Komisi III DPR jamin tak ada pasal langgar HAM dalam RUU Terorisme
Merdeka.com - Komisi III DPR tengah membahas revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sejumlah pihak khawatir, jika revisi ini nantinya justru bisa menambah kewenangan aparat untuk melakukan pelanggaran HAM.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan, pihaknya menerima masukan dari sejumlah elemen masyarakat termasuk para pegiat HAM. Dia menjamin, DPR tak ingin ada pasal yang membuat aparat nantinya bisa melakukan pelanggaran HAM dengan mudah.
"Kami tetap menerima masukan-masukan terutama dari organisasi HAM ya, mengenai kekhawatiran mereka dalam revisi UU Terorisme. Pada intinya mereka setuju dengan revisi ini. Tapi jangan sampai ada pasal-pasal dalam revisi tersebut yang kemungkinan melanggar HAM," ujar Nasir di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (11/3).
-
Dimana DPR ingin polisi pantau? 'Saya jadi khawatir momentum mudik kemarin dijadikan sebagai jalur transaksi oleh para pengedar. Dia bawa narkoba ntah dari luar negeri atau suatu daerah, masuk ke daerah lainnya. Untuk itu setiap Polda, Polres, hingga Polsek, wajib pantau wilayahnya masing-masing. Pastikan tidak ada lonjakan narkoba,' tambah Sahroni.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Apa saja permintaan DPR RI ke polisi? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Bagaimana DPR meminta polisi usut kasus? Sahroni meminta polisi menjawab pertanyaan publik dengan hasil penyelidikan yang objektif.
-
Apa yang diminta DPR untuk KPK dan Polri? Lebih lanjut, Sahroni tidak mau kerja sama ini tidak hanya sebatas formalitas belaka. Justru dirinya ingin segera ada tindakan konkret terkait pemberantasan korupsi 'Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,' tambah Sahroni.
Dia mengatakan, Panitia Khusus (Pansus) yang nanti dibentuk DPR akan mencoba mencari jalan tengah terkait revisi UU tersebut. Namun, ia mengakui tidak akan mudah mencari jalan tengah antara penindakan terorisme dan menghargai HAM.
"Kami tentunya Pansus, nantinya akan mencoba mencari jalan tengah. Dimana aksi terorisme juga dapat ditindak tapi juga di sana ada penghargaan terhadap HAM yang dijunjung tinggi. Tidak mudah memang menyelaraskan hal ini, tapi kita akan terus coba," papar politisi PKS ini.
Nasir juga mengatakan, saat ini belum dapat memastikan, apakah ada penambahan wewenang kepada Badan Intelejen Negara (BIN) pada revisi UU terorisme. Pasalnya, lanjut Nasir, selama ini BIN hanya memberikan data mengenai terorisme tanpa dapat mengeksekusi langsung pelaku terorisme.
"Saya pikir akan kita lihat, apakah ada penambahan wewenang BIN. Jadi BIN bisa langsung menindak pelaku terorisme. Selama ini BIN hanya memberikan data ke instansi terkait yang berwenang untuk melakukan eksekusi terhadap pelaku terorisme," jelasnya.
Akan tetapi, kata Nasir, penambahan wewenang tersebut tidak dapat diputuskan sendiri oleh DPR. Karena, tambahnya, pihak pemerintah harus juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut.
"DPR dan pemerintah harus sepakat terlebih dulu untuk penambahan wewenang BIN. Tapi juga saya ingin penambahan wewenang itu juga harus dengan alasan yang logis," kata Nasir.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Baleg DPR harus mendengar usulan dari Komisi III DPR RI agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset bisa masuk Prolegnas.
Baca SelengkapnyaKata Dasco saat ini hanya menunggu waktu lantaran sudah selesai di pengambilan keputusan tingkat I.
Baca SelengkapnyaPengajuan usulan revisi UU MD3 saat itu disampaikan terkait dengan kewenangan keuangan DPR RI yang perlu dijabarkan lebih lanjut.
Baca SelengkapnyaDPR tidak ingin berasumsi atas peristiwa atau kejadian yang memang belum adanya pernyataan secara resmi.
Baca SelengkapnyaSaid Abdullah menegaskan, tidak akan ada pembahasan revisi Undang-Undang MD3 hingga pelantikan anggota DPR.
Baca SelengkapnyaUsulan ini muncul dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dengan Polri
Baca SelengkapnyaHabiburokhman menyindir perlu adanya Panja Netralitas BIN usai beredar pakta integritas dukungan Pj Bupati Sorong ke Ganjar-Mahfud.
Baca SelengkapnyaAirlangga mengaku pihaknya akan tetap mengikuti aturan MD3 dan memang tidak tertarik dengan kursi Ketua DPR.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman berharap pembahasan proses revisi UU KUHAP bisa mulai akhir tahun 2024.
Baca SelengkapnyaRUU Kementerian Negara, RUU TNI dan RUU Polri Resmi jadi Inisiatif DPR
Baca SelengkapnyaPuan enggan menjelaskan secara detail saat dipertegas mengenai RUU MD3 yang saat ini sudah masuk dalam daftar prolegnas prioritas.
Baca SelengkapnyaPanja ini akan berfokus pada penegakan tugas kepolisian agar sesuai peraturan perundang-undangan.
Baca Selengkapnya