Kampanye terbuka dan iklan tak efektif naikkan elektabilitas
Merdeka.com - Hasil survei Saiful Mujani Research and Consultan (SMRC) menyebut ada beberapa cara kampanye yang dianggap tidak mampu menaikkan elektabilitas. Cara kampanye pertama yang gagal adalah menghubungi para pemilih.
Kampanye jenis ini paling sering dilakukan oleh PDIP dan Gerindra. Namun cara ini dianggap tidak konsisten dengan elektabilitas. "Elektabilitas Gerindra yang hanya 10 persen jauh di bawah PDIP," kata Direktur SMRC Djaya Hanan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (3/4).
Cara kampanye kedua adalah dengan ikut kampanye terbuka. Masyarakat yang mengaku pernah ikut kampanye jenis ini hanya 8 persen. Dari 8 persen ini massa Golkar dan PDIP paling aktif berkampanye. "Golkar paling unggul menarik massa tapi elektabilitas di bawah PDIP," sambung dia.
-
Bagaimana cara masyarakat berpartisipasi di Pilkada 2024? Masyarakat diharapkan menggunakan hak pilih mereka dengan bijak untuk menentukan pemimpin yang terbaik.
-
Siapa yang berpengaruh terhadap partisipasi pemilih? Partisipasi masyarakat dalam Pemilu juga dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap penyelenggara Pemilu dan kontestan.
-
Apa yang dipilih rakyat pada Pemilu Proporsional Tertutup? Sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan di mana rakyat hanya memilih partai. Pada surat suara, tertera hanya nama partai politik dan pemilih memilih melalui tanda gambar atau lambang partai.
-
Siapa yang ikut kampanye Prabowo? Pasangan capres-cawapres nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hari ini Sabtu 9 Desember 2023 berkampanye di sejumlah daerah.
-
Siapa yang tidak ikut Pilkada 2024? Seluruh provinsi yang ada di Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak 2024 kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
-
Siapa yang enggan menanggapi kampanye hitam? Terkait kampanye hitam yang menyinggung persoalan keluarga, Gibran enggan menanggapinya. 'Kita no komen lah soal itu, tapi yang pastikan gini, jangan merendahkan martabat orang lain.,' tandasnya.
Begitu dengan iklan. Meski diyakini sebagai cara ampuh menaikkan elektabilitas, namun survei ini menunjukkan hal yang berbeda. "Menurut memori pemilih Partai Golkar dan Gerindra paling banyak beriklan tapi justru PDIP yang paling banyak dipilih," ujarnya.
Hal yang kontras justru terjadi jika partai berkampanye lewat baliho, spanduk dan sejenisnya. "Kampanye dengan atribut terlihat lebih konsisten hubungannya dengan kekuatan partai. PDIP paling banyak memasang spanduk dan elektabilitas paling tinggi," kata dia lagi.
Survei ini melibatkan 2.050 responden dengan teknik complex sampling dan margin of error sekitar 2,2 persen. Survei membuat simulasi surat suara dengan pertanyaan apa partai yang dipilih bila pemilu diadakan sekarang (26-29 Maret 2014).
Hasilnya, PDIP (20,9 persen), Golkar (16,1 persen), Gerindra (10,5 persen), Demokrat (9,9 persen), PKB (8,5 persen) dan sisanya partai-partai lain.
(mdk/has)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Debat diyakini tidak bakal banyak mengubah peta elektabilitas para calon presiden.
Baca SelengkapnyaHasil survei Populi mengungkapkan ada sebanyak 8,1 persen masyarakat yang belum memutuskan pilihannya dalam Pilpres mendatang
Baca Selengkapnya80 persen pemilih puas atas kinerja Presiden Joko Widodo
Baca SelengkapnyaAlasan paling banyak adalah karena masyarakat mengaku tidak punya waktu menonton.
Baca SelengkapnyaBelum tentu adanya korelasi kepuasan Jokowi dengan elektabilitas Gibran.
Baca SelengkapnyaData-data survei opini publik digunakan dengan populasi seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum.
Baca SelengkapnyaMenurut laporan, Ganjar-Mahfud menghabiskan dana kampanye Rp506 miliar, tepatnya Rp506.892.847.566.
Baca SelengkapnyaFaktor kesukaan masyarakat berdampak pada elektabilitas Anies.
Baca SelengkapnyaNamun, hal itu berbanding terbalik dengan suara PDI Perjuangan yang tinggi pada Pemilu 2024 ini
Baca SelengkapnyaGanjar Mahfud disarankan untuk mencari skema serta format kampanye yang kreatif dan memiliki diferensiasi.
Baca SelengkapnyaHanggoro menilai, masyrakat tak dapat menilai secara objektif debat yang berlangsung.
Baca Selengkapnyadeklarasi pasangan Anies-Cak Imin (AMIN) terkesan diputuskan terlalu cepat dan mendadak.
Baca Selengkapnya