Komisi II bantah tolak larangan eks napi korupsi jadi caleg karena muatan politis
Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria membantah penolakan norma larangan pencalegan bagi mantan narapidana (napi) korupsi dalam Peraturan KPU (PKPU) oleh DPR bernuansa politis. Menurutnya DPR hanya menjalankan amanat Undang-Undang.
"Enggak ada politisnya ini kan Undang-Undang, Undang-Undangnya sudah dibahas sudah selesai jadi tidak ada nilai politis terkait PKPU," kata Riza pada wartawan, Selasa (29/5).
"Kita patuh pada Undang-undang seharusnya semua pihak termasuk KPU patuh pada Undang-undang. Ini bukan soal napinya apapun yang diputuskan Undang-Undang kita patuh," sambungnya.
-
Kenapa eks napi bisa jadi caleg? Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, mantan narapidana boleh mendaftarkan diri sebagai bakal caleg.
-
Apa syarat caleg terpilih maju pilkada? Caleg terpilih itu harus bersedia mengundurkan diri.
-
Siapa saja yang daftar jadi calon legislatif? KPU Gunungkidul DIY, mencatat ada empat narapidana yang mendaftar sebagai bakal caleg DPRD kabupaten setempat untuk Pemilu 2024.
-
Mengapa MK menyetujui syarat capres dan cawapres pernah terpilih? Namun, dalam dalil penambahan, MK menyetujui syarat capres dan cawapres minimal pernah terpilih dalam Pemilu, termasuk kepala.
-
Siapa saja yang dapat menjadi peserta pemilu? Menetapkan peserta pemilu, yaitu partai politik, calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh undang-undang.
-
Kenapa UU No. 7 Tahun 2017 penting untuk Pilkada 2024? Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia sendiri diatur melalui Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Riza menjelaskan, pandangan DPR sudah selaras Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan pemerintah. Sebab, kata dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan mantan napi korupsi diperbolehkan menjadi calon legislatif dengan syarat harus dipublikasikan pada masyarakat.
"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sudah memutuskan bahwa diperbolehkan untuk mantan Narapidana untuk menjadi caleg. Namun harus mempublikaskan pada publik atau pada media dan soal ini juga sudah pernah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dua kali bahwa diperbolehkan menurut Mahkamah Konstitusi. Jadi kami DPR, permerintah dan Bawaslu hanya mengikuti yang menjadi ketentuan Perundang-undangan," jelasnya.
Meski begitu, DPR tetap menyerahkan sepenuhnya pada KPU terkait larangan mantan narapidana korupsi jadi calon legislatif yang dimasukan dalam PKPU. Namun, politikus Partai Gerindra ini menegaskan DPR tetap akan menganggap hal itu bertentangan dengan Undang-Undang yang ada.
"Pendapat kami ini harus sesuai dengan Undang-Undang," tegas Riza.
Sebelumnya, larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif tetap akan dimasukan sebagai norma dalam PKPU oleh KPU meski mendapat penolakan dari DPR dan Bawaslu. Komisioner KPU, Wawan tak menganggap penolakan DPR bersifat politis.
Penilaian tersebut setelah adanya respons berbeda oleh DPR terhadap PKPU dengan isi norma yang sama, melarang mantan narapidana korupsi pada pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Tidak mungkin mereka tidak politis. Kalau soal mantan narapidana koruptor kenapa DPD tidak dipersoalkan. Kenapa hanya yang DPR dan DPRD saja yang dipersoalkan," ujar Wawan dalam satu acara diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (26/5).
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peringatan Firli ini merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 87/PUU-XX/2022.
Baca SelengkapnyaAhok telah diusulkan oleh DPD PDIP DKI ke DPP PDIP untuk diusung maju sebagai calon Gubernur Jakarta.
Baca SelengkapnyaIndonesia Corruption Watch (ICW) yang mengungkapkan ada 15 caleg eks napi korupsi
Baca SelengkapnyaSyarat maju di Pilkada Jakarta semuanya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca SelengkapnyaMantan napi harus mempunyai jeda selama lima tahun setelah menjalani hukuman.
Baca SelengkapnyaKPU akan memproses dokumen pada 12-15 Agustus 2023.
Baca SelengkapnyaUndang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Baca SelengkapnyaMenurutnya hal itu tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin tidak ada diskriminasi.
Baca SelengkapnyaKedua pasal itu dapat mengeliminir keharusan para terpidana melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani pidana penjara untuk bisa nyaleg.
Baca SelengkapnyaArief Hidayat menyinggung anggapan presiden boleh berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca SelengkapnyaMK memperjelas aturan syarat gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakil, serta pejabat negara dan pejabat daerah untuk bisa ikut dalam kampanye.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi memperbolehkan mantan terpidana untuk mengikuti pesta demokrasi Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya