Hoaks dan Politik Identitas Dianggap Tak Mempan Dipakai di Pilpres
Merdeka.com - Ketua Tim Relawan Jokowi Cakra 19, Andi Widjajanto, menegaskan strategi penyebaran informasi hoaks dan politik identitas tidak akan mempan digunakan di Pilpres 2019. Menurutnya, isu politik identitas sangat jarang dipakai di daerah-daerah.
"Politik identitas itu hanya kasuistik. Kalau melihat sebarannya di Indonesia, politik identitas ini sangat kecil dimainkan sebagai isu. Kita melakukan ratusan pilkada di tingkat kabupaten, kota dan provinsi. Kalau itu dipersentase isu identitas yang dimainkan itu sangat kecil. Benar-benar tidak ada," kata Andi dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip Antara, Selasa (2/4).
Begitu juga dengan pabrikasi hoaks yang terus dilancarkan untuk meruntuhkan reputasi pasangan calon petahana, Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Mantan Sekretaris Kabinet ini menyebut Jokowi sering diterpa berita bohong sejak maju sebagai capres pada Pemilu 2014.
-
Apa itu Politik Identitas? Politik identitas merujuk pada fenomena di mana individu atau kelompok mengidentifikasi diri mereka berdasarkan karakteristik tertentu, seperti etnis, agama, gender, orientasi seksual, atau faktor-faktor lain yang mencirikan identitas sosial mereka.
-
Bagaimana Politik Identitas digunakan? Dalam masyarakat, politik identitas digunakan sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak yang seringkali tidak terpenuhi, seperti hak-hak politik, ekonomi, dan kebudayaan.
-
Siapa yang menggunakan Politik Identitas? Sebagai contoh, kelompok etnis atau agama dapat bersatu untuk memperjuangkan hak-hak mereka atau untuk menentang diskriminasi yang mungkin mereka alami.
-
Apa yang dibilang Jokowi soal kampanye? 'presiden boleh berkampanye.''
-
Kenapa Politik Identitas muncul? Konsep ini berasal dari kebutuhan untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingan kelompok minoritas yang seringkali terpinggirkan dalam masyarakat.
-
Apa yang menjadi ciri utama Pilkada di Indonesia? Pilkada langsung memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin daerah mereka secara langsung, memperkuat partisipasi publik dalam proses demokrasi dan meningkatkan akuntabilitas pemimpin daerah terhadap konstituen mereka.
Bahkan, kata dia, Jokowi dihantam dengan isu PKI, isu agama, dan isu-isu hoaks lainnya. Tapi nyatanya, Jokowi tetap menang di 2014.
"Soal politik identitas plus hoaks yang selalu saya tekankan ke 01 adalah kita di 2014 itu diserang dengan strategi obor rakyat. Strategi yang mirip-mirip dengan hoaks di skala 2014, tapi strategi itu gagal kok," tegasnya.
Strategi hoaks, lanjut Andi, terbukti tidak sampai mempengaruhi keyakinan pemilih. "Nah di 2019 ini sudahlah, strategi itu (politik identitas dan hoaks) gagal di 2014. Masih nekat mereka coba, kita pastikan itu enggak mempan. Pasti gagal," tuturnya.
Yang terpenting, Andi berharap, sesuai pesan yang disampaikan Jokowi pada debat keempat lalu, masyarakat jangan sampai tercerai berai gara-gara politik lima tahunan.
"Saya mengulang aja kata-kata Pak Jokowi. Jangan sampai (kampanye) pemilu yang enam bulan ini membuat rantai sepeda kita putus. Jangan sampe rantai sepeda bangsa ini putus hanya gara-gara pemilu lima tahunan," jelas Andi.
Andi meyakini, di sisa waktu sekitar dua pekan ini masyarakat sudah menentukan pilihan siapa yang akan dipilih sebagai pemimpin mereka untuk lima tahun ke depan.
"Kalau berjalan normal serta melihat survei-survei yang ada, secara rasional kita sudah tahu elektabilitas siapa yang nanti akan tinggi pada 17 April nanti," ucapnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika sebelumnya begitu kencang hembusan politik identitas, sekarang isunya bergeser menjadi oligarki dan dinasti politik.
Baca SelengkapnyaHanggoro menilai, masyrakat tak dapat menilai secara objektif debat yang berlangsung.
Baca SelengkapnyaKampanye secara negatif diharapkan tidak terjadi lagi karena berdampak buruk pada perkembangan demokrasi.
Baca Selengkapnyadeklarasi pasangan Anies-Cak Imin (AMIN) terkesan diputuskan terlalu cepat dan mendadak.
Baca SelengkapnyaSebaliknya, persepsi publik yang tak mengkhawatirkan isu politik dinasti terjadi peningkatan. Jika semula 33,7 persen, kini menjadi 42,9 persen.
Baca SelengkapnyaAgama saat ini lebih sering digunakan sebagai alat politik dan ekonomi.
Baca SelengkapnyaDebat diyakini tidak bakal banyak mengubah peta elektabilitas para calon presiden.
Baca SelengkapnyaHasto Tuding Bansos Effect pada Pemilu 2024, Gerindra: Segelintir Elite yang Belum Move On
Baca SelengkapnyaMenurut KPU RI, hal itu tidak relevan sebab Jokowi bukan bagian dari peserta pemilu.
Baca SelengkapnyaPendukung Anies-Cak Imin yang menonton debat mencapai 48,9 persen, sementara Ganjar-Mahfud 48,4 persen. Pendukung Prabowo-Gibran yang menonton debat 39,1.
Baca SelengkapnyaBurhanuddin Muhtadi menilai efek bansos tidak signifikan pada Pilkada Jakarta
Baca SelengkapnyaDengan asumsi metode simple random sampling ukuran sampel 800 responden
Baca Selengkapnya