Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kapolri & Jaksa Agung kompak sikat Setya Novanto, KPK tak cawe-cawe

Kapolri & Jaksa Agung kompak sikat Setya Novanto, KPK tak cawe-cawe Jokowi bertemu petinggi Polri Jaksa Agung KPK. ©2015 merdeka.com/arie basuki

Merdeka.com - Kasus pemalakan saham PT Freeport yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dengan dalih akan diberikan ke Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mulai memasuki babak baru. Sidang etik sudah mulai digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

Menteri ESDM Sudirman Said selaku pelapor sudah dihadirkan pada sidang perdana. Sidang hari kedua menghadirkan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Keduanya dipanggil untuk dikonfirmasi terkait rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Maroef Sjamsoeddin di Hotel Ritz Carlton pada Juni 2015.

Tak hanya itu, aparat penegak hukum akhirnya ikut bergerak menelusuri kasus ini. Kepolisian dan Kejaksaan Agung mulai ambil ancang-ancang dan melangkahkan kaki menyelidiki kasus pencatutan nama, penipuan dan potensi atau indikasi korupsi.

Orang lain juga bertanya?

Baik Kapolri Jenderal Badrodin Haiti maupun Jaksa Agung HM Prasetyo kompak melibas pihak-pihak yang terlibat dalam persoalan ini. Tidak pandang bulu, termasuk Ketua DPR Setya Novanto jika terbukti bersalah bakal disikat. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memilih wait and see, menunggu jalannya penyelidikan kasus yang tengah dibidik kepolisian dan kejaksaan.

Merdeka.com mencatat sikap penegak hukum dalam kasus ini. Berikut paparannya.

Kapolri sebut Setnov bisa kena pasal penipuan

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan bahwa Ketua DPR Setya Novanto bisa dikenakan pasal penipuan jika PT Freeport Indonesia merasa dirugikan dan melaporkan politikus Golkar ini ke pihak Kepolisian. Badrodin mengaku saat ini tengah mengikuti proses persidangan kasus tersebut di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR.

"Seperti yang saya sampaikan ini bisa saja ini ada tindakan penipuan, dari sisi PT Freeport apabila ini merasa dirugikan. Sementara kalau dari hasil semalam belum terlihat, apakah ini tipikor atau pidana umumnya," kata Badrodin di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12).

Namun kasus tersebut tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung. Oleh sebab itu, dia mengatakan, perlu penelitian dan pengkajian terhadap kasus itu.

"Tadi saya tanyakan ke Jamintel, ini masih dalam penyelidikan artinya kalau penyelidikan itu masih melakukan penelitian termasuk mencari fakta-fakta hukum apakah betul sudah terjadi tindak pidana dan pidana apa," kata dia.

"Jadi makanya Kejagung masih melakukan penelitian belum sampai pada penyidikan. Makanya nanti akan disimpulkan. Karena belum jelas ini apakah Tipikor apa tindak pidana umum. Kalau pidana umum kita juga akan turun. Makanya kita masih tunggu gimana di MKD nya. Ini kan belum. Dari pihak PT Freeport kan juga belum," sambung dia.

Jaksa Agung siap periksa Setya Novanto

Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan bakal memeriksa pihak-pihak yang ikut terlibat kasus dugaan percobaan korupsi dalam lobi perpanjangan kontrak PT Freeport yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto (Setnov). Saat ini, Kejagung tengah mencari bukti-bukti kuat untuk meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.

"Siapapun yang terkait akan dipanggil untuk pendalaman, termasuk Setya Novanto," kata Jaksa Agung M Prasetyo saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Rabu (2/12).

Prasetyo menerangkan kasus ini diusut bukan lantaran nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dicatut dalam lobi perpanjangan kontrak perusahaan tambang emas itu. Melainkan, lanjut dia, adanya 'aroma' tindak pidana korupsi. "Kapolri melihatnya sekedar pencatutan nama, kita melihatnya dari sudut korupsi," tegasnya.

Kejaksaan sebut ada indikasi pemufakatan jahat

Kejaksaan Agung (Kejagung) merasa yakin mengungkap adanya dugaan percobaan dugaan korupsi dalam lobi perpanjangan kontrak PT Freeport oleh Ketua DPR Setya Novanto (Setnov). Sebab, Kejagung sudah mengendus adanya praktik rasuah dalam skandal tersebut.

"Ini kita melihat ada indikasi upaya untuk mencari kesempatan, mencari untung dari program kerja," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah di Kejagung, Jakarta, Rabu (2/12).

Arminsyah menilai perbuatan tercela yang dilakukan Setnov adalah upaya mencari keuntungan dari sebuah program kerja. Sehingga, lanjut dia, Korps Adhyaksa menduga adanya perencanaan melakukan tindak pidana korupsi.

"Nah ini kan suatu yang tidak baik yang kita lihat bahwa ini sudah indikasi. Ini kan indikasi pemufakatan terkait dengan Undang-undang Korupsi," terangnya.

Dijelaskan Arminsyah, adanya indikasi mufakat itu melanggar Pasal 15 Undang-Undang Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001.

"Sudah lama penyelidikannya. Yang jelas kita sudah melakukan penyelidikan," ucap dia.

Kejaksaan periksa rekaman di HP bos Freeport

Kejaksaan Agung akan memanggil beberapa saksi untuk mengungkap kasus pencatutan nama Presiden Jokowi diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dalam perpanjangan kontrak PT. Freeport. Kejagung tengah mengumpulkan bukti terkait kasus tersebut.

"Iya lah, iya dong (panggil saksi). Kita kan ingin mengembangkan dan mencari bukti-bukti awalnya yang cukup," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (3/12).

Prasetyo membenarkan Presiden Direktur PT. Freeport Maroef Sjamsoeddin telah menyerahkan handphone yang berisi rekaman dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi itu kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Alat rekaman itu diserahkan Maroef hari ini.

"Betul. Karena ini kan untuk kepentingan penegakan hukum, proses hukum," kata Prasetyo.

Prasetyo mengatakan, HP tersebut nantinya diperlukan untuk penyelidikan dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi itu. "Ya iya (Penyelidikan). Saya baru dapat laporan dari Jampidsus tadi. Itu langkah yang tepat itu," pungkasnya.

KPK takkan cawe-cawe kasus Setnov

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrohman Ruki mengaku sulit menyelidiki kasus Ketua DPR Setya Novanto dalam pencatutan nama Jokowi. KPK juga tidak bisa 'cawe-cawe' soal kasus Setya Novanto.

"Kasus di kejaksaan Agung belum jelas, yang sekarang di periksa MKD adalah etik. Kalau tindak pidana umum maka kami enggak bisa cawe-cawe karena kewenangan polri," kata Ruki di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12).

Kendati demikian, menurut dia pihaknya akan supervisi atau mengawasi kasus Setya Novanto itu. Pasalnya, KPK mempunyai kewenangan yang sama dengan Kejaksaan Agung.

"Kalau Pak Jaksa Agung sudah bilang korupsi, ya silakan. Jaksa punya kewenangan sama dengan KPK. Kami enggak permasalahkan. Kami akan lakukan untuk supervisi," kata dia.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kapolri Mendadak Sambangi KPK, Ada Apa?
Kapolri Mendadak Sambangi KPK, Ada Apa?

Kapolri Sigit datang bersama jajarannya sekitar pukul 12.07 WIB.

Baca Selengkapnya
Jaksa di Bondowoso Kena OTT KPK, Kejagung: Dipecat dan Tidak Ada Pendampingan Hukum
Jaksa di Bondowoso Kena OTT KPK, Kejagung: Dipecat dan Tidak Ada Pendampingan Hukum

Kedua jaksa yang terlibat korupsi itu dipecat sementara

Baca Selengkapnya
Kejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ini Respons KPK
Kejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ini Respons KPK

Kejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ini Respons KPK

Baca Selengkapnya
Menko Hadi Pastikan Isu Anggota Densus 88 Kuntit Jampidsus Dalam Tahap Penyelidikan
Menko Hadi Pastikan Isu Anggota Densus 88 Kuntit Jampidsus Dalam Tahap Penyelidikan

Hadi mengatakan proses penyelidikan tetap dilakukan dengan tetap saling menjaga marwah.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Istana Jawab Eks Ketua KPK Agus Rahardjo Soal Jokowi Minta Kasus E-KTP Disetop
VIDEO: Istana Jawab Eks Ketua KPK Agus Rahardjo Soal Jokowi Minta Kasus E-KTP Disetop

Agus Rahardjo menyebut Presiden Jokowi pada 2017 pernah memintanya menghentikan kasus korupsi Setya Novanto.

Baca Selengkapnya
Istana Jawab Pengakuan Agus Rahardjo Pernah Diperintah Jokowi Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi e-KTP
Istana Jawab Pengakuan Agus Rahardjo Pernah Diperintah Jokowi Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi e-KTP

Agus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.

Baca Selengkapnya
Jampidsus soal Kasus Dikuntit Densus 88: Sudah Diambil Alih Jaksa Agung
Jampidsus soal Kasus Dikuntit Densus 88: Sudah Diambil Alih Jaksa Agung

Kasus ini sudah bukan masalah pribadi, melainkan institusi Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya
Kejagung Jawab Pimpinan KPK: Jika Ada Menengarai Tutup Pintu Koordinasi dan Supervisi Sebaiknya Diungkap
Kejagung Jawab Pimpinan KPK: Jika Ada Menengarai Tutup Pintu Koordinasi dan Supervisi Sebaiknya Diungkap

Kejagung menegaskan tidak menutup ruang koordinasti dan surpervisi dan mempersilakan KPK mencari bukti apabila ada personel korps Adhyaksa.

Baca Selengkapnya
Soal OTT Militer, TNI Pesan ke KPK: Cukup Kasih Tahu Saja, Jam Sekian Mau Tangkap TNI
Soal OTT Militer, TNI Pesan ke KPK: Cukup Kasih Tahu Saja, Jam Sekian Mau Tangkap TNI

Sehingga, Agung menegaskan tidak perlu bagi KPK memandang dalam operasi senyap atau OTT takut informasinya bocor.

Baca Selengkapnya
Mahfud soal Kisruh KPK vs TNI: Setop Perdebatan Prosedural, Jangan Sampai Substansi Perkara Kabur
Mahfud soal Kisruh KPK vs TNI: Setop Perdebatan Prosedural, Jangan Sampai Substansi Perkara Kabur

Mahfud yakin TNI akan mengganjar hukuman tegas untuk prajurit yang bersalah.

Baca Selengkapnya
KPK Obok-Obok Kantor dan Rumah Dinas Bupati Situbondo!
KPK Obok-Obok Kantor dan Rumah Dinas Bupati Situbondo!

Hal itu dibenarkan oleh Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardika Sugiarto.

Baca Selengkapnya
Jejak Karier Setyo Budiyanto, Ketua KPK Baru yang Dukung OTT dalam Memerangi Korupsi dan Lulusan Akpol
Jejak Karier Setyo Budiyanto, Ketua KPK Baru yang Dukung OTT dalam Memerangi Korupsi dan Lulusan Akpol

Komisaris Jenderal Setyo Budiyanto telah resmi terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masa jabatan 2024-2029.

Baca Selengkapnya