Bamsoet: Masa DPR harus minta bantuan Kopassus panggil Miryam
Merdeka.com - Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), kecewa dengan pernyataan Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian menolak keinginan Pansus untuk menjemput paksa Miryam S Haryani, apabila mangkir tiga kali dari panggilan Pansus angket KPK. Menurutnya, merujuk pada UU MD3 telah jelas diatur masalah pemanggilan paksa merupakan tugas dari Polri.
"Nah, kalau sekarang Polri tiba-tiba menolak, masa DPR harus minta bantuan Kopassus atau TNI sementara di UU-nya jelas, itu tugas Polri," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Selasa (20/6).
Bambang mengingatkan Tito bahwa masuknya aturan pemanggilan paksa seseorang dengan bantuan Polisi merupakan permintaan mantan Kapolri Jenderal Sutarman. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 204 dan 205 UU MD3.
-
Kenapa Dewas KPK sidang etik mantan Kamtib dan Karutan? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar sidang etik buntut dari kasus pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK.
-
Siapa yang diminta Komisi III agar tegas? Namun meski begitu, politikus Partai NasDem ini mewanti-wanti para jajaran yang bertugas saat Nataru 2024, agar tetap tegas dalam menegur masyarakat yang membahayakan dalam berkendara.
-
Apa yang diminta Komisi III kepada Polisi? Kebijakan Kapolri ini pun lantas turut mendapat dukungan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Namun meski begitu, politikus Partai NasDem ini mewanti-wanti para jajaran yang bertugas saat Nataru 2024, agar tetap tegas dalam menegur masyarakat yang membahayakan dalam berkendara.
-
Mengapa Bivitri menganggap MK mengkerangkeng pencari keadilan gugatan Pilpres? Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Bivitri Susanti menilai hukum acara sengketa Pilpres 2024 terkesan mengkerangkeng agar kebenaran substansif tidak terkuak.
-
Siapa menteri Jokowi yang dipanggil MK? Empat menteri itu meliputi Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
-
Siapa yang minta Prabowo ulang seleksi capim KPK? Sebelumnya, sejumlah pihak minta Presiden Prabowo Subianto mengulang calon pimpinan dan dewan pengawas KPK. Karena menilai pansel yang sah adalah pansel yang dibentuk oleh Prabowo selaku presiden saat ini.
"Saya dan kawan-kawan seperti Benny Harman, Sudding, Azis Syamsudin, Ahmad Yani, Desmond dan beberapa kawan lain masih ingat betul saat penyusunan UU MD3 tersebut. Dulu rumusan pasal 204 dan 205 UU MD3 itu justru atas permintaan Kapolri Jend Pol Sutarman," tegasnya.
Rumusan itu dikemukkaan Sutarman untuk menjawab permintaan anggota pansus RUU MD3 masalah pemanggilan paksa. Oleh karena itu, kata Bambang, tak ada alasan bagi Kapolri untuk tidak menjalankan perintah DPR.
"Rumusan tersebut menurut Kapolri sudah sangat cukup untuk Polri melaksanakan perintah DPR. Tidak perlu diatur lebih detail," tambahnya.
"Maka kemudian lahir lah UU No.17 tahun 2014 tentang MD3 yang mengatur secara tegas dan jelas tentang tata cara dan pelaksanaan pemanggilan paksa itu di dalam pasal 204 dan 205," sambung Bambang.
Bahkan, menurut Bambang, pasal 205 ayat 7 UU MD3 juga diatur kewenangan bagi polisi untuk melakukan penahanan selama 15 hari terhadap seseorang atas permintaan DPR atau Pansus.
"Dalam Pasal 205 ayat 7 UUMD3 secara tegas dan jelas juga memberikan hak dan kewenangan kepada pihak berwajib (polisi) untuk/dapat melakukan penyanderaan paling lama 15 hari. Atas permintaan Pansus atau DPR," pungkasnya.
Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian menolak keinginan pansus angket yang meminta kepada polisi untuk menghadirkan paksa Miryam S Haryani apabila tiga kali tak hadir dalam rapat pansus di DPR RI. Karena aturan dalam pasal 204 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 tidak dijelaskan berdasarkan hukum acaranya.
"Kalau ada permintaan teman-teman DPR untuk panggil paksa kemungkinan besar tidak kami laksanakan karena ada hukum acara yang belum jelas di dalam UU-nya," kata Tito di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/6).
Karena menurut Tito, pemanggilan paksa itu jika dikaitkan dengan KUHAP sama saja melakukan suatu penahanan.
"Kalau kita kaitkan ke KUHAP maka menghadirkan paksa itu sama dengan surat perintah membawa atau melakukan penangkapan, upaya paksa penyanderaan itu sama dengan penahanan," ujarnya.
"Bagi kami penangkapan dan penahanan itu pro justicia, dalam rangka untuk peradilan. Sehingga terjadi kerancuan hukum kalau kami melihatnya," tambahnya.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Trimedya heran rapat sepenting ini tak dihadiri Kapolri
Baca SelengkapnyaKasus Firli yang menjadi perhatian masyarakat membuat Polda Metro Jaya harus segera mengambil tindakan.
Baca SelengkapnyaMegawati Marahi Yasonna Laoly: Jadi Menteri Ngapain, Anak Buah Kita Ditarget Melulu
Baca SelengkapnyaAnggota MKD Yanuar Gunhar menilai, ketidakhadiran Bamsoet menunjukan etika kurang baik dalam menjaga marwah institusi.
Baca SelengkapnyaBamsoet sebelumnya dilaporkan ke MKD terkait pernyataannya soal wacana amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaMKD DPR menolak surat klarifikasi dari Bamsoet dan akan melakukan pemanggilan ulang kepada Bamsoet.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman menyindir perlu adanya Panja Netralitas BIN usai beredar pakta integritas dukungan Pj Bupati Sorong ke Ganjar-Mahfud.
Baca SelengkapnyaArteria Dahlan meminta Dirjen Imigrasi Kemenkumham melakukan perlawanan terhadap Kejaksaan.
Baca SelengkapnyaDia mengusulkan untuk digelar lagi rapat membahas pemilu dengan mengundang Kapolri.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman mendesak MKD DPR RI untuk memanggil ulang Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet
Baca SelengkapnyaBambang Pacul akhirnya mengeluarkan surat dari Kapolri
Baca SelengkapnyaMasinton Pasaribu menemui para demonstran dalam aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi
Baca Selengkapnya