Konsep syariah dalam agenda politik dinilai turunkan posisi agama
Merdeka.com - Dalam masa Pilkada banyak upaya dilakukan dari tiap pasangan calon. Termasuk memasukkan unsur agama ke dalam politik. Namun, ide itu dianggap malah menurunkan posisi agama bila ditawarkan sebagai agenda politik.
Masalah penerapan syariah ini juga menghiasi Pilgub DKI Jakarta. Bahkan sempat beredar adanya Jakarta Bersyariah dari salah satu pasangan calon, meski telah dibantah. Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Arif Susanto, melihat bahwa konsep itu justru membuat agama menjadi terdegradasi.
"Ini juga mendegradasi posisi mulia agama ketika program-program syariah ini ditawarkan dalam agenda politik," kata Arif dalam keterangannya, Selasa (11/4).
-
Apa itu Pilkada? Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung.
-
Siapa saja yang terlibat dalam Pilkada? Selain itu, Pilkada juga merupakan ujian bagi penyelenggara pemilu, partai politik, dan para calon kepala daerah dalam menjalankan proses demokrasi yang jujur dan adil.
-
Pilkada memilih apa saja? Pilkada adalah proses pemilihan demokratis untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.Dalam hal ini, hak suara masyarakat digunakan untuk memilih Gubernur, wakil gubernur, Bupati, wakil bupati, Wali kota, dan wakil wali kota.
-
Apa arti dari Pilkada? Pilkada artinya Pemilihan Kepala Daerah, Berikut Tahapannya Pilkada artinya proses pemilihan umum di Indonesia yang dilakukan untuk memilih kepala daerah.
-
Bagaimana cara Pilkada DKI 2017? Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017 (disingkat Pilgub DKI 2017) dilaksanakan pada dua tahap, yaitu tahap pertama di tanggal 15 Februari 2017 dan tahap kedua tanggal 19 April 2017 dengan tujuan untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022.
-
Siapa yang diusulkan untuk Pilkada? Dalam Pilkada 2005, calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan beberapa partai politik.
Dia menuturkan bahwa Jakarta Bersyariah merupakan wacana inkonsisten dan tidak membantu memenangkan dalam Pilgub DKI 2017. Sebab, permasalahan Jakarta dinilai harus diselesaikan dengan program konkret.
Terutama, kata dia, menangani permasalahan kemacetan, kemiskinan, dan korupsi menjadi prioritas di Jakarta. Untuk itu, sentimen keagamaan di Jakarta diperkirakan sulit berkembang lantaran warganya berbagai ragam. "Paslon tidak bisa memenangi pilkada hanya karena dukungan satu kelompok. Ini perlu diingat," terangnya.
"Indonesia ini kan majemuk sejak awal. Ketika dikemukakan agenda yang anti demokrasi seperti Jakarta Bersyariah, maka muncul kecenderungan gagal. Tak hanya di Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya, pandangan berbeda disampaikan Guru Besar Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor Prof Dr KH Didin Hafidhuddin. Dia menilai wacana Jakarta Bersyariah sangat mungkin diterapkan secara konstitusional di ibu kota. Sebab, konsep tersebut sejalan dengan undang-undang dasar negara.
"Mungkin saja diterapkan secara konstitusional. Peraturan syariah juga bisa diperbanyak misalnya dengan undang-undang," kata Didin, Kamis pekan lalu.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), ini mengatakan aspek syariah tak hanya berkaitan dengan pemberlakuan hukuman kesannya menyeramkan. Tetapi juga berkaitan dengan kemanusiaan sebenarnya sudah tercermin dari mukadimah Undang Undang Dasar 1945.
"Pelaksanaannya sebenarnya sudah berlaku di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari ruh bangsa dan masyarakat kita dan konsep syariah tidak menyeramkan," ujar Didin.
Didin menekankan, penerapan peraturan-peraturan syariah ini perlu dilakukan sejalan dengan konstitusi. "Tidak ada masalah selama didiskusikan di forum-forum yang secara konstitusi sah seperti dewan perwakilan. Tujuan (Jakarta Bersyariah) ini kan baik," kata mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional periode 2004-2015.
Seperti diketahui, isu penerapan syariat Islam di Jakarta kembali jadi perbincangan setelah beredarnya berbagai spanduk yang menyertakan foto pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno terpasang di beberapa titik di Jakarta, Senin 3 April 2017 lalu. Dalam spanduk-spanduk tersebut, tercantum beberapa perda yang mungkin diterapkan seperti pembentukan polisi syariah, penerapan hukum cambuk, dan kewajiban berbusana muslim. Namun Anies menegaskan, spanduk tersebut merupakan fitnah untuk dirinya dan Sandi. (mdk/ang)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejumlah pihak diingatkan tidak memainkan politisasi agama hanya untuk meraih kemenangan
Baca SelengkapnyaPenyelenggaraan Pilkada Serentak tahun ini bisa menjadi tolak ukur praktik demokrasi yang sesuai dengan perundang-undangan.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus mengetahui profil para kandidat serta menjaga kerukunan umat beragama dan persatuan bangsa.
Baca SelengkapnyaYaqut menegaskan tak akan mencabut pernyataannya soal capres bermulut manis.
Baca SelengkapnyaMenteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat.
Baca SelengkapnyaMenag berpesan agar pelaksanaan Pemilu 2024 nanti bisa dilakukan dengan penuh riang gembira.
Baca SelengkapnyaYaqut mengatakan, pemilu sebagai pesta demokrasi yang diselenggarakan lima tahun sekali sehingga dijalankan dengan penuh riang gembira.
Baca SelengkapnyaAgama saat ini lebih sering digunakan sebagai alat politik dan ekonomi.
Baca SelengkapnyaSituasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu
Baca SelengkapnyaUntuk mengatasi permasalahan di negara ini bukan sebuah sistem baru, tapi persatuan dan kesatuan.
Baca SelengkapnyaCak Imin mengklaim dirinya dan Anies Baswedan secara tegas menolak politik identitas.
Baca SelengkapnyaApakah partai politik saat ini benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan sungguh-sungguh menjalankan aspirasi tersebut.
Baca Selengkapnya