Ini 9 potensi konflik pilkada serentak 2018 dan solusinya versi Komisi II
Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy memetakan sembilan potensi masalah dan solusinya dalam Pilkada Serentak 2018. Pertama, kata dia, kurangnya sosialisasi aturan oleh KPU dan Bawaslu.
Dia mengatakan, peserta maupun penyelenggara banyak yang kurang paham. Solusi dari Komisi II adalah dengan sosialisasi yang masif serta perlu juga didorong pengeluaran surat edaran.
"Setiap persoalan bikin surat edaran. Semakin banyak surat edaran semakin baik, supaya tidak multitafsir," kata Lukman pada diskusi publik bertajuk Potensi Masalah Pilkada Serentak 2018 di KPU, Jakarta, Selasa (7/11).
-
Bagaimana cara Pilkada DKI 2017? Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017 (disingkat Pilgub DKI 2017) dilaksanakan pada dua tahap, yaitu tahap pertama di tanggal 15 Februari 2017 dan tahap kedua tanggal 19 April 2017 dengan tujuan untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022.
-
Apa itu Pilkada? Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung.
-
Apa saja yang diatur dalam aturan Pilkada Serentak? Pilkada serentak diatur oleh undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
-
Siapa ketua KPU DKI Jakarta? Keputusan itu ditetapkan Ketua KPU DKI Wahyu Dinata pada Sabtu, 9 Maret 2024.
-
Bagaimana Pilkada DKI 2017 dijalankan? Pilkada DKI Jakarta 2017 merupakan salah satu pemilihan kepala daerah yang paling menonjol dalam sejarah Indonesia karena berbagai dinamika politik dan sosial yang terjadi.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Menurutnya, pemicu yang biasanya terjadi adalah incumbent. Komisi II, kata Lukman selalu curiga dengan praktik incumbent untuk memenangkan dirinya sendiri. Maka itu, pasal ihwal incumbent diperketat.
"Solusinya, ini memang khususnya sosialisasi Pasal 71 dan penjelasannya harus masif juga. Potensi konflik dan pasal 71 itu berpotensi multitafsir dan digunakan lawan-lawan Incumbent," jelasnya.
Berikutnya adalah keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam memenangkan kepala daerah. Lukman mengungkapkan kurangnya sanksi bagi oknum. Apa yang biasa terjadi adalah oknum Kadin yang dikenai rekomendasi turun jabatan, malah tetap jabatannya saat kepala daerah yang didukung kembali terpilih.
"Solusinya ada MoU antara Bawaslu, KPU, Kemendagri, Kemenpan, BKN dimana keputusan Bawaslu harus dieksekusi. Kalau enggak, enggak ada ngaruhnya," tuturnya.
Sama pula dengan keterlibatan di tubuh Polri dan TNI. Pada 2015, Lukman mencontohkan, di Kepulauan Riau, incumbent didukung oknum TNI, sementara lawannya didukung oknum Polri. Keduanya sama-sama menurunkan intel ke desa-desa untuk mempengaruhi pemilih. Di 2018 pun, sudah terlihat potensi ini di Kalimantan Timur.
"Kapolda mau jadi kandidat. Ada proses ketakutan oleh calon lain kasus diangkat dan lain-lain," ucap Lukman.
Dua masalah berikutnya adalah politik uang dan rekapitulasi suara yang sarat dicurangi. Lukman setuju dengan tindakan KPU yang melakukan razia dalam masa tenang dan hari pemilihan.
Menurutnya hal itu perlu dilanjutkan dengan melakukan MoU antara Kepolisian, TNI, Kejagung, KPU dengan menciptakan operasi yang disebutnya sebagai operasi demokrasi.
Masalah suara, dia ingin ada penggabungan sistem manual dan digital dalam metode pengawasan. Selama ini metode foto tidak ada payung hukum yang kuat.
Dua masalah berikutnya cukup mirip, penyelenggara yang berpihak. Lukman menyarankan Bawaslu dan KPU berlaku profesional. Apalagi dengan Bawaslu yang memiliki kewenangan sangat besar dalam pilkada serentak 2018.
Kedelapan adalah potensi konflik yang dihasilkan dari dampak kampanye. Dengan kampanye hitam misalnya seperti pilkada DKI Jakarta lalu dengan masalah pengecapan penista agama.
Terakhir, adalah kekhawatiran atas munculnya calon tunggal. "Peluang calon tunggal itu ada, kalau parpol bertemu kandidat yang kuat modalnya ini berbahaya sementara dia tidak disenangi masyarakat," kata Lukman. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kemenko Polhukam melakukan pemetaan untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial tersebut.
Baca SelengkapnyaKerawanan tinggi potensial terjadi pada tahapan kampanye dan proses pemungutan suara.
Baca SelengkapnyaDewan Ketahanan Nasional (Wantannas) mengungkap potensi kerawanan konflik di daerah yang menggelar Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaKonflik menjadi salah satu aspek yang tidak dapat lepas dalam kontestasi pemilihan umum.
Baca SelengkapnyaMendagri Tito kemudian menyinggung ketidak harmonisan antara Gubernur dengan Wali Kota dan Bupati karena unsur politis
Baca SelengkapnyaAnggota Bawaslu RI Puadi mengatakan, keberpihakan kepala desa menjadi salah satu permasalahan yang banyak terjadi.
Baca SelengkapnyaDengan pilkada langsung, Demokrat menilai masyarakat bisa memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat
Baca SelengkapnyaDPR RI bersama KPU, Bawaslu dan Pemerintah akan melakukan rapat dengar pendapat untuk mengantisipasi bila kotak kosong menang dalam Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaPenerapan Pilkada Jakarta dua putaran masih sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta.
Baca SelengkapnyaPolri sudah melakukan pemetaan terhadap beberapa wilayah yang rawan akan terjadinya gangguan selama proses Pilkada.
Baca SelengkapnyaWacana Pilkada serentak 2024 dipercepat terus bergulir. Awalnya Pilkada dijadwalkan digelar November 2024. Namun, ada usulan agar dimajukan menjadi September.
Baca SelengkapnyaData Perludem ada 21 PHPU di Papua Tengah yang didaftarkan ke MK
Baca Selengkapnya