KPU Diserbu 'Hacker' dari Dalam dan Luar Negeri
Merdeka.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkap terjadi serangan (hacker) terhadap sistem IT lembaganya. Bahkan, Arief menyebut pelaku peretasan datang dari dalam dan luar negeri.
"Kalau nyerang ke web kita itu memang ada terus dan itu bisa datang dari mana-mana," ucapnya ditemui di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
Arief menjelaskan, KPU telah berupaya menangkal serangan itu. Bahkan melacak IP Address peretas.
-
Bagaimana Hacker serang sistem pemilu? Ditemukan bahwa aktivitas yang sering dilakukan oleh pemerintah Rusia dan China adalah upaya untuk menghambat situs otoritas pemilihan, mengakses informasi pribadi pemilih, hingga memindai sistem pemilihan online untuk dicari kelemahannya.
-
Siapa yang mengklaim meretas situs KPU? Pelaku kejahatan siber dengan nama anonim 'Jimbo' mengklaim telah meretas situs kpu.go.id dan mendapatkan data DPT dari situs tersebut.
-
Apa target utama hacker pemilu? Mereka bekerja dengan membekukan basis data pemilih lokal. Maka itu ransomware menduduki peringkat teratas ancaman siber saat pemilu.
-
Siapa saja hacker yang menyerang? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
-
Kapan serangan siber pemilu terjadi? Laporan tersebut menyatakan bahwa proporsi pemilu yang menjadi sasaran serangan siber ini telah meningkat, dari 10 persen pada tahun 2015 menjadi 26 persen pada tahun 2022.
-
Siapa saja yang terlibat dalam kecurangan pemilu di Kuala Lumpur? 'Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum telah menyatakan lengkap secara formil dan materiil (P-21) berkas perkara tersangka 7 anggota PPLN,' kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keteranganya, Rabu (6/3).
Namun, dia mengatakan, IP Address negara yang terdeteksi tidak berarti negara asal pelaku. Misal, pelaku dari dalam negeri bisa menggunakan IP Address luar negeri.
Sebelumnya, media Bloomberg memberitakan tentang serangan peretas terhadap sistem data pemilih KPU. Serangan itu berasal dari China dan Rusia.
"Jadi tidak seperti diberitakan (Bloomberg) itu, bahwa yang ngehack pasti dari situ (China dan Rusia), tapi dari IP Address bisa datang dari mana-mana. Cuma orangnya siapa kita tidak tahu," tegasnya.
Arief menyebut salah satu serangan yang dilancarkan adalah deface. Serta ada bentuk serangan lain yang ia tidak mau mengungkap.
Arief memastikan serangan bisa ditangani. Dia akan bicara lebih lanjut apabila pelakunya telah tertangkap.
"Kalau orangnya sudah ditangkap, anda bisa identifikasikan siapa dia dari mana motifnya apa," tandasnya.
Tak Akan Pengaruhi Hasil Pemilu
Meskipun ada serangan dari hacker, Arief menjamin tak bakal pengaruhi signifikan Pemilu 2019. Dia juga menegaskan, tim IT selalu berupaya membentengi pertahanan lembaganya.
"KPU menjaga sistem kita, aman, orang kan mau nyerang kan datang terus, tapi kita berupaya membentengi supaya tetap aman. Sampai sekarang web kita kan. Ya meski ada yang nyerang setop dulu bentar, tapi semua bisa digunakan," jelas Arief.
Sekalipun sistem IT KPU terkena serangan hacker, Arief memastikan hal itu tak akan bisa mengubah hasil Pemilu 2019.
Arief menjelaskan, rekapitulasi suara dilakukan dengan cara manual. Sehingga, bagaimanapun kerusakan sistem IT KPU, hal itu tak bisa mengubah hasil pemilu 17 April nanti.
"Penghitungan suara itu yang ditetapkan itu adalah yang hasil direkap secara berjenjang dan manual melalui berita acara itu. Jadi andaikan sistem diserang, KPU nyatakan enggak pakai itu, itu enggak papa pemilunya kan pemilu berdasarkan ketentuan UU hasil rekap manual melalui berita acara itulah yang dipakai KPU," tutup Arief.
Disorot Media Asing
Media Bloomberg sebelumnya memberitakan bahwa basis data pemilih di KPU tengah diserang oleh peretas yang berasal dari China dan Rusia. Dalam beritanya, KPU mengutip wawancara dengan Ketua KPU Arief Budiman.
Bloomberg menuliskan, peretas berupaya untuk memanipulasi atau memodifikasi konten serta untuk menciptakan apa yang disebut pemilih hantu, atau identitas pemilih palsu.
"Mereka mencoba meretas sistem kami," kata Budiman dalam sebuah wawancara di Jakarta pada hari Selasa, dalam berita Bloomberg.
"Tidak hanya setiap hari. Hampir setiap jam,"katanya.
Arief menambahkan, tidak jelas apakah motifnya untuk mengganggu Indonesia atau untuk membantu salah satu kandidat menang.
"Perilaku pemilih dapat diubah dengan melegitimasi penyelenggara pemilu," katanya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Data pemilih bocor diduga usai diretas oleh hacker Jimbo.
Baca SelengkapnyaKomisi Pemilihan Umum (KPU) tengah menginvestigasi kasus dugaan kebocoran data pemilih 2024.
Baca SelengkapnyaDPR geram dengan kabar dugaan kebocoran data 204 juta pemilih oleh KPU.
Baca SelengkapnyaIndonesia kembali dihebohkan kabar kebobolan 204 juta Data Pemilih Tetap (DTP) Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca SelengkapnyaSeorang peretas dengan nama anonim "Jimbo" mengklaim telah meretas situs kpu.go.id dan berhasil mendapatkan data pemilih dari situs tersebut.
Baca SelengkapnyaGanguan terhadap sistem SIREKAP, KPU menyatakan hal itu disebabkan salah satunya oleh gangguan DDoS.
Baca SelengkapnyaKPU hingga kini masih menelusuri dugaan peretasan tersebut.
Baca SelengkapnyaKPU melakukan pengecekan melalui Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) terkait kebocoran data pemilih tersebut.
Baca SelengkapnyaKPU RI meminta bantuan terhadap Satgas Cyber, Badan Siber Sandi Negara (BSSN) serta BIN terkait adanya dugaan kebocoran data pemilih
Baca SelengkapnyaSebanyak 204 juta data pemilih KPU diduga bocor. Diperjualbelikan di darkweb seharga Rp 1 miliar lebih.
Baca SelengkapnyaBerikut fakta mengenai jelang tahun pemilu yang disukai hacker.
Baca SelengkapnyaMahfud menyampaikan, sebaiknya KPU sebagai penyelenggara pemilu, untuk bekerja lebih hati-hati lagi
Baca Selengkapnya