Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Komisi III Nilai Pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan KPK Sangat Sensitif

Komisi III Nilai Pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan KPK Sangat Sensitif Gedung DPR. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, menyesalkan isi tes wawasan kebangsaan pegawai KPK menyinggung masalah lepas jilbab dan sebagainya. Menurutnya, pertanyaan demikian sangat sensitif dan rawan.

"Kalau pertanyaan itu muncul dan benar; sebagaimana yang di-release ke publik sangatlah disesalkan karena masalah tersebut sangat sensitif dan rawan di masyarakat," kata Pangeran kepada wartawan, Senin (10/5).

"Meskipun bisa jadi hal tersebut salah satu teknik untuk mengetahui dan menguji wawasan assessi terhadap masalah-masalah yang ada di masyarakat," jelasnya.

Komisi III berharap pertanyaan yang diajukan dalam tes wawasan kebangsaan dapat mengarah ke tujuan tes. Tanpa perlu menyinggung hal sensitif karena menimbulkan pro dan kontra

"Kami Komisi III berharap agar pertanyaan yang diberikan dapat mengarah pada maksud dan tujuan test dimaksud tanpa harus menyinggung hal yang sensitif karena akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat," katanya.

Tes wawasan kebangsaan ini, kata Pangeran, pada dasarnya untuk mengetahui integritas berbangsa dan bernegara serta konsistensi pegawai tentang nilai, norma dan etika dalam berbangsa dan bernegara. Serta dimaksudkan untuk mengetahui netralitas, kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945.

"Juga dimaksudkan untuk mengetahui netralitas serta kesetiaan terhadap Pancasila UUD 45 dan NKRI termasuk penilaian terhadap anti radikalisme," jelas Pangeran.

Untuk itu diharapkan tes wawasan kebangsaan harus sesuai tujuan tersebut. Tes ini diminta transparan, terukur dan akuntabel.

"Kami juga berharap agar test dimaksud dilaksanakan secara transparan terukur dan akuntabel dan diadakan oleh lembaga yang berkompeten sehingga tidak menimbulkan berbagai sakwasangka dan polemik di masyarakat," kata Pangeran.

Sebelumnya, tes yang dilakukan sebagai syarat peralihan status pegawai di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) menuai pro dan kontra. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) juga turut berkomentar, mereka meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai, hal tersebut seiring dinilai cacat etika modal dan melanggar asasi manusia.

"Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan TWK yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK, karena pelaksanaan TWK catat etik-moral dan melanggar hak asasi manusia yang dilindungi oleh UUD 1945," kata Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan (Lakpesdam) PBNU, Rumadi dalam keterangan pers, Sabtu (8/5).

Ia mengungkapkan 1.351 pegawai KPK yang mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) nyatanya di hadapkan dengan pertanyaan dari pewawancara yakni mengapa umur segini belum menikah? Masihkah punya hasrat? Mau enggak jadi istri kedua saya? Kalau pacaran ngapain aja?

Praktis, pertanyaan tersebut dinilai Rumadi sangat lucu, seksis, rasis, diskriminatif, dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.

Pertanyaan-pertanyaan wawancara di atas sama sekali tidak terkait dengan wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, dan kompetensinya dalam pemberantasan korupsi. Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional, dan mengarah kepada ranah personal (private affairs) yang bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan 'Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.'

Kemudian dia juga meminta agar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengembalikan TWK untuk calon ASN sebagai uji nasionalisme dan komitmen bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga bukan sebagai screening dan Litsus zaman Orde.

Tidak hanya itu, dia juga meminta agar Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme dan pelanggaran yang lain yang dilakukan pewawancara kepada pegawai KPK yang diwawancarai. Sementara itu dia pun mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengawal kasus tersebut dan mengupayakan independensi tetap ada pada KPK.

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
KPK Jawab Usulan Sahroni Periksa Semua Capres-Cawapres: Tidak Bisa Ujug-Ujug Begitu
KPK Jawab Usulan Sahroni Periksa Semua Capres-Cawapres: Tidak Bisa Ujug-Ujug Begitu

KPK menegaskan pihaknya tidak bisa asal dalam memeriksa seseorang.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Habiburokhman Gerindra Minta ke Pimpinan & Dewas KPK Tiadakan Doorstop Wartawan
VIDEO: Habiburokhman Gerindra Minta ke Pimpinan & Dewas KPK Tiadakan Doorstop Wartawan

"Kalau perlu menurut saya level Pimpinan dan Dewas hanya konferensi pers resmi. Jangan ada ada doorstop pak"

Baca Selengkapnya
FOTO: Jelang Debat Ketiga, KPU Larang Capres Pakai Pertanyaan Singkatan Tanpa Penjelasan
FOTO: Jelang Debat Ketiga, KPU Larang Capres Pakai Pertanyaan Singkatan Tanpa Penjelasan

Larangan pertanyaan dengan singkatan tanpa penjelasan itu dilakukan demi menghindari polemik berkelanjutan di masyarakat.

Baca Selengkapnya
KPU Evaluasi Peran Moderator Debat Capres-Cawapres, Bakal Diberi Wewenang Perjelas Pertanyaan Tidak Dimengerti
KPU Evaluasi Peran Moderator Debat Capres-Cawapres, Bakal Diberi Wewenang Perjelas Pertanyaan Tidak Dimengerti

Untuk peran moderator pada debat perdana cawapres kemarin dinilai KPU sudah cukup optimal.

Baca Selengkapnya
KPK Minta Pansel Proses Wawancara Capim KPK Digelar Terbuka: Demi Menjaga Akuntabilitas
KPK Minta Pansel Proses Wawancara Capim KPK Digelar Terbuka: Demi Menjaga Akuntabilitas

KPK mendorong pelaksanaan wawancara Capim dan Dewas KPK dapat dilakukan dengan terbuka dan dapat disaksikan masyarakat melalui siaran langsung/streaming.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Natsir Jamil PKS Sentil Polri Kasus Aiman: Harus Bisa Bedakan Kritik atau Penghinaan!
VIDEO: Natsir Jamil PKS Sentil Polri Kasus Aiman: Harus Bisa Bedakan Kritik atau Penghinaan!

Natsir Djamil mengatakan dalam Pemilu 2024 setiap orang bebas berpendapat.

Baca Selengkapnya
Ganjar Usul Sesi Tanya Jawab Debat Capres-Cawapres Ditambah, Ini Respons KPU
Ganjar Usul Sesi Tanya Jawab Debat Capres-Cawapres Ditambah, Ini Respons KPU

Sebelumnya Ganjar merasa, waktu yang ditentukan KPU untuk sesi tanya jawab antar capres terlalu singkat

Baca Selengkapnya
Pesan Ketum Muhammadiyah buat 3 Capres: Berdebat Secara Elegan & Kedepankan Etika
Pesan Ketum Muhammadiyah buat 3 Capres: Berdebat Secara Elegan & Kedepankan Etika

Debat ketiga akan mengambil tema tentang pertahanan, keamanan, geopolitik, politik luar negeri, hubungan internasional dan globalisasi.

Baca Selengkapnya
Debat ke-3 Pilpres 2024, Akademisi Menilai Capres Tak Perlu Bermain Gimik Politik
Debat ke-3 Pilpres 2024, Akademisi Menilai Capres Tak Perlu Bermain Gimik Politik

Para akademisi dan pengamat politik berharap para capres tetap berdiri pada substansi masing-masing, pada debat ketiga Pilpres 2024, Minggu (7/1/2024).

Baca Selengkapnya
Panelis Debat Capres Ada yang dari Unhan, TPN Ganjar-Mahfud: Mudah-mudahan Tidak Bocor
Panelis Debat Capres Ada yang dari Unhan, TPN Ganjar-Mahfud: Mudah-mudahan Tidak Bocor

Dia berharap agar para panelis tidak membocorkan pertanyaan-pertanyaan kepada salah satu pasangan calon yang akan mengikuti debat nanti.

Baca Selengkapnya
Mundur dari PDIP, Johan Budi Ikut Tes Tertulis Capim KPK: Saya Ingin Ikut Berantas Korupsi
Mundur dari PDIP, Johan Budi Ikut Tes Tertulis Capim KPK: Saya Ingin Ikut Berantas Korupsi

Johan Budi mengaku ingin mengembalikan marwah KPK.

Baca Selengkapnya
Capim KPK Fitroh Rohcahyanto Nilai Penggunaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Sangat Rawan
Capim KPK Fitroh Rohcahyanto Nilai Penggunaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Sangat Rawan

Calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menilai penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor harus hati-hati.

Baca Selengkapnya