Kegelisahan Buya Syafii Lihat Ujaran Kebencian dan Hoaks Marak di Medsos
Merdeka.com - Di awal tahun politik, hiruk pikuk Pemilu 2019 menjadi sorotan masyarakat. Mulai dari debat kandidat sampai soal 'contekan' masing-masing kandidat calon presiden dan wakil presiden.
Teranyar, terkait maju mundurnya pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir, kemudian kemunculan bebasnya tokoh fenomenal Basuki Tjahaja Purnama usai menjalani masa tahanan selama 1 Tahun 8 Bulan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Deretan peristiwa itu tak membuat tokoh senior Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau akrab dikenal dengan sapaan Buya Syafii risau. Ada hal lain yang menarik perhatian Buya.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Kenapa media sosial bisa menjadi beban bagi orang yang sensitif? Maraknya konten yang berbau negatif di media sosial bisa menjadi beban pikiran bagi seseorang yang sensitif terhadap hal tersebut.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan video hoaks? Video diunggah oleh akun @margiyo giyo
-
Apa yang bikin stres karena media sosial? Meskipun media sosial memiliki manfaatnya, kebiasaan yang tidak sehat dalam penggunaannya dapat menyebabkan perasaan terputus, kesepian, dan stres.
Anggota Dewan etik Mahkamah Konstitusi, itu mengaku gelisah melihat fenomena hoaks dan ujaran kebencian media sosial. Menurutnya, media sosial telah banyak dipakai untuk sesuatu yang salah oleh orang-orang tak bertanggungjawab.
Dampak ujaran-ujaran kebencian itu sangat fatal yakni membawa Indonesia ke arah perpecahan.
"Ujaran-ujaran itu orang tak bertanggungjawab tidak melihat akibatnya. Karena terlalu bebas dan tidak ada yang merasakan punya tanggungjawab moral. Saya rasa itu saja menurut saya," kata Syafii di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu (23/1).
Dia mengutarakan, aturan tentang penggunaan media sosial secara bijak bagi sebagian orang hanya angin lalu saja.
"Aturan siapa yang mau mendengar. Yang punya hati nurani mau ikut aturan itu, kalau tidak? Politik segala-galanya sekarang," tuturnya.
Dia menegaskan, tak ada cara yang ampuh mengatasi perilaku orang-orang yang tidak bertanggungjawab di media sosial. Semuanya harus dimulai dari diri sendiri yang merasa media sosial harus digunakan secara baik.
"Enggak ada cara yang ampuh. Begini saja, orang yang waras jangan hanya diam. Harus bergerak," ucap Syafii.
Menurut dia, orang waras ini jangan hanya bergerak saat tahun politik semata saja. Sampai pertarungan kekuasaan bakal selesai, lalu ditinggalkan dan tak membenahinya lagi.
"Bukan hanya di tahun politik, selanjutnya kita harus begitu," jelasnya.
Dia mengingatkan, seluruh warga negara harus mulai bergerak menghadapi bahaya ancaman media sosial agar NKRI tetap utuh.
"Negara ini harus bertahan lama dan itu tergantung kepada warga negara kita. Kalau mereka tidak mau menghiraukan kesopanan, Undang-Undang Dasar, masa depan kita itu dalam tanda tanya besar," ungkap Syafii.
Meski begitu, dia melihat orang-orang waras sudah perlahan mulai bergerak. Tinggal bagaimana memobilisasinya dengan baik.
"Sudah mulai, tapi belum terkoordinasi dengan baik. Ya (harus dikencangkan lagi)," tutupnya.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber : Liputan6.com
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Galih Loss ditangkap polisi karena konten bermuatan penistaan agama
Baca SelengkapnyaSecara pribadi, Jokowi mengaku tak masalah dihina dan diejek.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaSeseorang ketika mencari informasi cenderung sudah punya pemahaman, cara pandang, atau stigma tertentu.
Baca SelengkapnyaBeberapa jam setelah serangan Hamas ke Israel, X atau Twitter dibanjiri video dan foto hoaks serta informasi menyesatkan tentang perang di Gaza.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaYouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaWapres Ma'ruf Amin meminta masyarakat berhati-hati, dan selalu menyaring setiap informasi yang diterima saat Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaHal ini bisa dilihat langsung di media sosial, banyak yang melakukan framing pihak lawan dengan citra negatif.
Baca Selengkapnya