dasar kemenangan pasangan calon. Mereka masih harus menunggu penghitungan manual dan rapat pleno KPU.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Megawati curiga, telah terjadi mobilisasi kekuasaan sehingga warga Jateng bungkam
Baca SelengkapnyaMenurut Mega, seharunya pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi tak terkalahkan jika Pilkada Jateng berjalan jujur.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bereaksi keras atas kekalahan partainya di Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaKekalahan Andika dan Hendi dalam Pilkada Jateng mendorong Megawati untuk mengkritik penerapan etika serta moralitas dalam proses demokrasi.
Baca Selengkapnyaasco menyebut, jika ada kecurangan dibuktikan di Bawaslu.
Baca SelengkapnyaPDIP tidak dapat kursi DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Barat. Pasangan Capres-Cawapres yang mereka usung ketika itu pun hanya mendulang belasan persen sua
Baca SelengkapnyaMegawati menyebutkan Pilkada 2024 menjadi tontonan demokrasi yang kini terancam mati karena penggunaan sumber daya dan alat negara.
Baca SelengkapnyaKelima daerah tersebut adalah Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara hingga Sulawesi Utara.
Baca SelengkapnyaMegawati menilai, saat ini politik hanya digunakan untuk penggalangan kekuatan untuk kekuasaan belaka.
Baca SelengkapnyaPDIP membuka peluang mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Syaiful Hidayat untuk dicalonkan pada Pilkada Sumut.
Baca SelengkapnyaKetua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto enggan berkomentar banyak tentang hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah 2024.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyebut ada puluhan calon yang akan maju di Pilkada 2024.
Baca Selengkapnya