Indonesia Dinilai Belum Mampu Jiplak Korsel Gelar Pemilu di Tengah Covid-19
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, Indonesia dinilai belum mampu meniru Korea Selatan untuk menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) di tengah pandemi Covid-19. Dia menyebut ada sejumlah hal yang harus dipelajari Indonesia dari Korea Selatan.
Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pemilu di tengah pandemi Covid-19, kata dia, yakni prinsip pemilu yang bebas dan adil. Salah satunya memastikan pemilih bebas dari tekanan dan intimidasi.Dalam konteks ini, intimidasi yang dimaksud tak lain kecemasan dan pertanyaan masyarakat, apakah mereka bisa menggunakan hak pilih di TPS tanpa terjangkit Covid-19.
"Intimidasi itu bisa juga intimidasi psikis, atau emosional. perasaan aman, terlindungi, kalau dia memilih tidak akan tercederai. Itu yang betul-betul bisa kita lihat dari praktik di Korea Selatan," ujar dia, Selasa (21/4).
-
Bagaimana asas pemilu menjamin keadilan? Asas ini menjamin bahwa semua pemilih dan peserta pemilu akan mendapatkan perlakuan secara adil dan bebas dari kecurangan dari pihak mana saja dalam penyelenggaraan pemilu.
-
Apa ciri utama pemilu yang demokratis? Pemilu yang demokratis adalah pemilihan umum yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu menghormati hak asasi manusia, menjamin kebebasan berpendapat dan berserikat, serta mengakui kedaulatan rakyat.
-
Kenapa penting menjaga kerukunan di pemilu? Pemilu sering kali memunculkan sejumlah masalah yang ada di masyarakat. Salah satu masalah yang kerap terjadi adalah masalah kerukunan. Proses politik yang sengit antar kandidat calon pemilu, kerap kali memunculkan perbedaan pendapat antar masyarakat.
-
Mengapa prinsip pemilu penting? Prinsip-prinsip pemilu ini bertujuan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu, serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.
-
Bagaimana cara pemilu memastikan keadilan untuk semua? Dalam penyelenggaraan pemilu, baik pemilih maupun peserta pemilu harus mendapatkan perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan dari pihak mana pun.
-
Apa yang dimaksud dengan integritas pemilu? Integritas pemilu merujuk pada keadaan di mana proses pemilihan umum dilaksanakan dengan penuh kejujuran, keadilan, dan tanpa adanya intervensi yang merugikan.
Menilik pengalaman Korsel, angka pengguna hak pilih dalam negeri naik dari pemilu sebelumnya. Sementara jumlah warga korea di luar negeri yang menggunakan hak pilih justru menurun.
"Di luar negeri. Hanya 40.000-an pemilih di dari 171.000 pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Pemilih di luar negeri yang menggunakan hak pilih sebesar 23,8 persen dibandingkan Pemilu Sebelumnya tahun 2016 pemilu National Assembly itu 41,4 persen," paparnya.
"Saya melihat rasa aman bisa dijamin ketika dia ada di dalam negeri. Tapi tidak bisa diberikan sepenuhnya ketika berada di luar negeri," ujar dia.
Konteks keberhasilan pelaksanaan pemilu di Korsel juga tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan pemerintah setempat dalam mengatasi Covid-19. Sebab keberhasilan tersebut, memberikan keyakinan kepada masyarakat.
"Pemilu Korea terselenggara di tengah apresiasi dunia pada keberhasilan Korsel untuk mengatasi Covid-19. Korsel menjadi rujukan banyak negara. Itu meningkatkan kepercayaan yang tinggi kepada aktor-aktor negara di sana terkait keselamatan dan kesehatan masyarakat. Ditambah kultur masyarakat Korsel yang disiplin. Kedisiplinan warga negara yang membuat Pemilu bisa berhasil," jelasnya.
"Ketika ada kode periode bahwa harus jaga jarak, menggunakan masker, hand sanitizer ketika berproses di TPS itu kan berpengaruh besar. Jadi kultur pemilihannya berkontribusi bagi berhasilnya proses pemilu," lanjut dia.
Kemampuan dan kapasitas kelembagaan penyelenggara pemilu untuk meyakinkan untuk tampil meyakinkan dan membangun kepercayaan publik juga penting. Di Korsel, penyelenggara pemilu mampu meyakinkan pemilih bahwa mereka bisa bekerja profesional dalam menyelenggarakan pemilu. “Jadi ada kredibilitas dan kepercayaan publik yang tinggi pada penyelenggara pemilu, bahwa pemilu bisa berjalan dengan baik, dengan protokol yang sejalan, bisa proteksi keselamatan,” jelas dia.
Selain itu, ada dukungan perangkat elektoral yang memungkinkan pemilu beradaptasi dengan kondisi emergency seperti pandemi Covid-19. Perangkat elektoral yang dia maksud yakni instrumen hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pemilu.
"Mulai dari kerangka hukum. Jadi instrumen hukum di Korsel mampu beradaptasi dengan situasi krisis. Misalnya tadi dengan adanya mekanisme memilih lebih awal. tidak harus bergerombol pada hari H. Tanggal 10 dan 11. di beberapa negara harus lapor dulu agar bisa memilih lebih awal,” ujar dia.
"Memilih lewat pos dan untuk disabilitas bahkan bisa memilih lewat alat bantu telepon. Hanya saja memang dilakukan penyesuaian, ada adaptasi, misalnya untuk jangkauan siapa saja yang bisa pilih lewat pos itu diperluas. Lalu memilih lebih awal itu juga diperluas. Jadi implementasi saja yang diadaptasi dengan situasi krisis," imbuhnya.
Oleh karena itu, jika prinsip-prinsip di atas masih belum bisa dipenuhi oleh Indonesia, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, Perludem berpandangan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 baka sulit direalisasikan.
"9 Desember dalam situasi seperti saat ini, konteks Indonesia menurut kami di Perludem sangat tidak memungkinkan atau sangat berisiko kalau kita tetap melaksanakan pilkada. Paling memungkinkan di 2021, dengan waktu yang lebih memadai jadi UU mestinya waktu pilihan, dipilih waktu yang paling memadai, paling panjang di 2021,” terang dia.
"Juga kewenangan yang diberikan kepada KPU untuk melakukan penyesuaian teknis Pemilu atau pengelolaan tahapan. yang bisa beradaptasi dengan situasi krisis yang kita hadapi. Misalnya dalam analisis KPU ada daerah yang masih krisis bisa saja dalam peraturan yang dibuat KPU itu dilakukan penyesuaian," tandasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Asas pemilu adalah pedoman yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Keenam asas pemilu ini dikenal juga dengan akronim Luber Jurdil.
Baca SelengkapnyaPilkada terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah Pilkada Serentak 2020, yang berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020.
Baca SelengkapnyaPenyelenggara pemilu merujuk pada badan atau lembaga yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan proses pemilihan umum atau pemilihan lainnya.
Baca SelengkapnyaPadahal, kata Titi, demokrasi sejatinya sistem nilai yang harus ditegakkan dengan prinsip kebebasan dan kesetaraan untuk semua.
Baca SelengkapnyaPrinsip-prinsip dasar pemilu mencerminkan nilai-nilai demokratis yang mendasari proses ini.
Baca SelengkapnyaPuan Maharani menyoroti proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tahun ini agar dapat berjalan dengan jujur dan adil.
Baca SelengkapnyaMenurut Undang-Undang No.7 Tahun 2017 memaparkan bahwa asas pemilu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Baca SelengkapnyaJK kemudian bicara tentang demokrasi. Menurut dia, banyak yang salah kaprah dalam memahami demokrasi.
Baca SelengkapnyaIntegritas pemilu merupakan aspek kritis dalam menjaga kesehatan demokrasi suatu negara.
Baca SelengkapnyaSebab, dia menilai saat ini pengawasan DPR RI pada Pemilu 2024 tak ada marwahnya.
Baca SelengkapnyaPoses kandidasi yang telah terjadi dalam Pilkada 2024 dinilai sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
Baca SelengkapnyaPemilu di Indonesia diatur dalam undang-undang yang jelas.
Baca Selengkapnya