Kesalnya Fadli Zon, KPK pakai standar ganda di kasus Sumber Waras
Merdeka.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon kesal dengan pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan tidak ditemukan kerugian negara dan belum ada bukti pelanggaran hukum terkait pembelian lahan RS Sumber Waras. Fadli menantang KPK melakukan uji publik dengan menyandingkan kesimpulan itu dengan hasil audit BPK.
Menurut dia, hasil audit BPK yang menunjukkan ada kerugian negara sebesar Rp 191 miliar sudah bisa membuktikan bahwa ada pelanggaran hukum dalam kasus tersebut.
"Hasil audit BPK itu harus dikatakan benar, kalau misalkan salah, hasil audit itu harus dibuktikan di pengadilan. Kalau saya lihat ada yang abaikan audit BPK ini KPK seperti bukan lembaga yudisial," ujar Fadli dalam diskusi dengan topik 'Mencari Sumber Yang Waras' di Warung Daun Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6).
-
Mengapa KPK menelaah laporan tersebut? 'Bila ada laporan/pengaduan yang masuk akan dilakukan verifikasi dan bila sudah lengkap akan ditelaah dan pengumpul info,' kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (4/9).
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam kasus korupsi? Lebih lanjut, menurut Sahroni, hal tersebut penting karena nantinya akan menjadi pertimbangan pengadilan yang berdampak pada masa hukuman para pelaku korupsi.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Apa yang di periksa KPK? 'Yang jelas terkait subjek saudara B (Bobby) ini masih dikumpulkan bahan-bahannya dari direktorat gratifikasi,' kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung KPK, Kamis (5/9).
Waketum Partai Gerakan Indonesia Rakyat (Gerindra) ini juga mengaku ada kejanggalan yang terjadi dalam kesimpulan KPK. Dia melihat KPK mengesampingkan hasil audit BPK lalu mengutamakan pendapat para ahli. "Sejak kapan kerugian negara bisa dianulir oleh keterangan ahli. Audit BPK harus diterima apa adanya, ini akan mendatangkan persoalan hukum dan ketatanegaraan," ujarnya lagi.
Padahal, lanjut Fadli, BPK sudah menggunakan dua Perpres dalam mengaudit pengadaan lahan RS Sumber Waras.
"Ada perpres 71 Tahun 2012 yang jadi dasar. Kemudian ada perpres 40 Tahun 2014. KPK ini pura-pura bodoh atau bodoh beneran? Dalam temuan BPK menggunakan keduanya," terangnya.
Fadli juga menilai KPK menggunakan standar ganda dalam mengusut setiap kasus. "Misalkan kasus Hambalang kasus, kasus SDA dan Miranda Gultom ini semuanya berdasarkan pada audit BPK," ujar Fadli.
KPK, menurut dia, terlalu cepat menyimpulkan bahwa kasus pengadaan lahan RS Sumber Waras ini tidak ada tindak pidana korupsi. Seharusnya berbagai cara dilakukan agar fakta bisa terungkap, seperti membandingkan hasil audit BPK dengan ketepatan lokasi di lapangan.
"KPK terlalu terburu-buru menyatakan pendapatnya, jadi menurut saya KPK tidak independen. Padahal secara terang benderang dalam kasus ini sudah terjadi korupsi," katanya.
Apalagi, lanjut Fadli, KPK tidak melakukan kunjungan lapangan dengan mendatangi RS Sumber Waras. "Saya datang ke Sumber Waras, saya enggak tahu pimpinan KPK apa datang ke Sumber Waras, saya ingin menemani pimpinan KPK datang ke situ, dan anak SD sudah bisa baca kalau itu Sumber Waras bukan ada di Jalan Kyai Tapa. Harusnya KPK melihat itu, karena membeli tanah bukan seperti membeli kacang," ujar Fadli.
Untuk itu, dia meminta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan gelar perkara terbuka.
"Menurut saya, gelar perkara saja di publik, siapa yang benar siapa yang salah. Menurut saya, ini perlu supaya ada kejelasan, kalau tidak, bubarkan saja BPK itu," tukasnya.
Menurut Fadli, KPK mestinya memperhatikan hasil audit tersebut dikarenakan BPK merupakan lembaga yang diamanatkan negara untuk mengaudit keuangan negara. Dengan munculnya kesimpulan berbeda, maka diperlukan transparansi dari kedua belah pihak.
"Harus ada pertemuan, kalau perlu terbuka di masyarakat, gelar perkara saja di publik. Ada audit forensik, dana Rp 755 miliar itu mengalir ke mana, ke yayasan kah, ke orang kah, apalagi dibayarkan tgl 31 Desember," tandas Fadli.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saksi ahli Polda Jabar kurang memberikan keterangan yang membuat jawaban tidak berkembang.
Baca SelengkapnyaKetua KPK menilai putusan sela yang membebaskan Gazalba Saleh menunjukkan kekacauan dalam sistem peradilan.
Baca SelengkapnyaKetiga hakim yang menangani perkara Gazalba, yakni Hakim Fahzal Hendrik, Hakim Rianto Adam Pontoh dan hakim Sukartono.
Baca SelengkapnyaKetua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengatakan terus mengawal proses penyidikan hingga gelar perkara dan persidangan.
Baca SelengkapnyaMahfud yakin TNI akan mengganjar hukuman tegas untuk prajurit yang bersalah.
Baca SelengkapnyaSementara itu, dua hakim terlapor lainnya yang memutus putusan sela tersebut tidak terbukti melanggar KEPPH
Baca SelengkapnyaAlexander mengatakan, saat melakukan tangkap tangan, tim dari KPK sudah mendapatkan setidaknya dua alat bukti.
Baca SelengkapnyaNovel lantas menyindir Ketua KPK Firli Bahuri yang meresmikan sekaligus main badminton di Manado.
Baca SelengkapnyaTiga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya mengabulkan eksepsi Gazalba dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA.
Baca SelengkapnyaPemeriksaan terhadap GS telah berlangsung di gedung Merah Putih, KPK
Baca SelengkapnyaTidak ada alasan bagi hakim untuk mengamini eksepsi Gazalba hanya dengan alasan administratif dari Jaksa KPK
Baca SelengkapnyaArief Hidayat tak sepaham dengan apa yang disampaikan ahli tersebut
Baca Selengkapnya