Kesalahan Redaksional di UU Cipta Kerja Omnibus Law
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo sudah menandatangani UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Senin (2/11). Naskah UU Cipta Kerja mendapat sorotan. Bukan hanya substansi isinya saja, tapi teknis penulisan yang tidak terhindar dari kesalahan redaksional.
Hal ini juga diakui pihak Istana. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengakui terdapat kesalahan teknis dalam penulisan Undang-undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pratikno pun mengatakan kekeliruan tersebut tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja.
"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Pratikno dalam pesan singkat, Selasa (3/11).
-
Apa saja isi poin penting dalam RUU Kementerian Negara? Salah satu poin penting dalam RUU itu adalah perubahan Pasal 15. Dengan perubahan pasal itu, presiden nantinya bisa menentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara, tidak dibatasi hanya 34 kementerian seperti ketentuan dalam undang-undang yang belum diubah.
-
Bagaimana struktur artikel? Sama seperti teks lainnya, artikel juga memiliki struktur yang menyusun kerangka teksnya.
-
Bagaimana struktur penulisan makalah? Struktur Penulisan Makalah Meski manfaat penulisan makalah sangat banyak, namun perbuatannya sendiri bukanlah hal yang terbilang mudah. Dibutuhkan banyak referensi, konsentrasi, serta ketelitian agar bisa menghasilkan makalah yang bagus, baik secara konteks maupun struktur penulisan.
-
Bagaimana proses revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.
-
Gimana struktur paragraf eksposisi? Struktur paragraf eksposisi umumnya melibatkan kalimat topik yang menyatakan pokok pikiran paragraf, diikuti oleh kalimat pendukung yang memberikan rincian atau bukti, dan diakhiri dengan kalimat penutup yang merangkum atau menyimpulkan isi paragraf.
-
Bagaimana cara Menkominfo memastikan revisi UU ITE jilid II tak semena-mena? Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (ProJo) itu menyampaikan pemerintah akan membuat ruang diskusi untuk membahas pasal-pasal dalam revisi UU ITE yang dianggap bermasalah. Dia memastikan tak akan semena-mena dalam menerapkan revisi UU ITE jilid II ini.
Berikut kesalahan redaksional yang ditemukan dalam UU Cipta Kerja.
Pertama, pada halaman 6 rumusan Pasal 6 yang salah merujuk Pasal 5 ayat (1) huruf a. Padahal Pasal 5 tidak memiliki ayat.
Bunyi pasal 6 UU Cipta dalam UU Cipta Kerja:
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi
Bunyi pasal 5 yang dirujuk:
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Tidak ada ayat 1 dalam Pasal 5 di UU Cipta Kerja.
Kedua, pasal 53 ayat (5) tertulis merujuk ayat (3). Seharusnya dalam ayat tersebut merujuk pada ayat (4).
Pasal 53
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan.
(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)', Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.
Dampak Kesalahan Ketik
Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi mengatakan, kesalahan tersebut bukan sekadar kesalahan ketik. Perlu juga dimaknai proses pembentukan perundangan yang mengorbankan prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Kesalah itu merupakan pelanggaran yang diatur Pasal 5 huruf f UU Pembentukan Peraturan Perundangan.
Dengan adanya kesalahan tersebut jelas bukti bahwa Mahkamah Konstitusi harus menyatakan UU Cipta Kerja cacat secara formil sehingga harus dinyatakan tidak mengikat secara hukum untuk seluruhnya.
"Itu semakin menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja mengandung cacat formil, dan harus dipertimbangkan serius oleh Mahkamah Konstitusi dalam menindaklanjuti permohonan uji formil nantinya," ujar Fajri dalam siaran pers, Selasa (3/10).
Fajri menuturkan, kesalahan merujuk itu juga terjadi dam UU Pemda. Akibatnya ketentuan pidana dalam UU tersebut tidak dilaksanakan dan pasal tersebut digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut Fajri seharusnya pemerintah dan DPR bertanggungjawab atas kekacauan proses legislasi tersebut. Teknis dan substansi UU Cipta Kerja masih bermasalah. Presiden bisa mengeluarkan Perppu meski tidak memberikan jalan keluar atas kerusakan yang diakibatkan proses legislasi yang buruk.
"Secara konstitusional, Presiden sebetulnya dapat membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memperbaiki kesalahan redaksional dalam UU Cipta Kerja. Namun, langkah itu tetap tidak memberikan jalan keluar atas kerusakan yang telah terjadi akibat proses legislasi yang buruk dalam setiap tahap pembentukan UU Cipta Kerja," kata Fajri.
Sementara, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai, kesalahan redaksional dalam pasal di UU Cipta Kerja membuat pasal tersebut tidak berlaku. Dia mengatakan, perbaikan sudah tidak bisa dilakukan.
"Apa dampak hukumnya? Pasal-pasal yang sudah diketahui salah, tidak bisa dilaksanakan. Karena dalam hukum, tidak boleh suatu pasal dijalankan sesuai dengan imajinasi penerapan pasal saja, harus persis seperti yang tertulis," katanya kepada wartawan, Selasa (3/10).
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Panja dibentuk setelah DPR mendengarkan pandangan pemerintah tentang alasan revisi UU IKN yang baru disahkan setahun lalu.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Baca SelengkapnyaMK memutuskan menolak permohonan karena dalil yang diajukan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Baca SelengkapnyaDPR akan mengkaji usulan tersebut bersama-sama dengan pemerintah.
Baca SelengkapnyaKemudahan berusaha menjadi spirit dalam UU Cipta Kerja
Baca SelengkapnyaDraf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.
Baca SelengkapnyaCalon Wakil Presiden nomor urut satu, Muhaimin Iskandar mendorong revisi Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca SelengkapnyaRegulasi harus memberikan dampak kepada masyarakat setelah ditetapkan.
Baca SelengkapnyaTom Lembong Termasuk Perumus Awal Omnibus Law: Produk Akhir Keluar dari DPR Sangat Beda dari Niat Awal
Baca SelengkapnyaDampak buruk yang bisa terjadi jika Baleg DPR RI menganulir putusan MK soal UU Pilkada, massa bisa turun ke jalan.
Baca SelengkapnyaSaat ini, KPU tinggal meunggu hasil dari rencana revisi Undang-Undang politik melalui Omnibus Law.
Baca Selengkapnya