Ketua Baleg sebut PPP & NasDem setuju imunitas anggota DPR di UU MD3
Merdeka.com - DPR baru saja mengesahkan Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (RUU MD3) menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan meski beberapa pasal masih menuai pro kontra, salah satunya pasal 245.
Pasal tersebut mengatur pemanggilan anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas menegaskan pasal 245 UU MD3 tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurutnya DPR hanya kembali menormakan apa yang perlu mereka normakan.
-
Apa yang dibahas UU MD3? Revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2024.
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
-
Kapan UU MD3 masuk Prolegnas? Revisi UU MD3 memang sudah masuk Prolegnas prioritas 2023-2024 yang ditetapkan pada tahun lalu.
-
Kapan UU MD3 akan direvisi? 'Kalau terbaru kita akan lihat urgensinya setelah penetapan pimpinan dan lain-lainnya,' ucap dia.
-
Apa yang diapresiasi oleh DPR? Mengomentari hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni ikut mengapresiasi.
-
Apa yang didukung DPR? Mengomentari hal kebijakan itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai, permasalahan PMI di luar negeri begitu beragam dan membutuhkan pendampingan dari pihak Polri.
"Kemudian MK membuat norma baru bahwa sepanjang menyangkut izin dari MKD frasa itu yang benar adalah izin dari Presiden. Sekarang kita normakan di pasal 245 kita normakan bahwa itu harus ada izin dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/2).
Terkait pasal ini, kata Supratman, tidak ada satu fraksi pun yang tidak setuju. Termasuk Fraksi NasDem dan PPP yang sempat walk out dalam pengesahan RUU MD3.
"Norma-norma yang kita sudah putuskan itu di antara keseluruhan pasal yang kita revisi, tidak ada satupun partai politik termasuk fraksi Partai NasDem maupun Fraksi PPP yang tidak setuju," ujarnya.
"Kecuali dua hal Fraksi Partai NasDem menolak adanya penambahan pimpinan, itu aja yang ditolak, itu yang ada di Panja loh ya, pembicaraan tingkat satu. Kedua, fraksi PPP menerima semua usulan itu kecuali satu hal menyangkut mekanisme pemilihan di MPR, wakil ketua di MPR," ungkapnya.
Dalam pasal 245 dipaparkan, ayat (1):
"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD."
Ayat (2) berbunyi, "Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR:
(a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana
(b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau
(c) disangka melakukan tindak pidana khusus.
Sebelumnya, PPP dan NasDem walk out saat paripurna DPR pengesahan RUU MD3. Salah satu alasannya, soal pasal imunitas anggota DPR.
Sekjen PPP Arsul Sani menjelaskan UU MD3 melanggar hak konstitusional. Selain itu, UU MD3 juga melanggar putusan MK Nomor 117 Tahun 2009.
Arsul menjelaskan, ada beberapa pasal yang masih harus diperdebatkan dan dikaji lebih lanjut. Salah satunya, mengenai hak imunitas yang dimiliki anggota DPR.
"Nah di samping itu kan ada beberapa pasal yang terkait dengan penguatan kelembagaan DPR kemudian hak imunitas, yang itu masih mendapat sorotan darat masyarakat," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/2) kemarin.
Sementara itu, Ketua Fraksi NasDem, Jhonny G Plate merasa perlu kajian lebih mengenai hak imunitas anggota DPR yang terdapat di revisi UU MD3. Agar tak disalahgunakan untuk perlindungan diri.
"Bukan ini digunakan untuk sebagai payung untuk usaha-usaha lain di luar pelaksanaan tugasnya termasuk untuk membela diri, termasuk untuk menutup kritik atau antikritik. Nah ini harus dibicarakan, terus didiskusikan secara lebih mendalam, lebih komprehensif, lebih menyeluruh agar hak imunitas yang diberikan kadang anggota DPR itu digunakan dengan baik," katanya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dasco pun menyebut, dikhawatirkan revisi UU MD3 dapat menimbulkam dampak negatif.
Baca SelengkapnyaRapat Paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 diikuti 271 anggota dewan, dan empat pimpinan DPR.
Baca SelengkapnyaAirlangga mengaku pihaknya akan tetap mengikuti aturan MD3 dan memang tidak tertarik dengan kursi Ketua DPR.
Baca SelengkapnyaPengajuan usulan revisi UU MD3 saat itu disampaikan terkait dengan kewenangan keuangan DPR RI yang perlu dijabarkan lebih lanjut.
Baca SelengkapnyaSaid Abdullah menegaskan, tidak akan ada pembahasan revisi Undang-Undang MD3 hingga pelantikan anggota DPR.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR menyuarakan setuju terkait RUU Kementerian Negara, RUU TNI dan RUU Polri.
Baca SelengkapnyaRevisi UU MD3 sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas periode 2023-2024.
Baca SelengkapnyaFraksi PKS menjadi satu-satunya partainya yang menolak revisi UU IKN.
Baca SelengkapnyaRapat yang digelar ini diketahui hanya beda sehari pascaputusan MK terkait Pilkada.
Baca SelengkapnyaKeputusan tersebut diambil dalam rapat pleno bersama Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dan Menpan RB Azwar Anas.
Baca SelengkapnyaRapat ini diyakini dilakukan karena DPR hendak membatalkan putusan MK soal aturan pencalonan Pilkada.
Baca SelengkapnyaUU MD3 Masuk Prolegnas 2024, Revisi untuk Beri Jalan Golkar Ambil Jatah Ketua DPR?
Baca Selengkapnya