Ini 5 alasan calon tunggal jangan sampai tunda pilkada serentak
Merdeka.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya tetap meneruskan tahapan pilkada seandainya tetap hanya ada calon tunggal, setelah perpanjangan waktu pendaftaran pasangan calon ditutup. Ketimbang menunda pilkada sampai 2017 karena calon tunggal, lebih baik dipertimbangkan untuk mekanisme aklamasi.
"Wacana aklamasi patut mendapat tempat. Hal ini menghindari skenario politik adanya 'calon boneka' hasil rekayasa yang merupakan penghinaan terhadap demokrasi," kata
Wakil Sekjen KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) Indonesia, Girindra Sandino, lewat siaran pers, Kamis (30/7).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kenapa Pilkada Serentak dilakukan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.
-
Bagaimana Pilkada Serentak diadakan? Dalam sistem presidensial, pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat, yang menciptakan akuntabilitas dan legitimasi bagi pemimpin daerah.
-
Kenapa Pilkada dilakukan secara serentak? Pilkada serentak 2015 digelar untuk daerah-daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang habis pada periode 2015 sampai Juni 2016.
-
Bagaimana cara pemilihan dilakukan di pilkada serentak? Pilkada Serentak menerapkan sistem pemilihan langsung dimana pemilih secara langsung memilih calon kepala daerah dan wakilnya.
Alasan kedua, Sandino menilai, esensi demokrasi tidak harus dengan kontestasi elektoral. Sebab, proses penjaringan calon kepala daerah sudah merupakan bagian dari demokrasi itu sendiri karena melibatkan masyarakat.
"Dukungan kuat terhadap calon kepala daerah yang menghasilkan calon tunggal tidak terlepas dari aspirasi masyarakat serta kondisi obyektif yang menghendaki demikian," ujarnya.
Alasan ketiga, menurut Sandino, pengunduran penyelenggaraan pilkada pada tahun 2017 pada daerah yang memiliki calon tunggal secara tidak langsung mengurangi hak pilih pasangan calon kepala daerah tersebut, sehingga merugikan secara politik.
"Pasangan calon kepala daerah tersebut bisa jadi akan kehilangan momentum politik atau konstelasi politik akan berubah alias tidak sama dengan tahun 2017," ujarnya.
Alasan keempat, papar Sandino, dengan pemilihan secara aklamasi, pemerintahan lokal di daerah bersangkutan justru akan berjalan efektif. Di sisi lain, mundurnya penyelenggaraan pilkada pada 2017, kepemimpinan daerah tersebut otomatis akan diganti dengan Pelaksana Tugas (Plt) sementara.
"Pertanyaannya adalah pejabat Plt sementara tersebut tidak mewakili siapa-siapa juga lemah legitimasinya. Hal ini akan mempersulit dalam mengambil kebijakan-kebijakan strategis di daerah itu," ujarnya.
Kelima, Sandino menyarankan, jika peraturan KPU (PKPU) tidak memadai dalam mengakomodasi pemilihan aklamasi calon tunggal di pilkada Serentak saat ini.
"Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi jalan sebagai payung hukum untuk mengatasi persoalan calon tunggal," ujarnya.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Jokowi menyebut hal tersebut merupakan kenyataan demokrasi yang terjadi di daerah.
Baca SelengkapnyaJokowi menyebut hal tersebut merupakan kenyataan demokrasi yang terjadi di daerah.
Baca SelengkapnyaIa memberikan contoh KPU dapat memfasilitasi pemasangan alat peraga calon kepala daerah, namun tidak untuk kotak kosong
Baca SelengkapnyaKetua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menjelaskan pemenang Pilkada tak perlu memperoleh suara 50+1 seperti pada aturan Pilpres.
Baca SelengkapnyaTerdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9).
Baca SelengkapnyaIdham mengatakan bahwa sesuai aturan yang ada calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 harus memperoleh lebih dari 50 persen suara sah.
Baca SelengkapnyaKetua Bawaslu Rahmat Bagja mengusulkan penyelenggaraan pemilu dan pilkada tidak dilaksanakan dalam tahun yang sama.
Baca SelengkapnyaKesempatan itu diberikan karena KPU berkomitmen mendorong daerah-daerah agar tidak ada calon tunggal selama proses pencalonan pada Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaMuncul isu skenario tunda pemilu pada awal tahun 2023.
Baca SelengkapnyaPoses kandidasi yang telah terjadi dalam Pilkada 2024 dinilai sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
Baca SelengkapnyaMeski begitu, hal ini dapat dipidana apabila narasi tersebut sampai ke tahap fitnah yang diarahkan kepada calon kepala daerah saat proses kampanye.
Baca Selengkapnya"Kami segenap sesepuh masyarakat Provinsi Banten menyerukan Pilkada 2024 berjalan dalam suasana kompetisi yang bebas dan damai,"
Baca Selengkapnya